Aku menuruti saran Wanda untuk melupakan semua insiden yang terjadi dan kembali fokus pada persiapan pernikahan Wanda yang sempat tertunda. Lagipula aku harus bersikap profesional. Kalau terus berlarut-larut dengan insiden itu, kasihan Wanda dan Bang Artha. Bisa-bisa mereka tidak jadi menikah karena persiapannya kacau. Benar kata Rano, yang penting aku sudah meminta maaf dan menunjukkan kalau aku merasa bersalah. Untuk apa terus-terusan memikirkan perasaan Sam, sementara dia sendiri tidak mungkin akan memikirkan perasaanku.
Hari ini Tiffany menghubungiku untuk fitting baju pengantin. Wanda memilih untuk menutup kafe lebih awal. Sambil menunggu Bang Artha datang, kami mengobrol dengan Tiffany via video call.
"Jadi kalian belum dapat venue buat resepsi?" tanya Tiffany setelah aku menceritakan kekacauan yang terjadi dalam persiapan pernikahan ini. Kekacauan yang membuat kami belum menemukan tempat untuk menggelar resepsi seperti keinginan Wanda.
"Iya nih, Fan. Kalau si Wanda nggak minta pesta macam-macam, aku bisa aja sewa gedung atau hotel. Banyak kenalanku di sini," keluhku.
Tiffany tertawa. "Menikah kan cuma sekali sekali seumur hidup, Ras. Wajar aja kalau Wanda punya pesta impian yang pengin dia wujudkan."
"Naras emang suka gitu, Fan. Ngeluuuuh... aja kerjanya." Wanda seperti punya kesempatan untuk mengejekku. Satu cubitan kecil di pinggang berhasil membuatnya berhenti bicara, lalu tertawa-tawa.
"Jangan dengerin. Emang permintaan dia aneh, kok. Minta pesta kebun di tempat yang banyak pohon-pohonnya. Kemarin ada masukan bikin pestanya di Kebun Raya Purwodadi, tapi karena tempatnya jauh aku menolaknya." Setelah mengatakan itu aku tercenung. Masukan yang kutolak itu adalah masukan pertama dari Sam. Masukan yang akhirnya membuat kami terlibat insiden dan berakhir seperti sekarang.
Aku mendesah pelan, berusaha sebisa mungkin untuk tidak memperlihatkan desahan itu di hadapan Wanda. Sam, dia sedang apa sekarang? Apa cucian yang kucuci waktu itu sudah diangin-anginkan? Apa rumahnya sudah berantakan lagi? Berapa banyak baju kotor yang berserakan di kamarnya sekarang?
"Ras?"
Suara Tiffany membuatku berjingkat. Aku tertawa singkat untuk menutupi canggung karena tidak sengaja melamun di depan Tiffany. "Kamu ngomong apa tadi, Fan?" Kupikir tadi Tiffany mengatakan sesuatu saat pikiranku sedang melayang ke rumah Sam.
"Ah, itu. Wanda suka tempat yang agak historical gitu, nggak?"
Aku menoleh ke arah Wanda yang tampaknya juga sedang menyimak Tiffany. Dia tampak berpikir, seperti menimbang-nimbang. Historical yang dimaksud Tiffany tadi yang seperti apa.
"Bisa kamu jelaskan lebih detail, Fan?" tanyaku mewakili Wanda.
"Aku punya rekomendasi. Ini dari temenku sih, beberapa waktu lalu dia nikah di sana. Di taman Hotel Majapahit. Selain bisa bikin garden party, pemandangannya juga klasik banget. Kan bangunan hotelnya masih bangunan kolonial. Udah gitu, kamu bisa sekalian pesan paket makanan untuk tamunya juga." Sebagai marketing sebuah vendor dekorasi pernikahan, kuakui cara Tiffany meyakinkan kami memang luar biasa.
"Wah, bisa sekali jalan dong ya? Aku nggak perlu repot-repot urus katering lagi." Siapa yang tidak senang bila dalam sekali jalan bisa menyelesaikan dua pekerjaan sekaligus.
"Kalau kalian mau, nanti abis fitting kita coba lihat-lihat dulu ke sana apa gimana?"
Usul Tiffany langsung kusetujui. Aku bahkan tak peduli pada Wanda yang tampak masih berpikir. Calon kakak iparku ini memang pemikir. Semuanya dipikir sampai lama, kadang karena sifatnya itu rencana yang sudah lama kami buat bisa gagal dalam sekejap. Oh, tentu aku tak akan mengambil risiko dengan membiarkan Wanda terlalu lama mengambil keputusan. Bisa-bisa kerja kerasku selama berbulan-bulan hilang dan pernikahan terpaksa diundur.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET'S (NOT) FALLING IN LOVE (SUDAH TERBIT)
RomanceNaras Prameswari sungguh sebal dengan pacar jarak jauhnya yang workaholic dan justru menyerahkan tanggung jawab menyiapkan pernikahan sahabat mereka pada orang lain. Pada seorang fotografer pemalas bernama Samsir Hutomo. Sementara menurut Samsir, be...