5

1.2K 404 358
                                    

"Merah selalu menyulut. Membuat perhatianmu terenggut."

☆☆☆

"Jinggaaaaaaa...," teriakan seseorang membuat gadis yang tengah sibuk dengan ponselnya harus terganggu dan langsung menoleh dengan cepat.

"Gila! Kemarin diantar pulang, hari ini berangkat bareng juga?" Pekikan Frida membuat Jingga refleks menutup kedua telinganya.

"Lo yang gila! Lo pikir suara lo merdu apa teriak-teriak gitu?" Ledek Jingga.

"Satu sekolah udah pada ngomongin lo tau gak!?"

Jingga tidak menjawab. Karena dia sudah tahu pasti ini yang akan terjadi. Namun sekarang yang muncul dalam diri adalah kekhawatiran. Rasa takut akan bayangan-bayangan tadi yang sempat menghantuinya di mobil Redi.

Gadis itu mengalihkan pandangan lalu merubah posisinya menjadi telungkup di atas meja dengan tangan menutupi wajah.

"Kenapa?" Tanya Frida yang aneh melihat Jingga. Bukannya gadis itu senang karena bisa sedekat itu dengan seseorang yang notabennya pentolan sekolah. Dia malah terlihat tidak malas.

Jingga tidak menapik bahwa dirinya juga merasa senang akan hal itu. Tapi rasa takutnya lebih besar dari apa pun.

"Lo ingat gak, Bianca, Kelas X-1 yang pindah sekolah beberapa bulan lalu?" Tanya Jingga.

Frida mencoba memutar otak. Mencari dokumen di lemari otaknya tentang nama yang disebutkan Jingga barusan.

Gadis itu mengangguk setelah dengan yakin dia mengingat orang yang namanya Jingga sebutkan tadi.

"Gue gak mau kaya dia," kata Jingga. Membuat Frida mengerutkan keningnya. Jingga mendengus karena sebal dengan ke-lemot-an sahabatnya ini.

"Dia kan di bully parah sama senior yang suka sama kak Redi, sampai gak kuat akhirnya dia pindah sekolah." Jingga mencoba mengingatkan Frida kejadian beberapa waktu yang lalu.

"Iya ya? Tenang, ada gue yang siap belain lo kok," kata Frida mencoba menenangkan kegelisahan Jingga. Namun cara itu tak cukup jitu karena Jingga semakin merasa resah.

***

Waktu istirahat tiba. Seluruh murid sudah menghambur ke luar kelas, tak terkecuali Jingga yang kini masih duduk di bangkunya, enggan keluar.

Frida mencoba membujuk Jingga untuk mengikutinya ke kantin. Berbagai cara gadis itu lakukan, mulai dari menawarinya minuman gratis, ada ciki baru berhadiah berlian, bahkan mentraktir bakso mantapnya Pak Akum.

Frida pasrah menyadari bahwa cara-caranya itu tidak ada yang berhasil. Jingga masih takut untuk ke luar kelas dan menemui senior-seniornya yang pasti berkeliaran di sana.

Jingga bukan tipe anak yang suka mencari masalah. Maka dari itu lebih baik dia menghindarinya saja. Sebenarnya bisa saja Jingga melawan kalau-kalau seniornya itu melakukan hal tidak enak padanya. Namun, dia tak ingin mengorbankan point-point yang sudah dengan susah payah di dapatnya selama ini.

Frida menyerah. Lelah membujuk Jingga yang kadang keras kepala itu.

"Yaudah gue ke kantin sendiri lagi, lo mau nitip apa?" Tanya Frida akhirnya.

Warna Warni Rasa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang