"Nila, tunggu dong." Jingga berhenti di sebelah Nila sambil terengah-engah. Mengatur napas sejenak. Nila hanya diam dan tersenyum melihat sahabatnya itu.
"Lo jalan lama sih," protes Nila.
"Lo yang kecepetan," sergah Jingga tak mau kalah.
Nila terkekeh. Namun, tawanya mereda setelah melihat seorang laki-laki yang sedang berjalan mendekat.
"Baru sampe lo Ru?" Tanya Jingga. Laki-laki itu -Biru- mengangguk.
"Udah ah gue mau langsung beli minum, haus ni," ucap Jingga mulai melangkah meninggalkan Nila dan Biru.
Namun, tiba-tiba sebuah bola basket melayang lalu mengenai kepala Jingga. Membuatnya ambruk seketika ke lantai.
Dengan cepat, Biru dan Nila mengejar menghampiri Jingga yang meringis kesakitan itu.
"Aduh, Maaf ya Ga, gue gak sengaja," ucap Evan menyesal.
Jingga tidak menjawab. Dia hanya peduli kepalanya yang saat ini masih terasa nyut-nyutan. Tangannya terus menyentuh dahi. Berharap bisa sedikit mengurangi rasa pusing. Namun, terasa ada yang mengalir pada tangannya.
Merah.
Apa ini darah?
Jingga melirik tangannya, dan benar saja, tangannya terluka. Mungkin akibat jatuh dan tergores semen. Untung saja bukan kepalanya yang bocor.
"Lo berdarah Ga." Dengan sigap, Biru langsung menelusupkan tangannya antara pinggang dan kaki, menggendong gadis itu menuju UKS.
***
"Lo gak apa-apa kan?" Tanya Biru khawatir. Padahal Jingga sudah ditangani oleh petugas PMR tadi. Lukanya pun sudah di perban.
"Gue baik-baik aja Ru," jawab Jingga.
"Makanya kalau jalan itu lihat-lihat," Biru mengacak pelan puncak kepala Jingga hingga rambutnya sedikit berantakan.
Nila melihat Biru yang perhatian sekali dengan Jingga, hanya tersenyum. Senyuman untuk menutupi panas hatinya. Nila tahu, Biru menyukai Jingga. Walaupun Biru tidak pernah mengakui setiap Nila tanya perihal Jingga. Namun, dari perhatiannya terhadap Jingga selama ini sudah cukup menjawab.
Memang, Biru juga perhatian pada Nila. Tapi itu hanya perhatian sebatas sahabat. Berbeda dengan sikap Biru terhadap Jingga. Ada selipan makna dibalik semua sikap Biru pada gadis itu. Tapi, Jingga tidak pernah peka terhadap perlakuan Biru.
***
"Lo deket sama Kak Vian?" Tanya Nila suatu hari. Biru sedang mengantri memesan makanan untuk mereka. Sedangkan Jingga dan Nila duduk rapi di meja kantin menunggu Biru.
Jingga mengangguk semangat.
"Ga, lo gak merasa apa kalau Biru itu suka sama lo?" Nila terlihat serius bertanya pada Jingga.
Jingga menatap Nila sekilas lalu tersenyum. "Gak mungkin, gue anggap dia sahabat aja."
"Tapi ... Biru suka sama lo Ga." Nila tetap bersikeras membuat Jingga percaya kalau Biru menyukainya.
Jingga melirik pada Nila sekali lagi, lalu tersenyum, yang tidak Nila mengerti arti dari senyumannya itu.
"Lo suka Biru ya?"
Pertanyaan Jingga membuat Nila tersentak kaget. Pipinya tiba-tiba memerah.
"Gak, apaan sih." Nila langsung menundukkan kepalanya, agar Jingga tidak dapat melihat pipinya yang mulai merona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Warni Rasa (TERBIT)
Teen Fiction#Teenlit1# SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH KARENA SUDAH TERBIT!! Highest Rank #1 in Teenagers (21-08-2018) Rank #72 in Teenlit Rank #194 in Teenfiction (21-08-2018) Rank #338 in Teenlit Rasa itu warna. Harus seperti putih yang suci. Atau seperti hijau yan...