"Masa lalu itu hanya untuk dikenang,
Namun bukan tempat yang cocok untuk ditinggali."-Frida-
☆☆☆
"E-em karena saya ... suka kamu."
Bola mata Jingga membulat sempurna. Mulutnya yang ikut menganga tidak dapat ia kontrol dengan baik. Jingga terkejut. Bahkan terlalu terkejut dengan pernyataan Redi barusan. Apakah saraf pendengarannya sudah kurang bekerja dengan baik? Baru saja gadis itu mendengar Redi mengatakan 'suka' padanya.
Mau percaya takut musyrik. Tidak percaya pun Jingga merasa sistem pendengarannya masih berjalan dengan baik.
Frida yang berdiri selangkah di belakang Jingga tak kalah terkejutnya. Mendengar seorang Redi Gunawan, Sang Ketua Osis ganteng di sekolahnya itu baru saja menyatakan cinta pada Jingga? Demi sirup marjan yang terlihat lebih menggoda saat Ramadhan, Frida tidak dapat mempercayai ini.
"Salah ya?" Redi terlihat sangat berhati-hati saat bertanya. Jingga masih diam di tempatnya. Mulutnya sudah tertutup rapat sekarang. Namun, pernyataan Redi barusan membuat pipinya memanas.
Dia senang. Sungguh! Tidak usah ditanya seberapa tingkat bahagianya hari ini. Jingga juga menyukai Redi, bisa saja gadis itu bilang juga bahwa dia memiliki perasaan serupa, lalu mereka jadian dan bahagia. Namun, kembali pada kejadian beberapa hari lalu, tentang Vitha yang mengancamnya dengan begitu horror, membuat Jingga menciut. Mungkin saja, kalau Jingga menceritakan semua pada Redi, Vitha tidak akan mengganggunya lagi. Dan bukankah Jingga juga mempunyai Biru, yang selalu menjadi pahlawan kesiangannya Jingga dari dulu hingga sekarang.
Ah Biru!
Jingga baru menyadari bahwa kehadiran Biru dalam hidupnya tidak bisa dilupakan begitu saja. Laki-laki itu yang selalu bisa membuatnya senang. Membuatnya merasa aman dan dilindungi. Apapun statusnya Jingga tidak peduli. Jingga akan tetap menyayangi Biru sampai kapanpun. Walaupun sekarang sikap Biru cuek padanya. Tapi Jingga yakin seratus persen bahwa laki-laki itu masih peduli padanya. Walau tidak secara terang dia memperlihatkan.
"Kok diam?" Redi mengibaskan tangannya di depan wajah Jingga, membuat gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali.
"Jadi gimana? Kamu mau gak jadi--"
"Kak," dengan seenak jidat Jingga memotong perkataan Redi. "Jingga lupa, mama udah nungguin di depan, kasian kalau lama-lama," Jingga mengambil tas miliknya dan Frida yang berada di kursi dengan gerakan cepat.
"Jingga duluan ya Kak." Gadis itu langsung bergegas pergi meninggalkan kelas dengan langkah seribu, tidak lupa menarik Frida yang sedari tadi hanya diam dan terpaku di tempatnya tanpa niat bergeser sedikitpun, untuk mengikuti langkahnya pergi dari sana.
***
"Ga, Ga," Frida berusaha membuat Jingga berhenti dengan terus memanggilnya, karena sedari tadi Jingga terus berjalan dengan langkah cepat sambil menarik tangannya.
"Hm?" Jingga hanya bergumam, membuat Frida kesel setengah mati.
"Berhenti dulu udelnya Suneo!"
Jingga menghentikan langkahnya, lalu berbalik badan menghadap Frida sambil menaikkan sebelah alisnya, tanda bertanya, "Apaan sih?"
"Tadi itu Kak Redi lagi nembak lo," Frida geram sendiri. Entah kenapa anak itu jadi begini.
"Udah ya Da, gue gak mau bahas."
"Kenapa? Lo gak suka sama Kak Redi?" Tanya Frida.
"Suka," jawab Jingga dengan polosnya.
"Terus kenapa malah mengalihkan pembicaraan?" Sudah mirip seperti wartawan gosip yang sedang mewawancarai artisnya. Detail dan panjang. Berbagai pertanyaan mereka ajukan.
Jingga menghela napas berat. Menatap Frida sekilas lalu mengalihkannya ke arah lain. Namun, pandangannya terkunci pada dua orang anak manusia yang tengah asik bercengkrama di ujung koridor. Frida menoleh, mengikuti arah pandangan Jingga.
"Karena dia?" Tanya Frida. Melihat Biru sedang bersama cewek lain membuat Jingga merasa ada yang mengganjal di dalam hatinya.
"Biru itu masa lalu lo, dan Kak Redi masa depan lo Ga, masa lalu itu hanya untuk dikenang, namun bukan tempat yang cocok untuk ditinggali."
Jingga menatap Frida tidak percaya. Sejak kapan seorang Frida yang hobinya ngaca itu bisa berkata bijak seperti tadi. Kebanyakan makan remehan rempeyek ni anak.
***
Jingga terus menekan tombol remote tv yang digenggamnya dan terus memindahkan saluran. Entah acara apa yang sedang dicarinya, karena sedari tadi saluran itu sudah berulangkali diputar. Pikirannya sedang tidak di sini. Jingga masih kepikiran tentang kejadian tadi siang. Redi benar-benar menyatakan suka padanya.
Dia juga masih kepikiran kata-kata Frida tadi. Memang benar yang Frida katakan. Lagi pula, setelah dia putus dengan Biru, laki-laki itu sangat terlihat marah dan tidak berniat sedikitpun untuk berbaikan dengannya. Sikapnya selalu cuek dan dingin. Seberapa kencang dia berlali mengejar, maka semakin jauh pula Biru menghindar. Jingga tidak pernah menghilangkan kebaikan-kebaikan dan perhatian terselubung Biru selama ini. Jujur, dia juga senang masih bisa terus berada didekat Biru. Tapi kalau dia terus yang berjuang sendirian sedangkan yang diperjuangkannya tetap seperti itu, untuk apa?
Lagi pula, Jingga terus menarik perhatian Biru selama ini, untuk membuat hubungannya membaik, tapi nyatanya Biru tidak berniat sedikitpun menghargainya. Jingga hanya ingin meminta maaf, walau dia merasa dirinya tidak pernah melakukan kesalahan, tapi meminta maaf bukan berarti salah kan. Sebenarnya sampai saat ini Jingga belum mengetahui apa alasan Biru memutus hubungan mereka dan menuduhnya selingkuh. Bagaimana Jingga bisa tahu, kalau selama ini saja Biru tidak pernah memberinya kesempatan untuk bicara dan menjelaskan. Biru sendiri tidak pernah mau menjelaskannya.
Jingga menyandarkan kepalanya di atas bantalan sofa. Menatap langit-langit rumahnya yang berwarna putih, dengan lampu bulat putih yang terang. Gadis itu memejamkan mata lalu menghembuskan napas berat. Seolah ada beban sangat berat sedang dipikulnya. Hanya karena Cinta dia jadi senewen. Untung tidak sampai ambeien. Amit-amit deh.
Bunyi notifikasi dari ponsel yang terletak di sampingnya membuat Jingga segera mengangkat kepala lalu menyergap benda pipih itu dari sana. Dengan lincah jemarinya menari di atas layar sentuh itu, membuka kunci ponsel. Matanya terbelalak melihat nama si pengirim pesan.
RediGunaOne
Jingga.Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Sejenak dia berpikir harus menjawab apa. Kalau tidak dibalas, pesan itu sudah terlanjur dia baca.
Ponselnya berbunyi lagi. Menandakan pesan kembali masuk.
RediGunaOne_
Saya jemput kamu besok.☆☆☆
Hai!
Happy satnight ^^
Gimana part ini?
Jingga-nya lagi galau tuh mau terima Redi atau gak.
Menurut kalian gimana? Jingga bakalan terima Redi gak ni?
Dan yang kemaren sempet kecewa kalau ternyata pelakunya itu bukan Biru, jangan marahin aku ya kak :( tungguin terus part-part selanjutnya, bakalan aku kasih surprise yang lebih dari ini ^^
Oh iya, jangan lupa ya follow instagram @squeeny_story untuk melihat quotes-quotes dari cerita ini ^^
Dan follow instagram aku juga boleh @yashintaqn
Dadah~
Kisseu 💋
SQueeny
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Warni Rasa (TERBIT)
Teen Fiction#Teenlit1# SEBAGIAN PART DIUNPUBLISH KARENA SUDAH TERBIT!! Highest Rank #1 in Teenagers (21-08-2018) Rank #72 in Teenlit Rank #194 in Teenfiction (21-08-2018) Rank #338 in Teenlit Rasa itu warna. Harus seperti putih yang suci. Atau seperti hijau yan...