BERET - END

2.6K 174 26
                                    

Namja yang tengah melihat beberapa rancangan model baru untuk bulan depan itu, kini genap berusia 30 tahun. Meski begitu, Junhoe tetap saja tampan. Seperti ia tidak akan pernah menua.

Oh apa aku baru saja menyulut kembali rasa cintaku yang mati-matian kupadamkan? Yang benar saja, itu tidak boleh terjadi. Meski sejujurnya aku masih menyimpan nama Junhoe di sudut hatiku. Ya aku menyukai namja tampan itu.

Ia tersenyum, menyerahkan kembali beberapa desain pada Donghyuk, sang perancang utama butik ini. Aku tau, Junhoe tak pernah meragukan hasil karya sahabatnya itu. Tidak dipungkiri, Donghyuk adalah sutradara utamanya. Ia yang membuat butik milik Junhoe ini memiliki nama tersendiri di mata orang, terlepas dari beberapa berita tak mengenakkan lainnya.

Kembali kualihkan fokusku pada aktivitas mendisplay beberapa dress dan coat yang baru datang untuk model bulan ini. Aku, hanya seorang Song Yunhyeong, salah satu dari beberapa penjaga toko di butik milik Junhoe. Satu-satunya pengagum Junhoe yang masih bertahan meski bisikan-bisikan tak bagus para pekerja lain tentang Junhoe sering kudengar.

Bukan seperti bos yang diktator yang menggaji minim karyawannya. Tapi sebuah kabar burung yang mengatakan bahwa Junhoe punya gangguan mental. Awalnya pun aku terkejut dengan berita itu. Tapi ada hal lain yang lebih mengejutkanku.

.

.

.

.

.

***

Awal musim dingin tahun lalu, masih kuingat saat aku dan beberapa pekerja lain sibuk mendekor ulang tatanan butik. Ada satu hal yang baru kulihat saat itu, di samping pohon yang baru akan dihias saat natal tiba. Sebuah manekin cantik, oh bagaimana aku menyebutnya? Sebuah patung menyerupai lelaki manis yang seakan dipahat oleh tangan sang dewa. Sangat indah. Postur tubuhnya tidak tinggi, dua tangan mungil yang sibuk berpose, dan wajah dengan proporsi sempurna. Berdiri bersama beberapa manekin lain seakan dialah tokoh utamanya.

"Untuk manekin yang satu itu, biar aku yang mengurus sendiri pakaian yang akan dikenakannya." Titah Junhoe menunjuk sang tokoh utama.

Awalnya, aku dan beberapa penjaga toko lain takjub dengan manekin itu. Tapi lama-kelamaan, bersanding dengannya membuatku sedikit merinding. Aku mengakui jika aku kalah manis dengan wajah beku yang menatap polos seakan menghipnotis orang untuk membeli baju yang ia kenakan. Tapi bukan itu yang membuatku merasa sedikit, takut, mungkin. Oh ayolah, manekin itu sangat hidup. Benar-benar menyerupai manusia asli.

Terlebih lagi sikap Junhoe yang selalu mengistimewakan manekin itu. Hingga menimbulkan gosip diantara kami para pengagum Junhoe.

-

"Apa bos kita sudah gila? Tadi pagi aku melihatnya bicara dengan manekin itu. Aku benar-benar khawatir."

"Kemarin lusa bos Junhoe bahkan mengelus rambut manekin itu seakan dia kekasihnya."

"Kita pun dilarang keras menyentuh manekin itu, padahal aku hanya berniat membersihkannya."

"Kurasa bos kita memang sudah tidak waras."

-

Aku muak mendengar kalimat yang tak berbukti dari teman-temanku. Tak pernah sekalipun aku melihat Junhoe bersikap tak wajar. Tapi aku juga mengiyakan bahwa kami dilarang menyentuh manekin itu.

Dengan rasa penasaran yang sangat, aku mendekati manekin itu. Tentu setelah memastikan Junhoe belum datang ke butik. Obsidianku tak kulepas dari kegiatan menilik setiap bagian dari manekin itu. Tidak ada hal yang aneh selain rasa takutku jika onyx hitam itu tiba-tiba bergerak.

***

Lalu pada musim semi yang datang membawa kehangatan setelah musin dingin melanda. Tidak dengan disini, beberapa temanku mengundurkan diri dengan alasan macam-macam. Beberapa diantaranya bertahan meski kecewa saat mengetahui bos kami memiliki gangguan mental. Berita itu bukan klarifikasi langsung dari Junhoe, melainkan hanya tebakan yang diambil beberapa teman-temanku. Mereka mungkin sudah lelah atau mungkin prihatin melihat sikap Junhoe yang seakan memuja manekin itu.

Tapi tidak denganku. Ada bagian dari cerita ini yang terlewat. Saat suara kembang api saling bersahutan di tepian sungai Han. Dan beberapa orang menikmati malam akhir tahun ditengah dingin salju yang masih turun. Aku terpaksa harus kembali ke butik Junhoe karna aku lupa menyerahkan desain baju awal tahun yang masih berada di lokerku yang terkunci. Akan menjadi masalah jika desain itu tak ada di meja Junhoe besok pagi, sedangkan besok aku sendiri libur.

Aku membenarkan syalku saat dingin masih kurasa menusuk bagian leherku. Kulangkahkan kakiku lebih cepat saat butik Junhoe sudah nampak di seberang jalan. Jalanan cukup sepi, tentu, orang-orang sedang berpesta di sungai Han.

Lampu hijau untuk pejalan kaki menyala, namun kakiku mendadak sulit digerakkan. Nafasku tercekat melihat hal yang tak sengaja tertangkap obsidianku. Tangan itu bergerak, menyentuh rahang tegas namja yang memeluknya dari belakang. Kaki kecil itu kini bahkan bisa melompat, menghamburkan tubuh yang seharusnya kaku itu ke pelukan Junhoe. Merengkuh satu sama lain seakan melepas rindu dan menyalurkan cinta. Bibir cerry yang selalu tersenyum itu terlihat mengucap kata 'aku mencintaimu' berulang-ulang, jika aku tak salah menangkap. Dan Junhoe membalasnya. Jinhwan. Junhoe memanggilnya Jinhwan.

Aku melangkahkan kakiku menyeberangi jalan, berdiri di depan etalase butik Junhoe. Meyakinkan mataku atas apa yang telah terjadi. Menyakitkan saat menyadari bahwa aku bahkan kalah dibandingkan dengan sebuah manekin aneh yang bisa bicara dan bergerak. Air mataku lolos saat melihat Junhoe yang membelakangiku, dari gesturnya, ia tengah mencium manekin sialan itu.

Jinhwan melihatku di balik punggung Junhoe, terhalang kaca bening etalase. Aku terkejut saat onyx indah itu bertemu dengan mataku. Tidak dengannya, ia malah tersenyum manis dan mengisyaratkanku untuk diam.

***

.

.

.

.

.

"Yunhyeong, jam kerjamu sudah selesai setengah jam yang lalu. Kau betah sekali di butik, lihat, pacarmu sudah menunggumu di pintu depan." Junhoe menepuk pundakku. Menyadarkanku yang seakan masih bermain dengan mesin waktu.

Aku mengangguk, tersenyum dan berpamitan pada bos sekaligus cinta lamaku. Berjalan menuju pintu untuk menemui Chanwoo, namja bongsor yang 4 tahun lebih muda dariku dan juga kekasihku kini. Ayolah, aku tak mau serakah. Tau bahwa Junhoe masih waras saja sudah cukup, ya meski hanya aku yang mengetahui nyatanya. Aku yakin Jinhwan bisa membuatnya bahagia. Sekarang biarkan aku bahagia juga dengan Chanwooku ini.










END - 924

END - 924

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
beretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang