Sabtu bukanlah hari libur bagi tempatku bekerja, namun kami bekerja hanya setengah hari. Diandra sudah nampak membereskan barang-barangnya, bersiap pulang.
"Masih banyak ya Sha?" Tanya Diandra sembari berjalan menghampiriku.
Aku mengedikkan kepala. Sudah tidak memiliki tenaga untuk sekedar menjawab pertanyaannya. Minggu ini benar-benar membuatku lelah karena banyak sekali pekerjaan yang harus diselesaikan bahkan aku terpaksa membawanya pulang karena tidak mungkin aku berada di kantor ketika kantor sudah tutup. Aku takut.
"Maafkan aku tidak bisa membantumu."
Wajah cantik di depanku tampak menyesal. Aku tahu bukan karena Diandra tidak mau atau tidak bisa membantuku. Namun seseorang yang belum keluar dari ruangannya di sebelahku yang membuatnya tidak bisa membantuku.
"Tidak apa. Pulanglah. Kamu masih ada acara setelah ini-kan?"
Hari ini Diandra bercerita kalau kekasihnya yang sudah hampir 10 tahun bersama sepertinya akan melamarnya. Melihatnya yang seharian ini ceria, membuatku juga ikut merasakan kebahagiaan yang sedang dia rasakan.
"Bagaimana laporan yang saya minta?"
Suara bariton itu mengembalikanku dari lamunan.
"Sedang dalam pengerjaan Pak."
Aku kembali berkutat dengan komputer di depanku.
"Seharusnya kamu memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin. Bukan malah melamun."
"Baik pak."
Aku kembali memfokuskan diri pada deretan angka dan kata di depanku, mengabaikan orang yang saat ini paling ingin aku hindari.
"Tolong buatkan saya matcha latte lalu antakan ke meja saya. Jangan pakai lama."
Aku menghembuskan nafas kasar ketika pintu ruangan disebelah tertutup. Bagaimana aku bisa segera menyelesaikan laporan-laporan ini kalau pekerjaanku selalu diinterupsi!
Aku bangun dari posisi dudukku, ingin membuat minuman sebelum Bosial itu kembali kemari. Saat akan melangkah ke pantry khusus di lantai ini suara pintu lift terbuka mengalihkan perhatianku. Seorang wanita yang sangat cantik keluar dari sana.
Wanita itu mengenakan dress ketat yang bisa dikatakan sangat seksi karena hampir memperlihatkan keseluruhan kaki jenjangnya dan bagian atasnya yang sangat rendah sehingga bagian depan itu tampak nyaris tumpah. Rambutnya yang berwarna burgundi tergerai diletakkan di satu sisi wajah, sehingga leher jenjangnya semakin terlihat. Bisa kulihat juga kuku jari tangannya berwarna sama dengan rambutnya. Oh, jangan lupakan High heels dengan hiasan berbentuk lingharan berwarna emas dan kuku kaki nya yang berwarna burgundy juga.
"Ada yang bisa saya bantu?"
Aku menghentikan langkahnya yang hampir saja mencapai pintu ruangan Marvel yang masih tertutup. Bukannya menjawab, wanita di depanku ini malah memandangku, menilai, dari kepala hingga kaki.
"Ada yang bisa saya bantu mbak?"
Aku berusaha profesional. Setelah puas menilai, wanita ini kini berdiri dengan santai. Tumpuan kakinya berpindah hanya di kaki kiri dan tangannya bersedekap tak lupa kepalanya yang "terpaksa" harus menunduk karena tinggiku tidak lebih dari dagunya. Terkutuklah high heels itu!
"Kamu tidak tahu siapa saya? Berani sekali kamu menghalangi jalan saya ke ruangan tunangan saya."
Aku mengerutkan dahi. Sedikit tidak percaya kalau Marvel memiliki tunangan seperti ini. Setelah sedikit mempertimbangkan aku membiarkan wanita di depanku ini untuk masuk lalu aku kembali ke tujuan awalku. Membuat matcha latte dan mungkin tambahan satu cangkir teh untuk wanita tadi.
****
Ifo membuka pintu didepannya dengan tangan kiri yang berusaha menjaga nampan berisi minuman untuk bos beserta tamunya. Setelah berhasil membuka pintu, Ifo hampir saja mengumpat karena terkejut melihat apa yang ada di depannya sehingga minuman panas itu bergoyang dan isinya sedikit tumpah mengenai kakinya.
"Aduh."
Marvel dengan sigap berjalan menghampiri begitu pekikan Ifo terdengar meninggalkan wanita yang kini memasang wajah tidak suka karena aktifitasnya terganggu.
"Kamu tidak apa-apa?"
"Eh, iya."
Ifo sedikit terkejut mendapati bosnya kini sangat dekat dengannya. Marvel tampak tidak mempermasalahkan keterkejutan Ifo karena pemuda itu sibuk memperhatikan kedua kaki Ifo yang mulai memerah karena terkena air panas.
Marvel berdecak tidak suka, dengan lembut diambilnya nampan itu, membawa Ifo ke arah toliet di dalam ruangannya setelah menempatkan nampan itu ke atas meja tamu.
"Lain kali hati-hati Ifo."
Marvel masih sibuk membersihkan kaki Ifo dengan air agar tidak semakin melepuh. Sekali lagi memastikan tidak ada luka lain di permukaan kulit sekretarisnya, Marvel baru membawa Ifo kembali ke ruang kerjanya. Kesadarannya kembali saat mendapati Belinda masih ada di ruangannya.
"Kenapa kau masih disini Belinda?"
Nada tidak suka sangat terasa dalam pertanyaan lelaki itu.
"Memang kenapa? Apa salahnya aku disini?"
Ifo merasa sedikit canggung berada di ruangan ini sebenarnya, namun mau pergi tidak bisa karena lengan kanannya masih dipegang oleh Marvel.
"Sudah ku katakan aku tidak memiliki niat menjalin hubungan denganmu."
Ifo tersentak ketika tubuhnya tertarik menabrak dada bidang di sebelahnya.
"Kau tidak lihat? Kekasihku membutuhkanku?"
"A..apa?!"
------
hai, malam minggu aku update,
iya, iya, habis dinner (non)romantis aku tiba-tiba dapet pencerahan.
Wkwkwkw.
Part sebelumnya aku private, jadi follow aku dulu ya, lalu add cerita ini di library kalian^^
selamat membaca
salam,
ichigo, yang kekenyangan>,<
KAMU SEDANG MEMBACA
LAMENTATION
عاطفيةSLOW UPDATE, PRIVATE ACAK, 18+ bukan angka untuk menunjukkan adanya adegan ena-ena. Tapi menunjukkan konten yang bisa dicerna oleh usia tersebut. Kedewasaan pembaca dalam menyikapi sebuah kisah dalam cerita ini sangat diharapkan. Jadi, dewasa sebelu...