Part 3

10 5 0
                                    


Detak ini tak normal. Saat berada didekatmu. Lalu, kusebut apa rasa asing ini?

****

Ah, akhirnya kita bertemu kembali...
Leonard caradoc.

Seperti yang aku pikirkan sebelum tiba disini ia sungguh...... Tampan.

Tampanya tidak main-main. Dengan rabut hitam tebal dengan sedikit poni yang terjuntai menutupi dahi. Alis tebal dengan bola mata hazel yang jernih dan tajam. Bibir tipis kemerahanya yang penuh. Kumis dan janggut tipis yang semakin menunjukan kemaskulinannya.

Dan..... Tubuh atlentis dengan perut six pack yang terpampang jelas didepan mataku. Yang membuat aku meneguk ludahku sendiri. Ya, ia hanya menggenakan celana pendek selutut.
Aku bisa melihat lukisan tato yang memenuhi kedua tangannya dan tato  berbentuk sayap malaikat yang berada di dada bidangnya. Sejak kapan ia memakai tato?

Sepuluh tahun yang lalu ia hanya seorang bocah ingusan yang sering aku goda. Dan tanggapanya?
Kadang ia hanya acuh dan pergi begitu saja. Sejak kecil, ia memang sudah dingin dan kaku. Entah jika sekarang ia bisa berubah menjadi lelaki hangat.
Seperti yang pernah aku bilang, bukankah usia bisa juga terkadang bisa mempengaruhi sikap seseorang?

Tetapi melihat  mata tajam elangnya. Yang menatapku dengan cara seperti itu. Aku tidak yakin bahwa ia benar-benar berubah menjadi lelaki hangat.dari kejahuan saja  aku bisa melihat bongkahan gunung es  tak kasat mata yang melingkupinya. Tiba-tiba tubuhku ikut menjadi dingin.

Aku masih menggenggam erat pegangan koperku. Tidak beranjak dari tempatku. Tidak juga untuk bersuara. Biarlah ia yang memulai duluan. Sekarang aku hanya menunggu. Reaksinya masih sama, ia juga terpaku ditempatnya.

Suara derit lantai kayu kembali terdengar,ia melangkahkan kakinya perlahan. Sangat perlahan hingga rasanya lama sekali. Tubuh jakung itu mendekati aku seperti gerakan slow mation. Aku mengabaikan suara detak jantungku yang kian cepat. Tidak, seharusnya tidak begini. Detak jantungku tidak pernah dengan cepat seperti ini ketika aku berhadapan dengan teman laki-lakiku yang lain. Tetapi mengapa kali ini berbeda?

"lelah? "

Hanya satu kata yang keluar dari bibirnya dan itu mungkin mampu membuatku meleleh. Aku hanya bisa bersyukur bahwa tanganku masih berpegangan dengan pegangan koper sehingga tubuhku tidak luruh kelantai kayu. Dengan kikuk, aku mengangguk pelan.

Ia menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Senyum pertamanya sejak sepuluh tahun yang lalu. Ah, mungkin lebih dari itu. Dulu saja aku sangat jarang melihatnya tersenyum. Dan beruntung sekali aku disambut dengan senyuman itu. Rasanya lelahku langsung hilang seketika.

Tanganya terulur untuk mengambil koperku, tanpa sengaja kulit kami bersentuhan. Tubuhku langsung tersentak. Rasanya seperti ada aliran listrik dalam kekuatan besar yang menyengat. Mengapa bertemu denganya saja reaksiku benar-benar berlebihan. Demi tuhan, dia sepupuku sendiri! Dan aku tahu ini salah!

Aku menarik nafas dalam, mencoba menetralkan diriku sendiri. Mencoba untuk tidak mmberfikir macam-macam. Dan mencoba untuk bersikap biasa, layaknya saudara yabg lama tidak bertemu. Semoga saja aku bisa,bukankah aku pernah ikut teater di kampusku yang lama,harusnya aktingku bagus.

"ayo, aku antar ke kamarmu. "

Suara jernihnya mampu menghipnotisku. Membuat aku terdiam dan hanya mengikutinya dibelakang. Berada didalam jarak sedekat ini dan dibelakangnya aku merasa seperti kurcaci kecil. Ia tinggi sekali, bahkan untuk melihat wajahnya saja aku harus mendongakkan kepala. Apakah aku yang terlalu pendek? Entahlah.

Rumah ini cukup luas dengan beberapa kamar yang cukup besar. Cukup untuk dihuni satu keluarga utuh. Apalagi anggota keluarga leon hanya beranggota empat orang.kedua orang tuanya. Leon, dan satu adiknya yang masih kecil  mungkin kalau aku tidak salah hitung ia masih berusia 12 tahun.

Pemandangan sebuah ruangan kamar yang cukup luas dengan desain interior yang sangat artistik. Membuatku larut didalamnya. Rapi sekali beda dengan ruangan depan yang sangat berantakan itu. Sepertinya kamar ini memang sengaja ditata karena akan aku tempati dua tahun kedepan.

Leon masuk dan membukan jendela berwarna pastel itu. Aku berjalan mendekat,didalam kamar aku bisa melihat pemandangan elok bukit-bukit hijau dari jauh dan juga rimbun pepohonan yang tertanam disekeliling rumah. Aromanya saja bisa membuatku mabuk kepayang. Benar-benar aroma alam yang sangat aku sukai.

"semoga kau betah. " ucap leon pelan.

Eh, aku baru menyadari bahwa dari tadi aku belum mengucapkan satu kata pun.

" pasti aku akan betah. "

Akhirnya!

****

Cium acu:*.

Alice's For Sad LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang