Part 1

23 2 0
                                    

Gue mencoba buat nerima keadaan kalau semua udah berubah, keluarga gue, temen - temen gue. Awalnya gue pikir semua bakal baik - baik aja. Sampai gue menyadari kalau this is not that simply, dan gue harus berjuang buat ambil apa yang seharusnya jadi hak gue.

Nama gue Tya, Ariestya Fernanda. Anak kedua dari 2 bersaudara. Gue punya kakak cowok, namanya Dion a.k.a Bang Ion. He is the best one ! Seorang cowok yang selalu nepatin janjinya, dan tentu sayang sama keluarga. Abang gue udah sekitar 2 tahun tinggal di Amerika buat ngelanjutin sekolah di sana.

Dan itu adalah hal yang bener - bener doi pengin. And gue ikut bahagia buat dia, as always.

"Tya, besok papah pergi ke Bali mau ngurus hotel di sana. kamu mau sekalian ikut ?"

"Besok aku ujian semester, Pah."

"Ok, kamu di rumah saja. Belajar yang giat ya, Papah selalu bangga sama kamu."

He's my dad, sosok ayah yang selalu ada buat gue saat gue tahu bahwa mom udah ngga ada. He always beside me no matter what,

Jujur waktu dad ngenalin gue sama istrinya yang sekarang a.k.a my step mother. Gue turut berbahagia for him. Ya i mean bakal ada yang nemenin dad, he is still a man and going to be old, he needs someone beside him. i would not complain about it.

Makan malam kali ini rasanya makin spesial karena gue bisa makan dengan genang tanpa cekcok dengan saudara tiri gue. Gue ngga tahu kenapa, tapi rasanya kok kita ngga bakal bisa jadi keluarga yang harmonis ya. Moreover, i don't know why but kompetisi diantara saudara tiri bakal selalu ada.

●•●•●•●•●•●•●

Tepat jam 5 sore gue selesai dengan jadwal les piano. Satu - satunya alasan gue belajar main piano adalah papah yang minta, bagus untuk mengasah otak kanan. 🙂

Well, ngga ada salahnya juga belajar main alat musikkan? toh ini juga sekalian ngisi waktu senggang gue buat ngelakuin ha yang positive.

Brak !

Aku segera menatap kearah suara tadi. tampak seorang anak laki - laki yang menumpukan kepalanya di atas tuts piano dengan putus asa. Aku tahu laki - laki disamping anak itu, Mr Edward salah satu pengajar di sekolah musik ini.

"Adam, coba untuk fokus dan menikmati musiknya."

"i'm trying."

Keduanya nampak sangat putus asa. Aku terkekeh pelan. Dan sialnya pintu ruangan latihan sedang tidak tertutup dan dua orang di dalam memalingkan wajahnya kearahku.

Mr Edward ikut meringis pelan menatapku. Kita saling mengenal, beliau sempat mendampingiku dulu saat aku berumur 15 tahun. Sedangkan anak laki - laki itu tampak menatapku dengan malas dan ogah - ogahan sembari melanjutkan tumpuan kepalanya diatas tuts piano.

"Tya, sudah selesai kelasnya ?"

"Yes Sir."

"Wah, kamu bersemangat sekali ya," Ucap Mr Edward sembari curi pandang kearah siswa didiknya itu yang mendengus kasar.

Aku hanya tersenyum mendengar pernyataan Mr Edward yang explicitly sarcasm for his student dan segera pamit pulang.

●•●●•●•●•●•●

"Eh lu udah denger berita ada anak baru di kelas kita."

"Kemarin gue sempet denger anak - anak ngobrol gitu sih, hebot banget. Emang dia siapa ?"

"Katanya sih anak pengusaha tajir mampus, pindahan dari Surabaya."

"Ooh."

Ngga lama bel pelajaran bunyi, and Walaa !! Seorang cowok ( lumayan ganteng sih ) masuk ke kelas dengan senyum manis dia yang sama sekali ngga dibuat - buat which is sukses bikin cewek satu kelas ( termasuk gue ) terpesona.

Gila nih cowok senyumnya manis banget !

"Nama gue Devian Dharma, pindahan dari Surabaya."

Sumpah ya ! Suaranya manly banget anjir ! Ya udah deh kalau gini alamat si Lana bakal dapet saingan di sekolah.

Acara perkenalan selesai dan Devian duduk di sebelah bangku belajar gue. Demi apa pas doi lewat parfumnya bikin mampus ! Wangi banget.

"Ok anak - anak sekarang buka buku pendamping halaman 15. Bentuk kelompok masing - masing 2 anak. Kerjakan dan kumpulkan minggu depan."

Ya mulai lagi deh, kalau gini cerita mah gue juga ujung -  ujungnya ngerjain sendiri 'cause jumlah murid  di kelas ini ganjil. 😑
wait ! Sekarang kan udah ada Devian ya !!
Ah paling juga Devian bakal di ajak sama anak lain.

Finnaly ketika kursi - kursi mulai digeser agar dapat duduk bersampingan. i stay in my seat and start to do the assignment.

'Puk-puk!'

"Lu belum punya pasangan ?"

"Be-belum." Anjir kenapa gue jadi kelihatan bego gitu sih. Gue gagal jadi seorang yang cool di depan Devian. Shit.

Devian langsung ambil kursi dan duduk di depan gue.

"Jadi menurut lu gimana ?"

"H-hah ? Apa ?"

"Nomor 1 ini, kenapa kita harus setuju pernyataan dari teks tadi."

"Ooh, simple sih karena pada dasarnya kalau lu mau menguasai suatu skill you have to understand and learn the theory first. Kayak lu bangun rumah, mau sebagus apapun atapnya kalau dasarnya ngga kuat ya bakal runtuh juga."

Devian cuma ngangguk - angguk setuju dengan pernyataan gue. Dia kelihatan sabar banget dalam diskusi dengan gue. Kita emang sempet beberapa kali beda paham dan he's wise enough buat pilih jalan tengah yang bisa memuaskan kita.

"Ini ngga bakal selesai. Mau lanjut ngerjain kapan ?"

"Besok aja gimana ? Di rumah gue. Lu keberatan ?"

"That's fine."

Dan hari itu, gue ngerasa sekolah bener - bener menyenangkan ! And will aways be fun !

(ON GOING) Unless than feelingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang