Evolusi Cahaya 1

1.3K 124 1
                                    

*karna cahaya berevolusi

suatu saat ia bersinar indah, kadang pula ia meredup

setelah meredup mungkin ia akan bersinar lebih terang, atau mungkin juga padam*

.

.

.

.

.

Donghyuk memahan rasa pahit yang mulai menjalar di mulutnya. Obsidiannya bergerak mengamati seseorang yang tengah membereskan alat makan di meja nakas.

"Sekarang istirahatlah. Aku akan membangunkanmu dan kita bisa keluar sebentar sore nanti. Kau bosan disini kan?" Bobby, namja tadi meninggalkan Donghyuk yang masih menahan rasa mual karna sesuatu yang berada dalam mulutnya.

Saat pintu kamarnya tertutup, ia segera meraih tissu dan mengeluarkan sebuah pil yang sedari tadi tak ditelannya.

"Apa dia mau membunuhku dengan terus mencekokiku pil-pil ini?" Sungut Donghyuk masih tak mengalihkan pandangnya dari pintu yang tertutup di ujung sana.

Namja manis itu kemudian beringsut menuju kamar mandi di ruang itu, mengambil sebuah ponsel yang ia sembunyikan di belakang tempat sabun.Kembali ia mendial nomor seseorang, berharap seseorang di sebrang sana mengangkatnya dan membawanya pergi dari sini.

"ARGH!!!!"

Kembali, hanya suara operator yang ia dengar. Nomor itu masih tidak aktiv seperti hari-hari yang lalu.

"Donghyuk! Kau mencoba menghubunginya lagi?!" Sial bagi Donghyuk. Teriakannya barusan memancing Bobby kembali masuk ke kamar itu.

Bobby merebut paksa ponsel dari tangan Donghyuk dan membantingnya hingga menjadi beberapa bagian. Donghyuk takut, jujur ia sangat takut pada Bobby saat ini. Tapi, ia juga tak ingin terus membusuk sia-sia disini. Ia harus keluar.

Donghyuk mencoba mendorong tubuh Bobby dan berlari ke arah pintu kamar yang terbuka. Kakinya melangkah sekuat yang ia bisa. Ia menguatkan hatinya meski kini air matanya sudah membanjiri pipi yang mulai menirus itu. Ayolah Donghyuk, ini bukan saatnya menangis.

Bobby masih berdiri di tempatnya dan menghela nafas. Ia melangkah perlahan mencari keberadaan Donghyuk di sekitar rumah. Ya, tak akan pernah ia membiarkan satu pun pintu rumah tak terkunci. Dan inilah alasannya, agar Donghyuk tak kabur lagi-lagi-dan lagi.

Bobby menemukan Donghyuk meringkuk di depan pintu keluar. Dapat dilihat bahunya bergetar dan beberapa isakan terus terdengar disana. Ia sudah menyerah mencari jalan keluar rupanya.

"Donghyuk, maafkan hyung sudah memarahimu tadi. Kita kembali ke kamar oke?" Bobby melembut,  berjongkok tepat di depan Donghyuk dan mengelus pucuk kepala Donghyuk.

"TIDAK! Biarkan aku pergi hyung! Berhenti mengurungku! Kau gila hyung! Kau sudah gila!" Donghyuk berusaha menjauhkan tubuh Bobby yang kini memaksanya kembali ke kamar.

Bobby mengangkat tubuh Donghyuk ke pundaknya, mengabaikan puluhan pukulan namja manis yang terus memberontak itu.

Sesampainya dikamar, Bobby menjatuhkan tubuh Donghyuk ke kasur dan segera meraih tali di laci nakas. Mengikat kedua kaki dan tangan namja semok itu untuk menghentika pergerakannya. Menyuntikkan sebuah cairan yang Donghyuk sendiri tak tau itu apa. Yang ia tau, tubuhnya akan melemah sesaat setelah cairan itu masuk ke arterinya.

Dengan setengah kesadarannya, Donghyuk menatap lemah Bobby. Bagaimana hyung kesayangannya itu telah jauh berubah. Hingga dengan tega mengurungnya dalam kamar selama dua bulan terakhir hanya karna ia ingin bertemu Hanbin, pria yang dicintainya.

.

.

.

.

.

TBC - 473

beretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang