sechundwanzig

145 9 2
                                    

Hidupmu, adalah sebuah kamuflase.

* * *

"ITU karena kakak. Sewaktu itu, kakak baru sembuh dan kakak ikut home schooling di Prancis ini. Mama dan Papa senang banget, dan akhirnya mereka sering banget mendatangi kakak di sini. Mereka datang setiap bulan, dan mereka datang selama dua minggu. Lama sekali, bukan?"

Ethan mengernyitkan dahinya, "Jadi, mereka dinas selama ini cuma kamuflase?"

Dengan berat hati Felicia menggangukkan kepalanya, "Saat itu, lo SMP. Awalnya gue berniat untuk kembali ke keluarga kita lagi, kehidupan kita lagi. Dan saat itu gue juga udah sembuh," jelasnya, "Dan, tepat di situ, datanglah cinta pertama lo, Sheila. Di momen yang tepat itu, Sheila meninggal. Sehingga gue mengurungkan niat gue untuk bertemu lagi sama lo. Gue takut, dengan kondisi mental lo yang gak stabil, lo bisa kaget bertemu dengan gue, dan yang ditakutkan, lo masih trauma banget, dan lo akan berpikir kalo Sheila gak benar-benar pergi."

Ethan mengganguk, mengingat masa lalunya yang kelam.

"Jadi, setelah itu, gue tetap belajar dan tinggal di sini. Itulah kenapa dulu Mama sama Papa sering banget ninggalin lo sama Ferdinand, demi gue. Maaf ya, Ethan," senyum Felicia tulus, "Untungnya gue pintar dan bisa ngejar semua ketinggalan. Makanya kita bisa seangkatan begini."

Ethan tertawa kecil mendengar ucapan kakaknya.

"Terakhir, saat lo SMA. Saat itu, gue udah mau kembali lagi ke dalam kehidupan lo. Tapi kata Mama, lo punya seseorang yang udah bisa bikin lo bahagia, bikin lo jatuh cinta, bikin lo keluyuran malam-malam kayak remaja biasa. Angela, kan? Di situ, akhirnya gue memutuskan untuk tinggal di keluarga Sanders aja, tanpa mengusik lo lagi, Ethan."

"Jahat," ucap Ethan sambil mengerucutkan bibirnya.

"Tapi, ternyata keluarga gue pindah ke Munich dan kita bertemu di sini. Iya, kan?" tanya Felicia sambil mengacak rambut adiknya.

Ethan mengganguk tersenyum, mendengar kakaknya berbicara, "Jadi, selama ini kakak tau kehidupan aku? Kakak tau Angela sejak dulu? Perkenalan kakak dengan Angela hanyalah sebuah kamuflase kakak, jadi kakak udah tau Angela sejak dulu?" tanyanya.

Felicia menggangukan kepalanya perlahan, "Iya," jawabnya santai, "Tapi Angela gak kenal kakak, itu pertama kalinya kakak bertemu langsung dengan Angela."

"Tapi kenapa kakak bersikap gila dan berusaha menjauhkan aku dari Angela?"

"Kakak telah campur tangan dalam kehidupanmu bertahun-tahun ini, apa lagi setelah mama bercerita tentang kamu merindukan seorang gadis yang meninggalkanmu saat kamu SMA tujuh tahun lalu. Saat secara kebetulan bertemu lagi di sini, aku memutuskan untuk menguji cinta kalian, apakah kalian saling mencintai, atau tidak. Aku ingin kamu mendapatkan pasangan yang cocok, Ethan. Aku ingin merestuimu dengan seseorang yang terbaik untukmu. Aku sedang menguji cinta kalian," jelas Felicia.

"Hasilnya, Kak?" tanya Ethan antusias dengan mata berbinar.

"Kuberitahu nanti."

"Ah, kakak," Ethan mengerucutkan bibirnya sebal, "Baik, kurasa ini waktunya untuk masuk ke ruang tunggu."

Felicia mengganguk. Tanpa berkata-kata lagi, ia menyuruh adiknya untuk segera pergi.

"Kak Alesia," panggil Ethan, "Kenapa kakak bule banget sih?"

Felicia tertawa kecil, "Papa kan datang dari Prancis. Dan mungkin juga efek lingkungan, seumur hidup ini kakak tinggal di Prancis," jawabnya yakin.

Ethan mengganguk, kemudian menarik kopernya, dan mulai melangkahkan kaki. Tiba-tiba, langkahnya terhenti. Ia menoleh ke belakang, lalu berlari menghampiri kakaknya.

Ethan memeluk Felicia erat.

"Kak Alesia, Alesia, Alesia," panggil Ethan berkali-kali, "Aku kangen sama kakak, selama ini aku nyariin Kakak." ucapnya sambil mengeratkan pelukannya pada kakak yang ia cari selama bertahun-tahun.

Felicia membalas pelukan Ethan, memeluk adiknya yang sudah tak ia temui belasan tahun, "Kita berpisah sekarang, Ethan. Tapi kakak janji, kita akan bertemu kembali di Indonesia."

* * *

TRING!

Tring! Tring! Tring!

Ethan mengernyitkan dahi, lalu mengipasi dirinya. Setelah penerbangan enam belas jam yang melelahkan, ia masih harus bersabar menunggu bagasinya.

Ia menatap ponselnya dan membaca satu per satu pesan yang menanyakan apakah lelaki itu telah sampai di Indonesia dengan selamat. Meski pun selama penerbangan ia mendapatkan koneksi internet, tetap saja ponselnya dipenuhi berbagai pesan.

Di antara pesan-pesan itu, Ethan memilih untuk membaca pesan pertamanya dari Angela.

[Angela]

Udah sampe?

Ya, bagasi lama banget

Dengan cekatan, Ethan segera mengangkat koper-kopernya ke atas troli. Dua koper dan satu tas berukuran sedang miliknya, sudah ia ambil. Waktunya keluar.

Ethan mendorong trolinya keluar dari gerbang kedatangan bandara. Matanya menatap teliti tanah airnya yang banyak berubah selama enam tahun ini. Namun ada satu hal yang menggangu hatinya,

Mengapa udara terasa panas sekali?

Ethan lekas memencet ponselnya dan melihat suhu udara kota, dua puluh lima Celcius. Ethan menatap ponselnya kaget, "Gila, panas banget!" gumamnya kaget.

Belum sampai lima minta ia keluar dari gerbang kedatangan bandara, badannya telah berkeringat akibat panasnya udara.

"Gimana gue bisa tinggal di udara sepanas ini dulu?" tanya Ethan pada diri sendirinya, sambil mengipasi wajahnya.

Ia menatap kerumunan orang-orang yang datang menjemput, lalu segera menghampiri dua orang yang ia yakini sebagai ibu dan adiknya.

"Hai, Mama," sapanya datar, menatap penampilan keluarganya yang menjadi lusuh sekarang, "Hai, adik."

"Bagus, kau sudah kembali," balas Lalisa sengit, "Segera menikah."

Ethan menghela napas panjang. Memang setelah ia pergi ke Munich, hubungannya dan keluarga tidak pernah lancar.

"Tidak bisakah, Mama memberiku sedikit waktu?" tanya Ethan memelas.

"Kau berusia dua puluh lima tahun, Ethan. Sudah waktunya bagimu untuk menikah. Tidak ada tambahan waktu lagi, jika kau masih ingin ayahmu hidup," jawab Lalisa kesal.

"Usiaku dua puluh tiga tahun." rengut Ethan kesal.

Lalisa menatap putranya tajam, "Masuk ke dalam mobil, aku akan membawamu menemui calon pengantinmu."

"Apa? Kau tidak akan memberikanku waktu untuk menyembuhkan jet lag? Munich dan Jakarta berbeda lima jam!"

"Tidak ada waktu. Segera menikahlah dengan orang kaya itu."

* * *

Yang mana part favorite kalian?

Balik ke Indonesia lagi nih:)

Terima kasih sudah membaca.

Jangan lupa share dan vommet!

Nach Sieben JahrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang