Terkadang hidup terasa monoton di dunia yang hampa ini. Senyum sapa mereka terasa tak acuh. Kecuali dia, yang datang membawa keceriaan setiap harinya.
1
Sore ini adalah senja yang indah. Dengan background biru muda namun sedikit gradasi oranye di tepi laut. Senja tersibuk yang pernah Meira alami. Baru saja usai ujian nasional, leganya sirna ditelan tugas untuk menjemput tante Arini di bandara. Tante datang mendadak dari Kota Jakarta sebab kakek sedang sakit dan rindu dengan putri bungsunya.
Meira sendiri naik motor. Dia satu-satunya pengangguran yang sudah memiliki SIM. Om dan kakak sepupunya yang lain memang lebih sering berkendara, namun mereka tak miliki surat ijin mengemudi. Jadi mama memerintahkannya untuk menjemput tante. Jarak rumah dengan bandara memang tak terlalu jauh. Namun tetap saja, sangat malas bukan? Bagi seorang pelajar yang sedang menikmati hari libur pertamanya, tak bisa merebahkan otak yang baru saja beruap-uap.
"Kenapa harus aku? Kan ada papa, pakde, om, dan banyak orang lainnya! Tante juga bisa naik ojek online. Huft!" gerutu Meira di jalan.
"Mana aku belum move on dari soal matematika kemarin, ya Allah!" gumamnya saat tiba di bandara.
Ia berjalan menuju ruang tunggu, tiba-tiba ....
Brrakkk!
"Ugh!"
Ia bertabrakan dengan cowok berkacamata, berbadan gemuk, dan sedikit hitam kulitnya.
"Hey! Hati-hati bisa kali di tempat umum?" bentak Meira sambil mengambil tas kecilnya yang terjatuh.
Cowok itu kelihatan terburu-buru dengan koper super besar dan beberapa tas yang menggantung di lehernya. Dia segera menulis di kertas kemudian dikasihlah ke Meira.
"Apa nih? Bukannya minta maaf malah kasih surat," tanyanya penuh curiga.
Cowok itu mengambil kacamatanya yang terjatuh di dekat kaki Meira. Wajahnya pucat manai, tangannya sedikit gemetar memegang kacamata itu.
"Astaghfirullah! Kacamatamu terinjak? Pecah sebelah gitu? Ya Allah, aku minta maaf ya?" ujar Meira menyesal.
Sembari menatap tragis kacamatanya yang pecah, cowok itu menganggukkan kepala dan sedikit punggungnya kepada Meira. Sikap itu sama seperti orang Jepang ketika memberi salam. Setelah itu, dia lari tanpa sepatah kata pun.
"Loh kok kabur? Dasar cowok aneh."
Meira pun merintih melihat jempol tangannya yang ternyata mengeluarkan sedikit darah, "Duh! Pasti tanganku kebaret kopernya. Aku maklumi deh mungkin dia emang lagi buru-buru, kasihan kalau sampai ketinggalan pesawat. Gak sebanding juga sih sama aku yang rusakin kacamatanya."
Di ruang tunggu, lumayan ramai orang-orang yang berdiri melihat tempat landing pesawat dari kaca. Entah sekadar melihat-lihat atau memang mencari keluarga mereka. Meira duduk di kursi panjang yang amat lega.
Okay, low batt, Meira pun membaca surat dari cowok itu untuk mengusir kesepiannya tanpa smart phone. Ah, surat? Hei, itu hanya sesobek kertas kucel dan tak rapi. Dalam lima kata saja cowok itu menulis:
"Ambo mitok maaf-lah. Salam :)"
Well. Dia orang Minang? Pikir Meira dari bahasa tulisan tersebut.
Ada satu hal dari pesannya itu yang membuat Meira tertawa kecil, emoticons smile di akhir kata. Sungguh lucu sebab ia belum pernah bertemu cowok yang membubuhkan tanda dalam tulisan seperti itu. Hah, tulisan dia amat manis, pikirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Bukan Diaku
SpiritualPerempuan itu memutuskan berhijrah tanpa sebab. Disaat ia masih dalam status berpacaran semasa putih abu-abu. Meira, perempuan labil yang masih sering terombang-ambing itu bersua dengan laki-laki asal Malaysia. Lelaki berkacamata itu acapkali membay...