Dark & Rose Blood

9 0 1
                                    


Disini gelap, tapi entah mengapa jantungku masih berdetak. Kenapa semunya gelap? Kenapa hatiku terasa sakit? Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Energi kembali terkumpul di tubuh ini. Aku merasa ringan, aku merasa terbaring di atas alas yang empuk. Delfhyn? Dimana Delfhyn? Mataku langsung terbuka mengingat lelaki itu.

Dengan bingung aku melihat ke segala penjuru ruangan. Dimana aku yang masih terbaring di kasur.

"Kamu sudah sadar?" tanya Ikai, bangkit dari sofa yang ada di pinggir kasurku & segera menghampiriku dengan gerakan yang berkelabat andalannya.

Eller yang tertidur di sofa yang sama terbangun mendengar itu.

"Dimana Delfhyn?" tanyaku, terduduk di kasur.

"Dia bersama Ketua, hoam....." ucap Eller malas sambil menguap.

"Kamu mau minum?" tanya Ikai, dengan ramah ia menyodorkan segelas air putih. Kenapa tiba-tiba sikap Ikai begitu bersahabat?

"Eh? Trimakasih...." aku keheranan.

"Jangan merasa aneh! Ikai memang baik kok. Yang kamu lihat kemarin-kemarin waktu di bukit kota itu, dia hanya bercanda. Maklum kami kan Vampir, cara bercanda kami memang begitu," ucap Eller, aku kaget dia menjawab apa yang aku pikirkan.

"I-iya aku hanya bercanda!" wajahnya yang mungil memerah. "Kenapa kamu menjelaskannya Eller?" ucap Ikai, dengan geram menatap Eller.

Aku ingat, ternyata aku pingsan saat mengetahui bahwa Adetra adalah Rio, orang maksudku vampire yang mereka hormati.

"Maaf membuat kamu syok, kami tidak memberi tahumu dulu bahwa Ketua kami adalah Adetra, selama ini Ketua menyamar sebagai Adetra untuk mengawasi Delfhyn, Aku juga menyamar menjadi siswa di sekolah kamu itu," ucap Eller dengan nada bersalah. Lagi-lagi Eller menjelaskan semua yang ingin aku tahu.

"Menyamar? Mengawasi Delfhyn?" aku sama sekali tidak mengerti perkataan Eller.

Ikai duduk di sampingku, sontak aku menoleh padanya. "Delfhyn yang selama ini kamu kenal yang tak lain dia adalah si "Darah Hitam", manusia setengah vampir yang darahnya diincar oleh vampir-vampir jahat, karena Delfhyn memiliki kekuatan besar yang setara dengan kakakku, jadi jika ada vampire yang meminum darah Delfhyn, vampire itu akan memiliki kekuatan yang besar," jelas Ikai, bahasa yang ia gunakan tidak cocok dengan umurnya yang masih kecil.

"Karena itulah kami menyamar dan terus mengawasi Delfhyn, kami mengawasinya sejak ia lahir," lanjut Eller

"Hah? Tidak mungkin Delfhyn vampire!" jantungku berheti, kepalaku terasa panas, aku mohon siapa saja pukul lah aku.

"Memang begitu lah kenyataannya Quint....." Ikai dengan lembut menepuk pundakku dengan tangannya yang mungil.

"Sudah! Kepalaku pusing....... Aku harus bertemu dengan Delfhyn!" aku bangkit dari kasur, langsung aku berjalan ke arah pintu keluar. Tiba-tiba pintu itu tertutup dengan sendirinya.

"Jangan sok khawatir padanya! Dia bisa menjaga dirinya sendiri, yang harus kamu khawatirkan sekarang adalah dirimu sendiri. Bukankah kamu belum tahu alasan ketua menggigitmu?" tanya Eller yang masih duduk di sofa.

"Memangnya vampir memiliki alasan khusus untuk menggigit manusia? Bukankah alasan kalian hanyalah untuk hidup? Sekalian saja waktu itu sedot sampai habis saja darahku! Kalau tahunya sekarang aku menyusahkan kalian " keluar begitu saja semua yang ingin aku katakan pada mereka. Rasanya aku benci sekali pada mereka. Mereka berdua terdiam, merasa iba padaku, Air mataku meleleh membasahi pipi.

Dengan gerakan berkelabatnya, Ikai langsung menggabruk perutku. Dia memelukku dengan erat. Jantungku berhenti. Aku merasakan badan bocah ini bergetar. Ikai menangis. Kenapa dia menangis? Apakah Ikai kasihan padaku? Jadi ini sisi kekanak-kanakkan bocah vampire yang menyeramkan saat aku temui itu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love to Live & DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang