***
Lily berjalan menuju tempat yang kemarin dia dan Harry datangi. Gadis itu berdiri di depan sebuah danau, yang kemarin sempat di datanginya dengan Harry. Lily tersenyum sekilas membayangkan apa yang pernah terjadi pada waktu itu. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang berhasil membuat pandangan Lily menjadi gelap.
"Guess who i am?" Tanya orang tersebut. Ini pasti Harry. Aku kerjai saja, Batin Lily.
"Siapa kau? Penjahat ya?" Tanya Lily pura-pura, sambil meraba tangan orang yang menutup matanya. "Penjahat hati mu." Godanya, sambil melepaskan tanganya dari wajah Lily.
"Apa, sih, Harry? Bisa saja," Mau tak mau muka Lily jadi memerah, tapi dengan cepat ia mengubah ekspresinya menjadi datar, as always. Harry menghela nafasnya, lalu duduk di rumput. Di ikuti dengan Lily, yang duduk di sampingnya persis.
"Sudah lama ya kita tidak kesini lagi," Sahut Lily, yang berhasil membuat Harry menoleh ke arahnya. Cowok berambut ikal itu tertawa kecil, "Iya, terakhir kali aku kesini bersama denganmu, kan?" Lily mengangguk.
Tak lama keheningan mulai terjadi di antara keduanya. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Jujur, Lily merasa canggung dengan keheningan yang terjadi. Tapi gadis berambut brunnet tersebut bingung ingin membicarakan apa. Begitu juga sama halnya dengan Harry, ia merasa canggung dengan keheningan ini.
"Harry," Panggil Lily tanpa menoleh ke cowok yang duduk di sampingnya. Yang di panggil hanya bisa berdehem tanpa memalingkan pandangan nya dari pandangan yang sedang ia lihat.
"Kau punya mimpi?" Harry dengan cepat menoleh ke arah Lily, sambil menautkan ke dua alisnya. Lalu sedetik kemudian dia menghela nafas, "Tidak," ia terdiam sebentar. "Bagaimana denganmu?" Tanya nya.
"Aku hanya ingin pergi." Jawab Lily, sambil menatap wajah Harry yang terlihat bingung dengan apa yang gadis itu maksudkan. "Aku ingin pergi dari kota ini. Pergi dari kehidupan ini, bersama seseorang yang ku percaya." Lanjut nya.
Harry langsung menatap Lily dengan tatapan tak percaya, sekaligus bingung mengapa gadis itu bisa mempunyai mimpi seperti itu.
"Percaya untuk apa?"
Samar Harry melihat Lily tersenyum kecut, "Percaya untuk bisa menyalakan lilin di hari kematian ku." Katanya.
Harry masih menatap Lily dengan tatapan tidak percaya. Laki-laki itu menatap manik mata hazel milik gadis berambut brunnet tersebut. Menatapnya sangat dalam, sampai Harry tak sadar jika wajahnya sudah mendekat ke arah Lily.
Gadis itu dapat merasakan nafas Harry, karena wajah nya yang begitu dekat. Sampai akhirnya membuat Lily menutup matanya perlahan. Belum sempat Harry mencium bibir Lily, laki-laki tersebut melihat ada sesuatu yang cairan berwarna merah keluar dari hidung milik Lily. Dia mimisan? Teriak Harry di batinya.
"Lily, kau mimisan!" Teriak Harry dengan wajah panik sekaligus khawatir. Lily yang mendengar teriak Harry langsung membuka matanya dan menaruh tangan nya di hidung nya. Dan benar saja, dia memang mimisan. Jujur, sebenarnya ia phobia dengan darah. Tangan nya bergetar hebat saat ia melihat darah yang ada di tangannya.
"Ha-harry," Lily menatap Harry dengan gugup. Tapi sewaktu Harry ingin memeluk tubuh mungil gadis itu, tiba-tiba saja Lily jatuh pingsan. Membuat kekhawatiran Harry makin hebat. Ia langsung mengendong Lily dengan bridal style, dan menaruhnya di jok mobil. Lalu membawa gadis tersebut ke rumah sakit.
***
"Bagaimana, dokter?" Tanya Harry saat ia melihat lelaki paruh baya yang sedang mengenakan jas berwarna putih, keluar dari ruangan tempat Lily di periksa. Dokter tersebut menatap Harry dengan tatapan kecewa lalu menghela nafasnya, "Maaf tuan, tapi sepertinya kekasih anda mengalami koma."
Deg.
Tak ada yang bisa ia rasakan sekarang. Semua telah campur aduk. Antara sedih, takut, merasa bersalah. Jantungnya seperti berhenti berdetak detik itu juga. Lidahnya terasa kelu untuk bisa mengucapkan sepatah kata saja. Kakinya terasa sangat lemas, tak sanggup menyanggah tubuh besarnya.
Sepeninggal dokter, Harry berjalan menuju pintu tempat Lily sedang berbaring lemah. Lewat kaca pintu, ia bisa melihat berbagai selang yang menempel ditubuh munggil gadis itu. Penyakitnya kambuh, tapi tidak seperti biasanya. Mungkin biasanya ia akan pingsan lalu sadar kembali tapi tidak untuk kali ini.
Harry berbalik, dan menyenderkan tubuhnya ke dinding. Menghela nafas frustasi, sambil sesekali memijit pelipisnya. Sekarang ia tak tahu harus melakukan apa. Bahkan, ia tak dapat memberi tahu berita ini kepada keluarga Lily. Harry tak sanggup melihat ibu gadis itu jatuh pingsan saat melihat kondisi anak perempuannya.
Tiba-tiba pusing menyerang kelapa Harry. Pandangannya seperti kabur, bayangan di depannya seperti berkunang-kunang. Dengan tangan yang bergetar, ia mengambil sebuah pil yang memang selalu di bawanya di kantong blazer.
Harry menelan pil pengurang rasa sakit tersebut. Badannya terasa sangat lemas. Sampai ia tak sadar jika tubuhnya telah merosot ke bawah. Harry menutup matanya untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya. Ia merasa hanya dengan cara seperti ini penyakit sialan itu akan hilang.
Pikirannya terpusat kepada memori yang telah ia lakukan bersama Lily. Saat pertama mereka bertemu. Saat dimana Lily menangisi adiknya yang meninggal pada saat usianya ingin beranjak remaja. Saat ia berhasil masuk dalam nominasi saat audisi bersama band-nya. Saat dimana Lily tersenyum bahagia untuk pertama kalinya dihadapan Harry.
Terlalu banyak memori yang masih tersimpan dibenak Harry. Bahkan ia tak sanggup untuk menyebutkan itu semua satu persatu. Karena ia tahu itu pasti akan menghabiskan waktu yang sangat lama.
Harry sangat menyangi sahabat perempuan satu-satunya yang ia punya. Bahkan Lily adalah sahabat pertama yang Harry temui saat masih duduk di taman kanak-kanak.
***
A/n: okay pertama mau minta maaf banget kalau baru di update dan mudah-mudahan masih ada yang baca deh. ini sengaja dibuat cepet jadi chap selanjutnya itu bakal epilog! i hope u like it guys byexx
give me a vomments? pls

KAMU SEDANG MEMBACA
Happy // h.s
Fanfic❝why are you doing this?❞ ❝because i just want you to be happy❞ [#48 Fanfiction]