Untuk kesekian kalinya, Gley menutup panggilan yang sampai sekarang tidak dapat dihubungi.
Mungkin sudah menjadi kebiasaannya setiap malam. Selalu melakukan panggilan itu terus-menerus. Walau ia tahu, pasti itu tidak terbalaskan. Atau bisa dibilang, tidak akan pernah terbalaskan? Entahlah.
3 batang rokok sudah ia hisap untuk menemani kekosongannya. Diatas kursi gantung rotan yang nyaman sambil menikmati pemandangan kota malam hari dari balkon apartemennya yang cukup luas.
No thought was put into this
I always knew it would come to this
Things have never been so swell
I have never failed to failSekarang lagu milik Nirvana itu sudah berganti judul setelah sedari tadi ia setel di ipad miliknya. You Know You're Right. Judul lagu dari band musik legendaris Grunge, yaitu Nirvana benar-benar sangat menggambarkan kehidupan Gley saat ini.
Kehidupan Gley bisa dibilang lebih dari cukup. Uang dengan jumlah cukup banyak selalu mengalir setiap bulannya tanpa harus ia minta, beberapa mobil mahal kesayangannya terpajang di bagasi apartemen khusus untuknya, pakaian serta pernak pernik dengan brand ternama, sekolah di sma favorit yang ia impikan sejak masih kecil, tinggal di apartemen mewah yang berbeda dari yang lain.
Tetapi, itu semua masih dirasa hambar bagi Gley. Tidak ada orang yang benar-benar bisa membuatnya bahagia, membuat ia tertawa lepas untuk sekedar menghilangkan sedikit kepedihan dihatinya yang sudah lama ia pedam.
Sebut saja teman sekolahnya, dari semua teman yang ia miliki dulu hingga sekarang, tujuannya pasti hanya satu. Untuk memanfaatkannya saja. Gley tidak bodoh. Ia tahu mereka semua hanya ingin menjadikannya bahan pemerasan semata. Tetapi menurutnya itu adalah sumber dimana ia memiliki teman.
Waktu terus berjalan, pikiran Gley juga ikut berjalan. Dimana akhirnya ia memutuskan untuk menjauhkan dirinya dari teman-teman ataupun orang disekelilingnya yang ingin memanfaatkan kekayaannya saja. Gley tidak ingin hanya karena ia memiliki uang yang banyak, ia bisa mendapatkan teman yang banyak juga. Tetapi untuk apa dipertahankan jika semuanya munafik.
Semakin lama ia terbiasa dengan kesendiriannya, ia bisa melakukan hal apapun untuk membuat dirinya tenang tanpa ada yang menghalanginya. Rokok, minuman keras, obat-obatan, klub dan lainnya itu sudah menjadi kehidupannya selama kurang lebih 2 tahun terakhir. Ia melakukan itu semua agar pikiran-pikiran yang terus membuatnya sakit kepala menjadi hilang untuk sementara waktu.
Tapi, jangan pernah berfikir ia pernah mempunyai hubungan dengan lawan jenisnya. Itu sangat tidak benar. Karena Gley sama sekali tidak pernah mempunyai hubungan itu. Ia sangat menjaga dirinya untuk masalah seperti itu.
Banyak cowok yang menginginkannya, ia bisa saja memilih salah satu diantaranya. Atau mungkin lebih? Itu bukan hal yang sulit. Tetapi baginya, semua cowok sama saja. Sama-sama brengsek. Mungkin bisa dibilang seperti dady nya dulu.
Gley membuyarkan pikirannya sendiri, ia tidak mau memikirkan itu sekarang. Ia beranjak dari kursi, mematikan musik, mengambil sebuah kotak rokok dan kunci mobil.
Dengan hanya memakai crop hoodie juga celana jeans pendek ia pun pergi menuju coffee shop favoritnya yang berada tak jauh dari apart miliknya.
Seperti biasa, ia duduk diluar agar bisa merokok dan memilih tempat ujung untuk dirinya sendiri.
Gley memang tidak pergi ke klub untuk melepas rasa suntuk nya. Karena ia tahu ini masih hari sekolah. Ia tidak ingin harus berurusan terus-menerus hanya karena ia ketahuan mengkonsumsi alkohol oleh gurunya. Jadi ia akan ke club pada hari libur saja.
Pesanan sudah datang, ia menyesap flat white coffee kesukaannya sambil menikmati angin malam kota Bandung yang cukup dingin tetapi sejuk. Lalu ia menempelkan sebatang rokok di bibirnya, menyalakan korek dan membakar ujung puntung rokoknya. Entah sudah berapa kali ia merokok satu hari ini. Ia benar-benar tidak bisa jauh dari benda yang satu ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Love
Teen FictionAgleyna Lorriana. Hidup dari keluarga yang keras membuat dirinya yang sekarang menjadi berantakan. Terlalu pusing oleh memori-memorinya dulu sehingga ia mencoba menenangkan pikirannya lewat hal-hal yang seharusnya ia hindari. Bramasta Leonardo. Tumb...