On 5✔

48 5 0
                                    

You make me feel better, Mr. Joon.

.
.
.

.

Kini aku melihat dua orang namja yang sedang menyeruput minuman di dalam cup-nya. Dua namja yang baru saja mengajakku untuk makan bersama 'teman-temannya'.

Setelah menunggu cukup lama dengan perasaan gugup, terlihat sekelompok orang berpakaian casual menuju meja yang kami tempati.

Mereka sempat menatapku aneh. Mungkin, karena mereka baru saja melihatku.

Aku berdiri bermaksud untuk menggeser tempat yang ku tempati. Namun dicegah.

Aku kembali duduk dengan posisiku di apit oleh dinding dan namja dengan wajah flat yang ditutupi oleh masker.

Oh ayolah, bahkan wajah ini lebih sangar daripada wajah Yeongsuk yang marah.

"Annyeong, nunim." Sapa salah satu teman Namjoon mungkin. Aku membalas sapaannya dengan tersenyum.

Sekarang terdapat 8 orang dalam satu meja. Ketujuh namja di sekitarku dan tentu saja aku perempuan sendiri.

Ingin ku tolak mentah-mentah ajakan Namjoon dan Seokjin-sebelumnya ia berkenalan dahulu denganku- namun terdapat perasaan tidak enak jika menolaknya.

"Apa kau teman Namjoon yang selalu diceritakannya itu?" Tanya namja berambut pirang. Aku menoleh pada Namjoon yang sekarang tengah melototi namja itu.

"Maksudnya?" Tanyaku kembali. "Yang di-mffh," ucapannya terhenti ketika tangan Namjoon menutupi mulut namja itu.

"Ah, mian. Lupakan perkatan Jimin. Dia memang selalu begitu." Aku tersenyum.

"Yak, hyung. Kau bahkan belum memperkenalkan kami pada ahgassi ini," namja pirang itu berucap lagi.

"Ah, iya. Baiklah, Ahri-ssi, ini adalah Jimin," ia menunjuk namja pirang tadi. "Sebelahnya itu Jungkook, maknae kami, lalu di sebelahnya Hoseok atau Jhope. Dan disampingmu adalah Min Yoongi dan di sebelah Yoongi adalah-"

"Annyeong, noona. Aku Kim Taehyung, kau bisa memanggilku Taetae." Jawabnya memotong ucapan Namjoon yang sukses mendapatkan pukulan dari namja disebelahku. Yoongi?

"Eoh, bangapseupnida. Nam Ahri imnida." Aku memperkenalkan diri.

Acara makan bersama cukup menyenangkan. Ditambah adegan perdebatan Jungkook dan Jimin yang memperebutkan nama pertama yang ada di Busan. Ini mengingatkanku pada rumah.

Kampung halamanku. Ketika aku akan makan bersama, dan ternyata aku dibohongi bibi. Bibi berkata 'adek nanti makan bareng sama ayah sama ibu kok' dan setelah aku menunggu lama tidak ada keberadaan ayah dan ibu. Sakit.

Aku menundukkan kepalaku. Hidangan lezat di hadapanku bahkan tak menggugah seleraku lagi.

"Neo.. kenapa tidak kau habiskan?" Aku mengangkat kepalaku. Ah, ternyata Yoongi. Aku tersenyum dan kembali, mencoba menghabiskan hidangan ini dengan tenang.

Aku terus mengingat kejadian itu. Tapi lupakan, aku tidak ingin mengungkit cerita sedih itu dihadapan teman baruku.

Makan bersama sudah selesai. Kini semuanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Aku yang tidak mempunyai kegiatan hanya duduk bersandar pada dinding dan mengamati wajah mereka satu persatu.

Deg!

Oh, astaga. Namjoon tersenyum padaku. Dengan sebisa mungkin aku menutupi kegugupanku dan kuulas senyumku membalasnya. Dan dia menunduk malu.

ㅡㅡ

Sekarang aku berjalan beriringan dengan Namjoon. Pria tinggi berlesung pipi yang mungkin membuat orang yang melihatnya menjadikannya candu.

Namjoon mengajakku pada sebuah taman yang belum pernah aku datangi. Kemudian, kami duduk pada bangku yang berhadapan langsung dengan air mancur.

"Namjoon-ssi," panggilku. Namjoon menoleh dan menunjukkan senyum dari balik maskernya.

"Ne?"

"Bolehkah aku menanyakan sesuatu, tapi aku harap kau tidak tersinggung." Namjoon hanya mengangguk dan memposisikan tubuhnya menghadapku.

"Tanyakan." Pintanya.

Aku menelan salivaku. Menelan pula rasa gugupku bertatapan langsung dengannya. Baiklah, aku mulai.

"Mengapa saat aku bertemu denganmu, kau selalu menggunakan masker dan topi?" Tanyaku. Benarkan? Dimanapun aku bertemu dengannya, ia pasti menggukan kedua barang tersebut.

"Aku menyamarkan identitasku." Jawabnya. Identitas?

"Identitas sebagai apa?" Tanyaku mulai penasaran. Ini bukan list pertanyaanku namun aku penasaran ingin menanyakannya.

"Sebagai seorang idol."

Aku terdiam. Namjoon pun sama, entah melihat ekspresiku atau dia tidak sengaja mengatakannya.

"Idol?"

"Ne, waeyo?" Tanyanya. Apa yang dikatakan Yeongsuk itu benar? Jadi Namjoon benar-benar seorang idol?

Aku masih terdiam. Aku mulai ragu menanyakan beribu pertanyaan di dalam pikiranku. Aku mulai tidak yakin dengan hubungan pertemananku dengan Namjoon dan teman-temannya mengingat Namjoon adalah seorang idol.

"Tidak apa-apa. Tanyakan saja, aku akan menjawabnya, atau lain kali kau tanyakan jika kita bertemu." Ujarnya lalu tersenyum. Menampilkan lesungnya yang muncul dengan manis.

Aku hanya menunduk malu. Aku tidak sanggup menatapnya. Bahkan menatap bibirnya yang berbicara saja aku tidak sanggup.

"Ah, aku punya sesuatu untukmu, aku harap kau datang. Tidak perlu membawa apapun. Cukup bawa mentalmu dan siapkan perasaanmu." Dengan terkesiap aku mengangkat wajahku dan melihatnya mengembangkan senyumnya yang menampilkan deretan giginya.

Dia memberikanku sebuah gelang atau semacam tiket bertuliskan 'BTS Fansign Love Yourself: Tear'. Aku menatap kertas tipis ini dengan ragu. Kemudian menatap Namjoon kembali.

"Namjoon-ssi, aku tidak yakin dapat hadir pada acaramu ini." Ucapanku langsung membuat raut wajah Namjoon berubah menjadi kecewa.

Melihat raut wajahnya yang sendu seperti itu, aku menimang nimang kembali tawaran yang diberikan Namjoon. Haruskah aku datang? Lagipula aku bukan orang spesial baginya. Aku hanya seseorang yang tidak sengaja bertemu di gang.

Aku tersenyum dan menatapnya.

"Okay, aku akan datang." Dia menampilkan senyum pepsodentnya kembali dan hendak memelukku/?

"Bagus! Aku tunggu besok. Jangan terlambat, okay?" Ucapnya seperti anak kecil. Aku hanya terkekeh pelan.

"Okay."

Tak sadarkah kau Namjoon. Bahwa kau secara tidak langsung mengungkapkan rasa sukamu padaku. Atau hanya diriku yang merasa bahwa kau menyukaiku. Ah, tidak. Apa aku sekarang sudah menjadikanmu candu dalam pikiranku?

- To Be Continued -

Who Are You | Kim Namjoon (BTS) | Pindah AkunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang