4👨‍👩‍👧

6K 759 48
                                    

Orang tuaku hanya terdiam, terlihat raut wajah terkejut dari keduanya. Aku menyukainya. Kuharap sandiwara ini cepat selesai. Dan kuharap mereka segera mengaku telah membodohiku. Karena aku sudah sangat muak dan aku bukanlah pemeran yang hebat dalam sandiwara ini.

Namun tanpa kusangka, ayahku mendekati ibuku.

Semakin dekat..

Semakin dekat..

Semakin dekat..

Dan wanita itu memejamkan matanya saat kecupan ringan menyentuh dahinya. Sungguh sebenarnya aku sangat bahagia melihatnya. Tapi mau bagaimana lagi, aku hanya bisa berharap bahwa adegan yang baru saja aku saksikan bukanlah bagian dari sandiwara mereka..

Aku hanya bertepuk tangan melihat orang tuaku. Sungguh diriku memang anak yang baik. Membuat mereka terlihat seperti sepasang suami istri yang sangat romantis.

"Sudah kan? Baiklah, cepat cuci tanganmu. Kau belum cuci tangan dari tadi" ucap ayahku perhatian. Aku hanya terkekeh pelan mendengarnya. Ayahku tampak tersipu saat ini. Berterima kasihlah padaku ayah, aku sudah membuat gejolak cinta tumbuh pada diri wanita itu, mungkin.

Ayahku lalu pergi dari ruang makan dan beranjak ke ruang kerjanya. Ya.. mengerjakan rutinitas hariannya, membaca koran yang menurutku membosankan dan ditemani oleh secangkir kopi. Dan tentunya, bukan ibuku yang membuatkannya.

Saat aku hendak menuju ke kamarku, aku mendengar suara air yang keluar cukup deras dari wastafel di kamar mandi. Bolehkah aku mengintip? Aku sudah terlalu penasaran apa yang terjadi disana. Baiklah, aku akan melihatnya. Ini kedua kalianya aku melakukan suatu hal bodoh secara diam-diam di rumahku sendiri. Tidak masalah kan? Jika ketahuan aku hanya tinggal meminta maaf. Apa susahnya, tidak akan ada juga yang bisa memarahiku.

Aku melihat ibuku tengah mencuci wajahnya disana. Namun bukan itu yang membuatku terus memperhatikannya. Tetapi satu hal yang membuat hatiku sedikit nyeri. Ibuku mengusap secara kasar dahinya, yang dimana dahi itu tempat ayahku menciumnya tadi.

▪▪▪

Malam ini aku tengah berbaring di kasurku. Mencoba untuk melepaskan semua beban yang selama ini kualami. Terkadang aku sering bertanya, kapan aku akan bahagia dengan keluarga kecil yang sempurna? Kurasa itu hanya akan menjadi khayalan. Sekarang aku sudah tidak terlalu membenci wanita itu. Bagaimanapun dia tetap ibuku, orang yang melahirkanku. Tapi tetap saja, aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa wanita itu belum bisa mencintai ayahku. Ditambah lagi saat aku menyaksikan dia menghapus jejak ciuman di dahinya. Aku bagaikan ingin kembali membencinya.

Lamunanku buyar saat suara ketukan terdengar di pintu kamarku.

"Masuk saja, pintunya tidak dikunci" ucapku setengah berteriak. Dapat kulihat kenop pintu itu diputar perlahan oleh seseorang diluar sana dan hingga tak lama pintu pun terbuka menampilkan pria dengan senyum manisnya. Dia ayahku-Kim Seokjin.

"Kenapa kau belum tidur?" Tanya ayahku seraya mengambil alih duduk di tepi ranjangku. Aku pun duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Seperti biasa, aku menunggu ayah masuk dan bercerita"

"Kau memang gadis manja. Baiklah, apa ceritamu hari ini? Ayah siap mendengarkannya" ucap ayahku bersemangat. Aku sedikit terkekeh saat ayahku menyebutku sebagai gadis manja.

"Hari ini aku hanya sedikit kesal dengan buk Irene. Dia selalu menanyai keluargaku. Dan bodohnya, pria paruh baya yang menjemputku tadi memamerkan senyum manis kepada guru gila itu" ucapku memulai cerita. Dan tidak lupa aku sisipkan sedikit sindiran pada ayahku agar dia tidak lagi tersenyum kepada sembarang orang. Kau tau kan senyumnya sangat menggoda?

Ayahku hanya terkekeh mendengarnya. Ayahku tidak menyadari kalau aku tengah serius kali ini.

"Kau menyindir ayah? Mengakulah.. kau menyindirku" ucap ayahku seraya menggelitikku. Aku tertawa terbahak mendapat perlakuan itu. Perlakuan yang biasanya didapat saat seseorang masih belia.

"Ampun ayah.. aku tidak akan mengulanginya. Aku hanya bercanda" ucapku masih dengan tawa. Ayahku lalu menghentikan aktivitas jahilnya.

"Baiklah. Ayah maafkan. Lagipula ayah hanya tersenyum sewajarnya kepada buk Irene. Memangnya tidak boleh?" Ucap ayahku berusaha menggoda.

"Ayah..!!! Jangan melakukannya lagi. Ayah tau kan kalau aku tidak menyukai guru itu? Berjanjilah tidak tersenyum padanya lagi" Ucapku dengan nada yang tidak biasa.

"Baiklah.. ayah berjanji" ucapnya padaku dan meraih tanganku untuk menautkan kelingkingnya dengan kelingkingku.

Aku hanya tersenyum.
"Dan.... hanya aku dan ibu yang boleh melihat senyum ayah. Ingat itu" ucapku lagi dengan penuh penekanan.

Seketika ayahku langsung terdiam. Sepertinya aku salah bicara, apakah ayah pernah menampilkan senyumnya pada ibu? Kalaupun pernah, apakah ibuku bersedia melihatnya? Ah.. aku menyesal telah mengucapkan kata-kata itu.

"Saatnya tidur.. semoga mimpi indah" ucap ayahku lalu memberikan kecupan kecil di dahiku.

Dan tak lama kemudian, ayahku sudah menghilang di balik pintu kamarku. Mee Yon yang bodoh..

Saat ini aku tidak bisa tidur dengan tenang. Aku selalu memikirkan kisah miris percintaan antara ayah dan ibuku. Sedikit lucu mendengarnya, memang lucu. Haruskah aku berhenti bersandiwara? Ah.. aku masih belum bisa membuat mereka mengakui sandiwara itu, dan karena itu juga aku masih belum bisa keluar dari sandiwara bodoh ini. Bisakah hidupku menjadi tenang walau hanya sebentar saja? Aku bahkan sudah memikirkan hal yang berat dimulai saat aku masih berumur sepuluh tahun. Mulai dari mencurigai orang tuaku yang menikah tanpa cinta, menyelidikinya, dan hingga kini aku ikut bermain dalam sandiwara yang selama ini mereka buat. Benar-benar menyedihkan..

Tak ingin membuatku gila karena hal ini, aku memutuskan untuk tidur dan semoga mendapatkan mimpi yang indah seperti yang ayahku katakan tadi. Dan kuharap, wanita itu menyadari betapa ayahku sangat mencintainya..

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tbc

Votmen nya dong biar author cepat update.. hehe..
Makasih buat yang udah setia baca cerita ini. Mungkin author buat cerita ini gak sampai 10 chapter. Ikuti terus ya..

My Mom || Jinsoo ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang