Alan telah selesai mengunduh semua data yang dia perlukan. Dia segera memakai mode transparannya dan keluar dari bunker pusat data. Alan berjalan-jalan di kota, masih dengan mode transparan. Ketika dia sedang menikmati embusan angin, ponselnya bergetar.
Alan mengangkat teleponnya."Halo?"
"Kau dimana?!" tanya suara di seberang dengan bentakan.
Alan sedikit menjauhkan telinganya, dia takut gendang telingannya rusak gara-gara orang ini. Alan melihat sekelilingnya untuk memastikan posisinya.
"Di depan Terra Mart," jawab Alan.
"Terra Mart yang mana?! Aku juga di depan Terra Mart!" jawab Rian kesal.
Alan mengerutkan dahinya bingung. Dia kembali menelisuri sekelilingnya. Dan benar saja, Rian berdiri sekitar sepuluh meter di sebelah kanannya. "Sepuluh meter di sebelah kananmu."
Rian tampak menoleh ke kanan. "Kau bercanda?! Tidak ada siapa-siapa di sebelah kananku."
Alan kembali mengernyit bingung. Sedetik kemudian dia menepuk jidadnya, baru saja teringat mode transparannya. "Aku memakai mode transparan hehe..."
Rian terlihat marah. "Pergi ke tempat yang aman dan lepas mode transparanmu. Jangan di tengah keramaian, kau bisa dikira hantu."
Alan —yang tak terlihat— ditabrak beberapa pejalan kaki di sekitarnya. "Baiklah, baiklah. Tunggu ya," ujarnya lalu menutup telepon dan pergi ke belakang parkiran yang kelihatannya sepi.
Setelah kembali terlihat, Alan segera menghampiri Rian. Rian menatapnya kesal.
"Apa kau mencariku?" tanya Alan yang langsung mendapat jitakan dari Rian.
"Tentu saja. Kita dalam keadaan yang gawat," jawab Rian.
"Gawat bagaimana?"
"Akan kuceritakan sambil berjalan." Rian berjalan mendahului Alan yang tengah menatapnya bingung.
"Hei! Kita mau kemana?!" Alan mencoba mengejar Rian.
"Mencari yang lainnya."
♣♣♣
Shera melakukan pengujian berkali-kali terhadap zat berwarna merah jingga dari Dareen. Dia mengalami kegagalan karena rupanya zat itu seolah memiliki pikiran sendiri. Zat itu seolah tak mau diperiksa.
"Letnan, ini bukan zat biasa. Dalam dunia medis aku belum pernah menemui zat seperti ini," kata Shera pasrah. Dia pun kembali memasukkan zat itu kedalam tabung kaca berukuran 20 sentimeter dan menyerahkanya pada Dareen.
"Apa yang kau dapat?" tanya Dareen.
"Itu bukan zat biasa. Zat itu seperti memiliki inti pikiran, berkali-kali zat itu bergerak sendiri dan keluar dari penjepit preparat saat aku akan mengamatinya," jawab Shera yang terlihat putus asa.
"Seperti mahluk hidup?" tanya Dareen memastikan.
Shera mengangguk lemah. "Kenapa tidak kita tanyakan saja pada ilmuwan bersaudara itu?" tanyanya.
"Masalahnya yang aku cari penawarnya. Aku malas jika harus mendengar ceramah sains mereka. Belum lagi istilah-istilah ilmiah yang mereka bicarakan tak kumengerti," jawab Dareen malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Explorer: Vastata
Science Fiction[Proses Revisi] Tumbangnya listrik malam itu menjadi pengawal petaka. Mesin waktu yang dicuri membuat para petinggi negara resah akan keamanan masa lalu dan dampaknya pada masa depan. Setelah melalui perdebatan sengit dalam rapat darurat, akhirnya...