Beruang Kutub

36 4 2
                                    

Aku duduk di atas ayunan depan rumahku, mengayunkannya pelan. Aku baru seminggu pindah ke rumah ini, masih belum punya teman.

Kata ibu, dirumah sebelah ada seorang anak lelaki yang sebaya denganku,

Namun sejak kepindahan ku ke rumah ini aku sama sekali belum pernah melihatnya padahal sudah seminggu lamanya.

Aku cukup penasaran dengan si anak itu, pikirku mengapa tidak ku sambangi saja rumahnya dan memulai untuk berkenalan.

Aku berniat untuk mampir ke rumahnya sekaligus memperkenalan diri sebagai tetangga baru.

Yah ide bagus, aku bergegas menghampiri ibu di dapur.

"Buu... aku ingin menemui tetangga itu, ingin berkenalan dengannya." Ujarku menuju ibu yang tengah sibuk membuat kue.

"Iya bagus begitu, kita harus silahturahmi dengan tetangga, kalau dia belum sempat datang, baiknya kita yang mendatanginya. Ini kamu bawa kuenya sekalian." Ibu menyiapkan kue untuk ku bawa.

"Apa ibu mau ikut?"

"Tidak, tapi nanti ibu akan kesana, sekarang ibu belum selesai membuat kue. Khawatir gosong kalau ditinggal."

"Baiklah bu."

Sambil membawa kue buatan ibu aku menuju rumah itu dengan senyum yang mengembang dan harapan bisa bertemu dengannya si tetangga baru.

'tok tok tok' 3 kali aku mengetuk pintu rumah itu, tak ada tanda tanda kehidupan sepi....

Apa ini rumah kosong yang terisi penuh oleh hantu ya, pikirku tak berdasar, sebab rumah ini terlihat terawat dan bersih.

"permisi aku tetangga baru disini," masih tak ada balasan
Ku ketuk kembali "tok tok tok"

"Aku membawa kue buatan ibuku," masih cukup sabar dengan senyuman sedikit kesal.

"Apa ada orang? Keluar lah wahai penghuni." Bibirku mulai kerucut. Masih mencoba sabar menunggu.

mulai terdengar suara langkah kaki dari dalam.

"Aku gadis berusia 15 tahun menuju 16 Tolong Buka pintunya. Aku ini anak baik-baik kok." Aku masih berusaha.

Terlihat knop pintu mulai bergerak memberi sedikit ruang terbuka,hanya hidung seseorang yang terlihat disitu.

"Ada apa?" Sang empu membuka suara.

"Tadi aku sudah memperkenalkan diri, tapi aku bisa menjelaskannya kembali selagi kamu mau membukakan pintu dan mungkin mempersilahkan ku untuk masuk." Aku menyelonong masuk.

"Hey bahkan aku belum mempersilahkan." Ujar lelaki itu bersembunyi di balik pintu

"Memangnya ada apa? Aku kan hanya bertamu." Terus saja berjalan.

"Hmm."

"Huaaaaaa, kamu apa-apaan?" Aku terperanjat, sontak menutup mata dengan tangan kiri sedang tangan kanan menggenggam kue.

"Saya baru saja selesai mandi," rambutnya basah dengan handuk yang masih terpasang mengikat pinggangnya.

"Kenapa tidak bilang, kenapa tidak salin terlebih dulu."

"Bagaimana bisa, kamu masuk begitu saja dan terus mengoceh."

"Yasudah sana cepat salin!" Mengarahkan jari telunjukku sebagai isyarat agar ia cepat pergi.

Ia kembali dengan mengenakan kaos oblong dan celana pendek se-lutut terkesan santai.

"Aku tetangga barumu,rumahku tepat di sebelah kanan rumah ini"

"Oh," dia ber-oh.

"Aku sudah seminggu disini tapi aku belum pernah melihatmu, baru sekarang dan ini juga karena aku yang datang kesini."

"Iyah malas untuk pergi keluar."
sambil mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk.

"Ini ada kue dari ibuku."

"Iyah terimakasih untuk ibumu."

"Hanya ibuku? Aku telah mengantarnya kemari."

"Hmm" dia kembali berdehem.

"Oke baiklah terimakasih hanya untuk ibu." Aku memutar bola mataku.

Aku diam beberapa saat menunggu dia berucap. Tapi ini malah menjadi awkward moment dia malah ikut diam.

"Hey, apa kau makhluk aneh tua yang hidup di pedalaman amazon dan lupa caranya berkenalan?" Tanyaku sedikit ngegas.

"Hah?"alis matanya berlikuk bingung.

"Ah sial! Oke biar aku saja, namaku Delin," aku menjulurkan tangan dan menegaskan ucapanku.

"Lion" untung saja dia mau membalas jabatan tanganku walau raut wajahnya terlihat malas melakukan itu. Kalau tidak sudah kucakar mukanya yang sok kegantengan itu.

"Oke, Lion sebal rasanya berkenalan denganmu." dan ia hanya menaikkan alisnya.
Aku malas berlama-lama dengannya yang menyebalkan "dasar beruang kutub."

"Baiknya aku pulang," langsung saja aku berdiri dari duduk dan pergi berlalu.

Di rumah, "buu... tetangga itu sangat menyebalkan, kalau saja aku tidak sabar dan ingat bahwa aku orang baru disini, sudah ku cakar habis wajahnya itu." Aku mengoceh pada ibu.

"Benarkah? Tapi firasat ibu dia itu anak yang baik." Kata ibu sok tau.

"Baik apanya bu? Bernafas saja bisanya dia itu bu, pelit bicara orangnya dan sedikit aneh." celotehku kesal.

"Oh yah? Lucu sekali anak itu." Ibu terkikik geli.

"Ihhh ibuu, ibu tidak percaya padaku tentang manusia satu itu? Oh iyah dia bilang makasih katanya bu. Masih tau terimakasih untungnya" aku benar benar kesal, kesan pertama ku jelek terhadapnya.

"Iya, hust kamu jangan bilang begitu." Ibu mencubit bibirku.

"Ya abisnya aku kesal bu, apa tidak ada anak lain selain dirinya di sekitar sini bu?"

"Ibu tidak tau, ibu baru melihat satu anak ya dia itu."

"Ya ampun, menyebalkan sekali rasanya pindah ke sini terlebih bertetangga dengannya."

"Sudahlah, kamu baru sekali bertemu dengannya, lama-lama juga kamu pasti akan tau kalau dia baik." Ibu malah terus membelanya lebih baik aku mandi agar hatiku lebih adem.

"Delin mandi saja deh, malas membicarakannya." Aku bangkit dari duduk dan pergi ke kamar.

Kamarku di lantai atas. Sebenarnya aku senang bisa pindah ke sini karena pemandangan dari balkon sore sore begini sangat menenangkan, senja itu terlihat kemilau.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Debris Of MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang