Bahagiaku sederhana, menghabiskan senja bersamamu.
9
Hati ini sepi sunyi tak berpenghuni. Jajaran warna merah menuntut bahagia. Merah hampir saja pudar bila tak ada cinta yang ia kelola.
"Apa Aiman sudah balik ke Malaysia ya?" pikir Meira di halaman depan rumah.
Meira menatap bunga demi bunga yang nampak layu. Mama ikut papa ke luar kota karena ada urusan kerja. Sementara tante Arini dan Raihan sedang jalan-jalan ke mall.
Sepulang kuliah ia tak tahu harus apa. Untuk dua hari ini tiada tugas dosen beri. Meira juga bukan anak organisasi yang sangat sibuk di kampusnya. Ia bored tanpa Ririn. Ririn sedang sibuk cari kerja di Yogyakarta.
Alan ...
Ah, kenapa pula Meira memikirkan Alan?
Sebab disaat kesendirian Meira, pastilah ada Alan yang menemani. Kini ia jauh berbeda benua. Diselingi samudera yang amat luas. Bahkan langitpun tampak berbeda.
Krukk krukk ...
"Aduh, lupa nih belum makan dari siang." Suara cacing melengking dari perut Meira. Biasanya ia sudah makan di kampus. Namun tadi Meira langsung pulang karena rindu masakan bi Santi. Eh sampai rumah bi Santi malah gak ada.
Meira keluar komplek menyusuri jalan besar. Di Yogyakarta ini, banyak warung makan pinggir jalan yang enak-enak.
Dengan langkah santai di sore hari, ia bersenandung dalam kesendirian. Teringat masa SMA saat berpacaran dengan Alan. Dulu setiap pulang sekolah, pasti jalan-jalan dulu di sekitar Malioboro. Entah cuma naik andong sembari tertawa bersama atau makan gudeg dan jajanan yang lain.
"Masa indah bersama mantan memang paling menyenangkan bila diungkit. Namun akan menyakitkan bila tiba di bagian akhir. Akhir yang menyebabkan kita berpisah." -Meira.
Bug!
"Aduh! Ya Allah." Tubuh mungil Meira sedikit terlempar ke belakang. Seseorang telah menabraknya.
"Aiman?"
"Eh, maaf maaf, tak sengaja saya," ucap cowok berkacamata itu.
"Hei? Kamu lupa sama aku? Ini yang ketiga kali kita bertemu loh!"
Aiman membenarkan kacamatanya yang miring karena hantaman tadi.
"Oh! Sure I remember you. Buat apa awak kat sini?"
Meira tak sangka akan bertemu Aiman di sini. Dalam waktu yang sangat tepat. Kesendirian telah sirna, "Eh, ngg- aku ... Aku cuma mau beli makan."
"Jomlah ikut dengan saya. Saya juga nak makan ni. Kemarin saya tengok ada mi Aceh kat supermarket depan. Mau?" ajak Aiman.
Kini aliran darah Meira nyaris terhenti kaku. Matanya memandang Aiman tak percaya. Lidahnya kelu ditambah lagi bulu kuduknya yang berdiri.
"Awak mau tak? Kalau tak, takpe. Sebab saya sudah lapar sangat ni."
Meira mengangguk dan mengikuti Aiman. Mereka berdua jalan di trotoar kota Yogyakarta yang penuh kenangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohku Bukan Diaku
SpiritualPerempuan itu memutuskan berhijrah tanpa sebab. Disaat ia masih dalam status berpacaran semasa putih abu-abu. Meira, perempuan labil yang masih sering terombang-ambing itu bersua dengan laki-laki asal Malaysia. Lelaki berkacamata itu acapkali membay...