Kelopak Kesembilan

22.8K 1.7K 693
                                    

"Heuhh..."

Helaan nafas berkali-kali telah Krist keluarkan sejak tadi. Saat ini ia tengah terduduk di atas hamparan pasir pantai yang sungguh menakjubkan, ditemani dengan langit penuh bintang yang berkilauan.

Jejak air mata masih jelas terlihat di pipinya. Padahal dulunya, Krist bukanlah seseorang yang mudah menangis seperti ini, namun sejak memasuki masa kehamilan, ia jadi mudah sedih dan perasaannya menjadi jauh lebih sensitive.

Sebenarnya bukan salah Krist ataupun kehamilannya yang membuatnya menangis sampai sesenggukan begini, kata-kata Singto yang sungguh menyakitkan memang dapat membuat siapapun yang berada di posisi Krist saat itu akan mengalami perasaan yang sama. Sakit.

Krist tidak kembali ke hotel, rasanya ia tak ingin melihat wajah Singto lagi, hal itu hanya akan mengingatkannya pada kejamnya kata-kata sang suami beberapa saat yang lalu.

Dan sesungguhnya hal ini Krist lakukan karena iapun penasaran, akankah Singto mencarinya atau tidak saat pria itu tak dapat menemukannya di dalam kamar hotel mereka.

"Jangan-jangan dia malah sedang asik menggoda gadis-gadis bule" Krist bergerak gusar dalam duduknya.

Gambaran Singto yang tengah bercumbu dengan gadis-gadis berambut pirang memenuhi setiap sudut bagian di kepala Krist, matanya kembali terasa perih dan pandangannya mulai kabur. Ah Krist jadi ingin menangis lagi.

Krist mengepalkan kedua tinjunya, ia mengerjapkan matanya yang sudah sembab karena menangis beberapa kali, agar air mata tak jatuh lagi darisana.

Ia berdiri dan berjalan dengan tubuh yang sedikit limbung, mendekati ombak-ombak kecil yang kini mulai menyapu kakinya sampai sebatas mata kaki.

"Sayang, maaf ya. Untuk kali ini saja, tolong tutup telingamu" Krist mencium telapak tangannya dan mengusapkannya pada perutnya.

Krist menutup matanya sejenak, mengambil nafas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Ia berdiri tegap sembari menatap lautan yang berkilauan karena pancaran sinar terang sang rembulan.

Ia sudah siap.

1

2

3

"P'SINGTO BRENGSEK!"

Krist berteriak dengan sangat lantang, tak perduli apabila nanti ia akan mengganggu orang-orang sekitar.

"DASAR SIALAN! BAJINGAN! ANAK SETㅡeh" Krist berhenti sejenak. Oh tidak, ia tak ingin menyamakan ibu mertuanya yang baik hati itu dengan salah satu mahluk Tuhan yang paling biadab.

"DASAR SETAN! IBLIS! MANUSIA TERKUTUK! BRENGSEKKKKK!!!" lanjut Krist.

Nafas Krist memburu, ia berteriak dengan kencangnya, mengerahkan semua sisa tenaga yang ia miliki untuk mencaci maki Singto.

"AKU BENCI P'SINGTO!"

"Krist!"

Deg

Krist tahu betul siapa pemilik suara itu , ia menoleh dan mendapati Singto yang kini tengah berdiri tak jauh darinya. Tak ada ekspresi apapun di wajah pria itu, namun Krist dapat melihat keadaan suaminya yang kini sudah sedikit berantakan.

Krist yang hatinya masih terluka karena apa yang Singto katakan padanya siang tadi, memilih untuk tak menganggap keberadaan suaminya.

Pemuda manis itu memilih untuk berlalu pergi, mengambil sepeda yang ia parkirkan di pinggir pantai, menuntunnya kembali ke hotel tanpa memperdulikan Singto yang masih berdiri ditempatnya tanpa suara.

(Udah terbit🎉) Singto Krist Story : Apple BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang