22

709 86 145
                                    

"Dadaku bergemuruh,
Ini karena sedang bergaduh.
Melihat rasamu tak lagi utuh,
Membuat pertahananku runtuh."

☆☆☆

Sekolah sudah libur satu minggu lalu. Karena ulangan semester sudah selesai dilaksanakan. Dan malam ini adalah malam pergantian tahun. Di negara Indonesia sendiri selalu ramai menyambut malam ini dengan menyalakan kembang api tepat pukul dua belas malam.

Jingga sedang sibuk mengulasi bumbu pada jagung-jagung yang siap dibakar. Sedangkan Biru sedang sibuk menyalakan api untuk membakar jagung bersama Choki. Keluarga mereka memang rutin mengadakan acara ini setiap tahun. Tapi, kali ini ada yang berbeda. Karena Redi ikut bergabung dengan mereka.

Karena sudah remi menjadi pacar Jingga seminggu lalu, Jingga sengaja mengajaknya untuk bergabung dengan mereka. Lagi pula tidak ada yang keberatan soal itu, kecuali Biru. Laki-laki itu terus muram sejak tadi. Tidak ada sepatah katapun yang terdengar keluar dari mulutnya.

Melihat Redi dan Jingga bermesraan membuat matanya sakit. Apa kabar hatinya.

Jingga juga mengajak Frida untuk bergabung bersama mereka, tapi Frida punya acara sendiri bersama keluarganya. Mereka tengah asik berlibur ke Bali. Jingga tau ini karena tadi Frida menelponnya, dia bercerita mereka sedang di pinggir pantai, menyalakan petasan dan bakar jagung. Bahkan Frida cerita kalau dia baru saja berkenalan dengan bule ganteng dan masih muda.

"Bungkusin gue satu," kata Jingga saat tadi menelpon.

"Emangnya gorengan pake dibungkus," Jingga terkekeh sambil menyandarkan kepalanya di atas sofa. "lagian lo kan udah ada Kak Redi, gak usah ya genit-genit sama cowok lain." Frida menyindir Jingga dengan sangat tepat.

"Sial." Jingga mengumpat. Frida terbahak di seberang sana.

Waktu masih menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Redi membantu Jingga mengulasi bumbu pada jagung. Karena gemas melihat pacarnya yang imut itu, Redi tak tahan untuk menjahilinya. Dicoleknya mentega lalu mengulasi pada hidung Jingga. Membuat Jingga terkejut lalu cemberut. Tapi Redi malah tertawa puas melihat ekspresi Jingga. Gadis itu pun ikut tertawa setelahnya.

Biru mendelik tajam pada dua sejoli itu, lalu memalingkan wajah tak suka. Matanya panas, hatinya terbakar. Tapi, dia tak bisa melakukan apapun. Diremasnya kayu bakar yang sedang digenggam, berusaha meluapkan emosi yang terpendam.

Choki menepuk bahu Biru, membuatnya menoleh pada adik satu-satunya itu. "Yang tabah," ucap Choki. Tapi itu lebih terdengar sebagai ejekan ketimbang mencoba membuat tabah.

Biru mendengus sebal. "Sial." Disambut dengan kekehan kecil dari mulut Choki.

***

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya jagung-jagung itu sudah selesai dibakar. Kepulan asap masih terlihat membumbung di udara lalu tertiup angin. Aroma sedap pun kian ikut serta menelusup ke dalam sistem penciuman, membuat perut meronta minta segera diisi.

Satu persatu orang sudah mulai mengambil bagiannya. Walau masih panas, tapi tetap dilahapnya. Baru saja Jingga ingin mengambil jagung yang ada di piring, sebuah tangan terulur memberikannya jagung. Jingga menoleh, mendapati Redi sedang tersenyum ke arahnya. "Terima kasih," ucap Jingga menerima jagung pemberian Redi.

Warna Warni Rasa (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang