Jangan lupa Vote dan komen! Aku suka dikomen hehe 😂
Jangan lupa juga baca author note♣♣♣
Shera diam memperhatikan pergerakan wanita yang duduk di hadapannya. Wanita itu tertawa-tawa sendiri sambil memegangi sebuah boneka lusuh yang dianggap sebagai anaknya. Rambutnya kusut, kulitnya pucat dan keriput. Dia benar-benar terlihat kacau. Sesekali wanita itu tertawa, lalu sesaat terdiam dan menangis kemudian tertawa lagi.
Hati Shera seperti tercabik-cabik melihat ibunya yang seperti itu semenjak kematian anak gadis kesayangan ibunya. Dan Shera bertanggungjawab untuk ini. Kalau saja dia tidak lalai maka adiknya tidak akan mati dan ibunya akan sehat-sehat saja. Hidup Shera kini dibayang-bayangi penyesalan. Shera selalu merasa bersalah atas semua keadaan ini.
Tiba-tiba ibu menatap Shera tajam. Giginya bergemeletuk. Rahangnya mengeras. Menandakan dia sedang marah. Ibunya melempar bonekanya ke segala arah. Lalu dirinya bergerak mendekati Shera dan berusaha mencekiknya.
"Anak iblis sialan!"
Shera kesulitan bernapas. "I-ibu hentikan." dia segera memencet tombol merah di gelang pengunjungnya. Tak lama kemudian datanglah beberapa penjaga pria dan segera menenangkan ibu Shera. Seorang suster meminta Shera segera meninggalakan ruangan. Shera pun segera pergi dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Ibunya sudah ganas.
Shera bersandar di pintu dan mendengarkan sang suster membujuk ibunya meminum obat hingga menyanyikan lagu tidur untuknya. Tetesan air mata mulai membasahi pipi Shera. Dia merasa bersalah atas semua ini.
Tak lama kemudian suster perawat ibunya keluar bersama para penjaga. Shera segera menghapus air matanya. Dia dan suster itu duduk di salah satu bangku untuk membicarakan tentang kondisi ibunya. Sedangkan para penjaga sudah berlari mendegar alarm keganasan pasien lagi.
"Biasanya kau datang tanggal 27. Apa kau sibuk nona?" tanya suster bername tag Anjani.
"Begitulah suster. Aku sangat sibuk." jawab Shera bohong. "Bagaimana keadaan ibu?" tanya Shera takut-takut.
Anjani menghela napas. "Seperti yang kau lihat. Keadaan nya semakin buruk. Terkadang dia akan mencoba mencekik para penjaga lainnya." jawab Anjani sedih.
"Apa adik-adikku sering kesini?"
"Adik laki-lakimu rutin kemari tiap minggu. Dua lainnya jarang sekali, paling-paling dua atau tiga bulan sekali."
"Apa ibu punya harapan untuk sembuh?"
Anjani tidak menjawab. Dia tersenyum. "Aku percaya ibumu pasti akan sembuh." jawabnya.
Shera mendengus. "Kau selalu bilang begitu! Berikan jawaban yang jelas!" Shera kembali terisak pelan. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Anjani memeluknya dan mencoba menengkannya. "Maaf. Akupun tidak bisa berbuat apa-apa." ujarnya pasrah.
"Kak Shera?"
♣♣♣
Alfan dan Jaceline kembali ke waktu satu jam sebelum tragedi berlangsung. Jaceline tampak bingung, dia tidak tahu apa-apa dan sekarang harus melakukan sesuatu yang tidak jelas pula.
"Alfan, cepat jelaskan! Kenapa kau menunda-nunda sih?" kesal Jaceline.
Alfan yang berdiri di sebelahnya menghela napas kasar. Dia memegang tengkuknya sendiri lalu menaruh kedua tangannya di saku celana. Alfan berdeham sebelum memulai. "Penjelasannya panjang dan rumit, tetapi akan kuperpendek dan kusederhanakan agar mudah dimengerti otak lambatmu itu." ujarnya sarkas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Explorer: Vastata
Ficção Científica[Proses Revisi] Tumbangnya listrik malam itu menjadi pengawal petaka. Mesin waktu yang dicuri membuat para petinggi negara resah akan keamanan masa lalu dan dampaknya pada masa depan. Setelah melalui perdebatan sengit dalam rapat darurat, akhirnya...