Four

33 5 0
                                        

Hohoho, miss me?😅
Maaf guys ngaret banget nih updatenya😅 tabokin sok😂 eh, jangan dung kasian. Anak orang😂
Btw, aku gatau itu bahasanya kayanya berbelit-belit bikin pusing. Maklum w ngetik nya ga sepenuh hati, rada-rada males gitu. Hahaha😂 maafkeun aku😂
Dan lagi sorry banget Part kali ini pendek, gatau kenapa di tengah* ngetik naskah ini mood aku kek terjun bebas gitu😳 sedih, tapi mo gimana lagi. Tapi tenang aja. Aku usahain up kok✌

Alah bac*t! Malah curcol😂 langsung saja ya kan?😁

Typo koreksi👌

Jangan lupa play music diatas ya guys, menurutku itu pas banget sama keadaan hatinya Abri😂

*Happy Reading*

"jadi gimana sayang? Kamu udah mempertimbangkan usul aku kemarin?" tanya Catalina begitu suami yang sangat dia sayangi duduk di sampingnya.

Mereka sedang menikmati family ti- bukan. Lebih tepatnya quality time karna Alfa sudah memejamkan matanya lebih dari 3 jam yang lalu.

Menghela nafas "sayang, kamu tau kan itu hampir mustahil banget?"

"kenapa? Tinggal pecat aja kan beres." Menatap sebal pada suaminya.

"sayang, aku bahkan gatau apa Sara bener-bener mampu di bidang itu. I mean, dia kan lulusan teknik informatika."

Lagi-lagi karena tittle.

"jadi, kamu ngeremehin Sara?" Catalina memandang tak percaya pada Rian.

Rian tak langsung menyahut, kepalanya pusing. Catalina yang over care dengan sahabatnya itu benar-benar merepotkan.

Memijat kening, dia berusaha mencari solusi meskipun sia-sia. Karna semenjak 2 minggu lalu Catalina mengatakan niat itu, dia sama sekali belum memikirkan kemungkinan jika akan memecat sahabat baiknya sendiri? Oke- itu salah satu faktor besarnya. Tapi tahukah kalian faktor yang paling besar dari itu? Dania- nama sahabat sekaligus General Manager di salah satu hotelnya. Wanita itu adalah orang yang kemampuannya tidak bisa diragukan lagi sedangkan Sara? Oh ayolah, kalian tau sendiri. Sara adalah lulusan teknik informatika dan itu sama sekali tidak ada hubungan apapun dengan dunia perhotelan.

"kalo gitu pindahin aja dia ke hotel kamu yang lain." Celetuk Catalina tiba-tiba, membubarkan lamunan Rian.

"sayang, kamu gak ngerti. Dania itu lagi hamil dan masa kamu tega misahin dia sama suaminya. Maksudku- Kamu ngerti kan?"

"iya sih. Tapi kan- tau ah, sebel sama kamu." Catalina berdiri, meninggalkan Rian yang hanya mampu menghela nafas Jengah.

5 menit kemudian Catalina kembali lagi keruang tamu dengan bantal dan guling di tangan.

"nih. malem ini kamu tidur di luar aja ya sayang? Yaaa, sekalian mikir gitu." Ujar Catalina kemudian ngeloyor pergi.

Rian melongo dengan wajah cengo "seriously sayang? Sayang?" merengek pun rasanya percuma saja karna Catalina tetap berjalan meninggalkan Rian seorang diri di ruang tamu.

Double kill.


******

Seorang pria berstelan jas lengkap dan rapi berjalan terburu menyusuri lobi kantor REYNAND PROPERTY. Siapa lagi, dari nama perusahaannya aja udah ketebak. Dia Abrisam Reynand. Siapa yang gak kenal? Nyatanya CEO sempurna seperti di kebanyakan novel romance menjelma sempurna dalam wujudnya.

Tampan, kaya, di gilai banyak Kaum hawa. Apa lagi yang kurang? Silahkan tambahkan sendiri. Dia bahkan bisa jadi pria paling berwibawa dan laki-laki gila selakangan dalam waktu yang berbeda.

Langkahnya terhenti saat seorang sekretaris cantik dengan kucir kuda menghadang jalannya "kamu lupa berkas-berkasnya dan oh ya mereka sudah menunggu sejak 15 menit yang lalu." Mengambil nafas sejenak "Kamu ga ada niat kasih tau aku kenapa kamu terlambat hari ini tuan Abrisam Reynand yang terhormat?" Celoteh wanita itu tanpa jeda. Abri hanya mengendikkan bahu tanda dia sedang tidak ingin menjawab pertanyaan dari wanita di depannya.

Mengabaikan celotehan sekertaris yang merangkap sekaligus menjadi sahabatnya sejak duduk di bangku SMA dia dengan tedeng aling-aling kemudian membuka knop pintu dan melangkah masuk ke dalam ruangan.

"selamat pagi. Ekhem!" berdehem sejenak "maaf saya terlambat. Ada masalah kecil yang harus saya selesaikan sebelum berangkat kesini tadi- " Abri memperhatikan barisan orang yang duduk rapi di depannya memandang aneh, seperti baru saja melihat beruang yang melahirkan anak gajah. "ah maaf, Jadi bisa kita langsung mulai rapat nya?"

Dan semua tatapan kagum, memuja sekaligus mencela yang tadi ditujukan untuk Abrisam terputus begitu saja mereka berpura-pura melihat kearah lain.

Detik berikutnya tatapan semua yang ada diruangan kembali tefokus pada Abri. Hanya saja kali ini untuk memperhatikan presentasi yang disampaikan laki-laki tampan nan berwibawa itu.

Abri menyalakan proyektor, kemudian mulai membuka presentasi dan membahas beberapa hal tentang Perusahaan propertynya. Dari latar belakang perusahaan, masalah yang mungkin terjadi serta solusi yang dapat dilakukan, keuangan perusahaan dan lain sebagainya secara lugas. Semua orang mendengarkan presentasi nya dengan seksama. Suaranya bahkan menggema jelas di seluruh ruangan.

30 menit kemudian Abrisam menutup presentasinya. Para calon penanam modal sepakat menanamkan sahamnya di perusahaan laki-laki itu dan dia tersenyum kemenangan. Mereka nampaknya cukup terkesan dengan presentasi Abri tadi.

"you can read it back if you're not satisfied, Mr.Brian." Tawar Abrisam pada laki-laki paruh baya dengan mata biru di depannya.

"No, I'm quite satisfied with your presentation, Mr.Reynand." investor itu berjalan mendekat dengan senyum merekah "Glad to work with you." Ujarnya lagi sembari menjabat tangan Abrisam.

"me too, Mr. Brian." Sahut Abri dengan senyum yang sama.

Kemudian, mereka berbincang-bincang ringan sambil berjalan keluar dari ruang rapat. Rombongan Mr.Brian berpamitan untuk melanjutkan kunjungan mereka ke perusahaan lain. Abri masih memasang wajah manis juga berwibawanya sampai rombongan investor itu menghilang di telan kotak kecil yang bergerak naik turun.

"jadi?"

Abri menoleh, Sica sudah berdiri di belakangnya. Sahabatnya sejak SMA itu memang punya hobi kepo-in kehidupannya.

"lu pengen gua ngomong apa? Lu udah tau." Sahut Abri sambil lalu.

"masih jadi cowok bajingan eh?" sindir Sica dengan alis terangkat.

"lu tau ca? Itu terlalu menyenangkan untuk ditinggalkan."

"dan lu cuma harus belajar memaafkan Abri..." Sica masih mengikuti Abri, berjalan pelan.

Abri menghentikan langkahnya. Menarik nafas dalam-dalam, saat kejadian beberapa tahun lalu kembali masuk dalam ingatannya. Berputar-putar seperti kaset rusak.

"seandainya setelah ngeliat dia dan karmanya gua bisa puas, mungkin gua gak akan sampai ke titik ini Sica."

Abri kembali meneruskan langkahnya, berjalan menuju ruang kerjanya.

Sica menghela nafas lelah. Semua yang pernah terjadi pada Abri di masa lalu, dia tau. Abri sakit hati, tapi bukan dengan cara ini dia harus membalaskan semua rasa sakitnya. Bukan pada para wanita yang tidak mengerti apa-apa tentang masa lalunya.

Tapi, seandainya semua itu tidak pernah terjadi mungkin Abri tidak akan jadi pria brengsek seperti ini kan?




Rongsokan BerkelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang