Ikhlas

641 51 52
                                    

Tanpa penyesalan, kita tak akan pernah menyadari kesalahan.

7

Aiman, remaja cowok yang berasal dari negeri jiran, berusia 19 tahun, sama seperti Meira. Ia memang memiliki fisik yang tak sesuai dengan kriteria Meira. Bertubuh pendek, gemuk, dan sedikit hitam. Kacamata bulat dan pipi chubby yang sesekali terdesak oleh senyumnya itulah yang menarik. Aiman seorang yang ceria meski ia jarang bicara dengan Meira. Aura matanya sangat disukai Meira. Mata yang penuh dengan prasangka baik serta masa depan yang mungkin ia selalu siap menghadapinya.

 Mata yang penuh dengan prasangka baik serta masa depan yang mungkin ia selalu siap menghadapinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hmm ... Kalau dilihat-lihat, Aiman ini mirip banget ya sama Ehsan, si intan payung. Hahahahahaha masyaallah," gumam Meira dalam hati, sembari berbaring memainkan gantungan kunci milik Aiman.

Meira sangat mengaguminya. Hari-hari ia hanya berbaring dan menatapi gantungan kunci itu. Ia belum sempat mengembalikan ganci itu.
Harapnya ganci itu adalah benda berharga milik Aiman. Supaya penemunya juga terlihat berharga di matanya.

Atau ini hanya ganci oleh-oleh dari saudaranya? Sehingga Aiman tidak merasa sedih kehilangan benda ini.

"Biar begitu, ganci ini ada ditangan orang yang mencintaimu, Aiman." -Meira.

Meira jadi teringat, doa-doa yang ia hantarkan dalam sujudnya. Doa tentang jodoh. Sepertinya harus ia tarik dan ubah kriterianya.

Meira selalu berdoa supaya ia diberikan jodoh yang tampan dan mapan. Berperangai lembut dan tidak kasar.

Yah, tentu dia harus baik hati, rajin menabung, dan lebih tinggi dari Meira.

Sempurna? Namanya saja berdoa kepada Allah. Boleh kan, berdoa apa saja? Jika kita memiliki mimpi setinggi sang purnama, boleh jadi realitanya hanya sampai pada bintang. Namun jika kita memiliki mimpi setinggi awan, bagaimana jika kita hanya mampu berpijak pada tanah?

Melihat Aiman itu bagai melihat masa depan bagi Meira. Cowok hitam yang memiliki senyum manis, sedikit gemuk dan pendek. Sepertinya lebih tinggian Meira daripada Aiman.

Ah, tak apa, Meira belajar tak pandang fisik, namun hati. Hati Aiman? Bahkan untuk ngobrol saja belum pernah.

Speaky! Yup! Aplikasi chattingan dua tahun lalu saat ia mendapat tugas dari bu Fala.

"Pagi, Aiman," chat Meira kepada Aiman yang kebetulan sedang online.

"Hai Meira, apa khabar?" Tidak perlu menunggu lama, Aiman fast response.

"Saya gak nyangka
kamu pakai app ini juga.
Untuk apa Aiman?"

"Saya nak belajar
bahasa Indonesia je."

"Apa kamu ingin tinggal
di Indonesia?"

"Eh gak juga,
saya punya buku
berbahasa Indonesia.
Bingung bacanya."

Jodohku Bukan DiakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang