Hening di dalam mesin waktu. Kali ini mereka melakukan perjalanan waktu bersama-sama dalam keadaan lengkap. Hanum dan Alfan fokus menyetir bersama Shera pengawas mesinnya, sementara Dareen dan Rian menyiapkan senjata, barangkali ada serangan tiba-tiba. Alan dan Alina lebih memilih diam menoleh kanan kiri berjaga-jaga.
"Apa masih lama?" tanya Alina tiba-tiba. Membuat Alfan sedikit tersentak kaget.
Alfan menatap monitornya. Mengernyitkan dahi bingung. "Aneh, seharusnya kita sudah sampai sekarang," gumamnya yang membuat rekan-rekannya lantas menegakkan badan terkejut.
"Kau tidak salah pengaturan kan?" Shera mencoba memastikan.
Alfan menggeleng. "Sudah benar, kok." sementara matanya sesekali melirik Hanum yang diam saja memandang pada terowongan waktu yang mereka lewati. "Hei, Num! Cepat bantu aku!" kesalnya.
Hanum menoleh sebentar lalu berdiri. "Sejak awal kita memang sudah salah. Kau salah mengatur pada mode manual," katanya yang mulai mengutak-atik layar navigasi.
"Apa maksudmu?" kali ini Rian yang bertanya lantaran panik.
"Harusnya kita melewati jalur lubang cacing. Tetapi kita menggunakan jalan manual," Hanum menjawab dengan tenang. Membuat Rian bingung, menimbulkan pertanyaan dalam benaknya. Bagaimana dia bisa tetap tenang dalam situasi mengancam?
Alfan menarik napas gusar. "Jadi, kita harus bagaimana?"
Pandangan Hanum menerawang. "Awalnya kupikir kita akan baik-baik saja lalu menunggu hingga sampai di masa lalu Tetapi melihat bagaimana terowongan mulai mengecil, aku khawatir kita mati sebelum sampai tujuan," katanya menyelidik pada dinding terowongan waktu yang terasa semakin mendekat.
Hal itu tampaknya juga di sadari timnya. Semua mulai berdiri panik. Sementara Hanum masih dengan wajah tenangnya walaupun Shera tahu dia sedang berusaha menahan panik dengan keringat yang tak terasa sudah mengucur di wajahnya.
Kegaduhan mulai terjadi. Sempat adu cekcok antara kubu tahanan dengan kubu militer yang masing-masing saling menyalahkan. Kemudian kubu dokter mulai pusing dan kubu ilmuwan merasa muak.
"DIAM!" Hanum berteriak dengan lantangnya hingga semua mata tertuju padanya. Mebuatnya merasa tak nyaman.
Saling bungkam menyesaki ruang. Hanum menarik napas panjang sebelum memulai ceramah ilmiahnya atau mungkin ceramah bertahan hidupnya.
"Dengar, kita akan mati. Satu-satunya cara agar kita selamat adalah mendarat di tahun manapun yang bisa kita masuki," dihentikannya kalimat itu sambil kembali berpikir. "Tetapi tidak ada cukup waktu untuk mengubah tujuan karena ada distorsi ruang. Saat ini kalian sudah memakai ransel khusus, jadi sekarang ayo terjun dari mesin waktu dan hubungi satu sama lain setelah sampai di sebuah zaman nanti," tukasnya cepat.
"Hei?! Apa maksudmu?!" pekik Alina kalut.
Hanum tak memedulikan pertanyaan itu. Dia segera berlari ke pintu mesin waktu. Membuka lempengan logam itu sekuat tenaga. Angin kencang dari ketidakstabilan lubang waktu menyambut wajah gusarnya. "Cepat keluar!" teriaknya beringas.
Masih dalam mode bingung karena panik. Tak ada yang mendekat. Hingga Hanum kembali berteriak dengan emosi meluap-luap. "Keluar atau mati?!"
Alan dan Alina tanpa basa-basi langsung melompat keluar dengan tangan saling berpegangan dan menghilang di balik dinding terowongan waktu yang berangsur-angsur menggelap.
Di ikuti Dareen yang memeluk senapan laras panjang. Lalu Shera menyeret tas dokternya sembari melompat dengan keberatan. Sementara Rian menatap Hanum dengan tatapan datar.
![](https://img.wattpad.com/cover/130995311-288-k784110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Explorer: Vastata
Science Fiction[Proses Revisi] Tumbangnya listrik malam itu menjadi pengawal petaka. Mesin waktu yang dicuri membuat para petinggi negara resah akan keamanan masa lalu dan dampaknya pada masa depan. Setelah melalui perdebatan sengit dalam rapat darurat, akhirnya...