25

778 88 68
                                    

"Kenapa laki-laki hanya berjuang di awal saja? Apa merasa tantangannya sudah selesai dilewati, lalu merasa menang?"

-Jingga-

***

Jingga baru saja keluar dari perpustakaan. Membantu Bu Nia menyimpan buku-buku yang tadi dipakai oleh murid sekelas.

Gadis itu baru saja melangkahkan kakinya keluar dari pintu, tapi sebuah kaki menghalangi jalannya hingga Jingga jatuh tersungkur. Gadis itu refleks mengaduh sambil memegangi lututnya yang terasa sakit.

"Sukirin!" Gadis itu mendongakkan kepalanya, dan mendapati Vitha sedang bersidekap sambil tertawa jahat. Mirip seperti monster gigi menyeramkan.

Rupanya tadi Vitha memang sengaja membegal kaki Jingga sampai tersandung dan akhirnya terjatuh seperti ini.

Dengan susah payah Jingga berusaha kembali bangkit. Walaupun masih sambil meringis dan memegangi lututnya.

"Itu akibatnya kalo lo berani sama gue!"

Ya Allah berikan Jingga kekuatan super, yang bisa nendang orang sampai ke Mars. Biar orang ini ketemu sama alien-alien yang jahat di sana.

Jingga memanjatkan doa dalam hati, yang walaupun dia tahu itu mustahil.

"Redi itu punya gue! Mendingan lo--"

"Vitha!" Jingga maupun Vitha langsung menoleh ke arah sumber suara. Dan mendapati Redi yang sedang jalan mendekat.

"Gak usah ganggu Jingga!" Redi menatap Vitha tajam. "Ikut gue!" Laki-laki itu langsung menarik Vitha pergi menjauh dari sana.

Sedangkan Jingga hanya bisa diam. Sekali lagi gadis itu meringis kesakitan, lalu berusaha melangkahkan kakinya berjalan menuju UKS.

***

"Kenapa bisa sampai memar gini sih?" Mutia sedang kebagian jadwal piket PMR hari ini. Dengan telaten dia mengobati Jingga, yang sedang duduk di atas brangkar.

"Gue jatuh tadi." Jingga berbohong. Sebenarnya dia tidak berniat begitu. Tapi, dia takut kalau mengatakan yang sejujurnya, takut menimbulkan masalah-masalah lain. Jadi, biarlah dia tutupi sendiri. Jingga selalu berdoa agar dirinya selalu dalam perlindungan-Nya. Amin.

"Selesai!" Mutia bangkit dari duduknya. "Lain kali hati-hati."

Jingga mengangguk lalu tersenyum. "Thanks ya."

***

"Jingga, lo ke mana aja sih? Gue cariin--" Frida menghentikan perkataannya, lalu membulatkan matanya. "Ya ampun! Kaki lo kenapa? Sampai di perban segala?"

Jingga berjalan pelan-pelan menuju bangkunya. Dibantu oleh Frida yang cekatan memapah Jingga.

Jingga meringis, sampai akhirnya bisa duduk juga di bangku.

"Jatuh," jawabnya setelah susah payah mencapai bangku.

"Et dah, hobi banget sih jatuh. Mau punya adek lo?" Celoteh Frida.

Warna Warni Rasa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang