Masa Lalu Delfhyn : Hilang

43 2 1
                                    

Bola bercahaya biru yang terbang melayang di ketinggian menerangi segala penjuru, daerah sekitar kami. Seakan-akan kami berada di arena pertarungan dengan aku sebagai hadiahnya yang diperebutkan. Bola -bola itu tingkah siapa lagi kalau bukan salah satu di antara mereka berdua. Akey yang menciptakan bola cahaya itu, untuk memperluas pandangan mereka.

Sedangkan  Eller mamanggil tombak-tombak tajam  yang melayang  diam mengarah ke depan, yang siap menombak musuh.

"Sudah dekat," gumam Eller,  memasang posisi kuda-kuda dengan pedang yang tiba-tiba ada di tangannya. Begitu pula Akey, tapi dia tidak memegang senjata apa pun, melainkan cahaya biru berwujud api.

Benar saja apa yang diramalkan oleh Eller, berpuluh-puluh makhluk berwujud manusia mungkin semuanya laki-laki yang entah dari mana, aku tidak bisa melihat mereka bergerak ke mari, sama halnya dengan gerakan berkelabat Eller dan Akey yang selalu mereka lakukan. Serangan pertama, tombak-tombak Eller melayang ke arah musuh bersamaan dengan gerakan tangan kirinya yang seolah melempar sesuatu ke depan. Sialnya semua tombak terbakar api bahkan tidak satupun menewaskan mereka yang masih berada di sebrang sana. Kurang dari satu detik aku melihat Eller dan Akey telah bertarung, beberapa tubuh manusia telah tergeletak di sekitar mereka berdua. Terdengar pedang Eller yang menembus makhluk itu, darah keluar dari tubuh setelah jeritan dan cahaya sangat terang yang muncul dari tangan Akey membuat makhluk itu meletus seperti letusan balon berisi air merah yang membuat makhluk-makhluk itu mati seketika dengan tidak sempat menjerit. Masih banyak lagi yang hidup, makhluk itu seperti tidak ada habisnya. Eller dan Akey unggul dalam kekuatan hanya saja jumlah mereka yang terlalu merepotkan. Ini namanya pengeroyokan dan itu tidak adil.

Manusia? Akh bukan, tidak mungkin manusia. Mataku terbelalak, dua pasang mata ini hanya memusatkan perhatian pada 2 sosok Vampir yang tangguh, ini merupakan tontonan geratis yang memutar balikan logika seolah seperti sihir.Tubuhku lemas, apa yang harus aku lakukan? Seandainya aku bisa..... Saat hanya karung goni yang aku lihat di kegaduhan dan aroma amis yang menyebar, sontak aku terngiang dengan ucapan Eller. Langsung aku raih dan bangkit. Kenapa aku harus takut? Bukankah mahkluk itu tidak bisa masuk ke sini? Wajar kalau mereka berdua gugup akan kalah, kalau kalah berarti mereka mati, sungguh aku tidak melihat raut wajah yang sekarang aku alami pada Eller dan Akey. Terlihat sekali di wajah mereka berdua yang yakin akan menang.

Beberapa makhluk itu bergerumun, mengeroyok dan memukul dinding transfaran yang mengurungku, aku masih ragu bahwa dinding Akey bisa melindungiku. Makhluk itu berusaha menghancurkan dinding dengan api yang muncul dari tangan mereka, tetap saja usaha mereka sia-sia, dinding yang dibuat Akey memang sakti seperti yang ia jelaskan tadi.

Aku mulai merasa geli, aku melemparkan sedikit garam pada mereka. Tiba-tiba makhluk itu berteriak kasakitan kulihat kulit mereka melepuh seperti yang terjadi pada Eller saat ia menyentuh karung garam di ruang bawah tanah tadi. Anehnya mereka tidak bisa menyembuhkan luka itu, bukankah mereka sama saktinya dengan Eller? Malah lepuhan itu merambat ke sekujur tubuhnya dan menimbulkan asap seperti terbakar tanpa adanya api, makhluk itu berubah menjadi abu yang tertiup angin malam meninggalkan aroma daging terbakar. Mungkin hanya Eller yang mempunyai kemampuan penyembuhan.

Aku mulai percaya diri, aku lempar garam pada mereka. Aku terkejut melihat salah satu makhluk itu menakutiku dengan taring yang ia tunjukan. vampir? Mereka vampir sama seperti Eller, Akey dan Rio?  Kenapa mereka saling bunuh? Bukankah mereka sama? Tapi...... tadi Eller bilang bahwa dia dan semua temannya adalah vampir yang memihakku. Itu berarti vampir yang ini jahat padaku? Aku langsung melempar garam pada vampir-vampir jahat itu tanpa ampun baginya.

Waktu berjalan lambat dan panjang malam ini, mungkin 1 jam telah berlalu, musuh tetap tidak ada habisnya namun jumlahnya tidak sebanyak tadi begitu pula garamku, Eller dan Akey gerakan mereka semakin melambat, rupa mereka tidak jelas lagi kotor oleh cipratan darah musuh yang telah mati.

Love to Live & DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang