0.8 U R

517 76 7
                                    

Song ::  U R by Taeyeon

Bekerja di tengah kesibukan skripsi, bukan hal mudah bagiku yang mengandalkan beasiswa. Tapi aku cukup bersyukur karena tetap mampu melakukannya hingga sidang telah terlewati.

Setelah sidang kemarin, aku dinyatakan lulus. Hanya tinggal mengikuti wisuda dan aku bisa mencari pekerjaan yang lebih baik. Begitu pun Irene. Dia lulus dengan nilai terbaik di fakultasnya. Apa kau bangga dengan kekasihmu, Kim? Karena aku bangga pada sahabatku.

Besok adalah hari ulang tahun adik perempuanmu. Irene mengatakan padaku bahwa kau membutuhkan seseorang yang bisa membantumu mendekorasi ruangan agar terlihat cantik untuk pesta ulang tahun adikmu yang ke tiga belas tahun. Sebuah kejutan, katanya. Dan Irene meminta tolong padaku untuk membantumu melakukan itu.

Lalu? Aku menolak. Tentu saja. Butuh berapa lama memangnya untuk mendekorasi ruangan? Apalagi saat tahu jika Irene hanya mengandalkanku tanpa dia bisa ikut hadir. Terlalu beresiko jika hanya berdua denganmu. Tapi kekasihmu itu memaksa, Taehyung. Iya, dia memang sangat keras kepala. 

Jadi disinilah aku, berada di depan pintu rumahmu dengan beberapa peralatan yang mungkin aku butuhkan nanti. Sedangkan Irene, orang tuanya mendadak pulang dan dia tidak bisa ikut membantu.

Ibumu menyambutku. Dia wanita yang cantik dan anggun. Biar ku tebak, usianya bahkan belum benar-benar menginjak lima puluh tahun, kan? Dia sangat cantik, Taehyung. Dan matamu, kurasa berasal dari sana.

Ibumu sendirian di rumah, kau pun belum pulang dari bekerja sampingan di kedai kopi. Jadi aku masih menghabiskan waktu dengan Ibumu diruang tamu sambil banyak bercerita tentangmu dan adikmu. Melihat foto-foto masa kecil kalian yang Ibumu perlihatkan, aku merasa jadi mengenalmu lebih jauh.

Apa Irene sudah melihat album ini, Taehyung?

Kau pulang satu jam kemudian. Mengucapkan maaf karena datang terlambat dengan beberapa alasan pekerjaan. Aku tak masalah Taehyung. Menunggumu sejam tidak ada artinya dibanding dengan caraku bertahan hidup selama beberapa waktu belakangan ini saat kau menguasai hidupku.

Dan kita mulai mendekorasi. Meniup beberapa balon, menggunting kertas hias, menempel, kau yang memanjat bagian tertinggi dan aku yang mengatur tempat. Beberapa kali kita menertawakan hal yang tidak penting. Seperti saat kau meniup balon dan balon itu terbang dari mulutmu. Atau saat aku yang salah menggunting kertas hingga bentuknya menjadi tak jelas. Aku merasa lebih dekat denganmu hari ini, Kim.

Aku akan memberikan sesuatu pada Irene sepulang dari sini sebagai ucapan terima kasihku karena telah memberikan aku waktu berdua denganmu. Untung saja Irene memaksa saat aku menolak. Sebab momen seperti ini aku yakin tak akan pernah terulang lagi.

"Ini kopi racikanku. Kau belum pernah mencobanya, kan?" Ujarmu saat kita beristirahat setelah selesai mendekorasi.

"Kau meracik sendiri?" Kau mengangguk dengan senyum sombongmu itu. Ah, sombongmu itu lucu sekali, Taehyung.

Aku mengesapnya. Dan lagi, aku suka sekali rasanya. Dominan rasa pahit, tapi ada rasa manis dalam tiap decapannya. Seperti perasaanku padamu, Taehyung. Uh, aku menjijikan sekali, ya. Hahaha.

"Kenapa kau tak jadi barista saja?"

Kau menggeleng, "Tidak. Impianku tetap sama seperti yang aku ceritakan padamu."

Aku mengangguk. Aku tahu itu, Taehyung. Andai saja aku bisa mewujudkannya.

"Hei! Kau tidak punya kekasih, kan?"

Deg! Kenapa rasanya jantungku berdetak begitu keras? Aku menggeleng lemah.

"Mau ku kenalkan dengan temanku? Dia memiliki klub pelatihan dance. Seusiaku. Namanya Jimin. Mau?"

Aku menatapmu. Lemas rasanya. Aku tidak ingin siapa-siapa, Taehyung. Terlebih jika orang itu adalah orang yang ada disekelilingmu. Aku tak akan bisa memulainya dengan baik.

"Maaf, Taehyung. Aku belum ingin menjalani hubungan dengan siapa pun."

"Kau yakin? Tidak mau coba dulu? Irene bilang kau sudah lama sendiri." Aku hanya mengangguk dengan senyum tipis.

"Memangnya tak ada pria yang kau sukai?"

Kau, Taehyung. Kau orangnya. Sejak sembilan bulan yang lalu. Kau orang yang menginvasi hidupku. Kau yang menyita banyak waktuku. Bahkan sebelum kau mengenalku, sebelum Irene mengenalmu.

"Ada."

"Siapa?"

Ingin rasanya aku menjawab dengan lantang bahwa pria itu adalah kau. Tapi itu hanya akan membuatku terlihat bodoh dan membuat jarak antara kita. Aku tak ingin itu terjadi, Taehyung. Seperti ini saja, aku hanya ingin seperti ini saja.

"Siapa pun itu, aku tetap tak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun. Aku masih nyaman seperti ini." Itu bohong, Taehyung.

Kau mengangguk mengerti, "Hmm, baiklah kalau begitu."

Dan aku pamit setelah menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk beristirahat dan berbincang denganmu. Menikmati detik-detik baru meskipun ada rasa sakit disana.

Namun kau menahanku sejenak. Masuk kedalam kamar dan kembali dengan menyerahkan sebuah bingkisan padaku.

"Itu gaun. Sebagai ucapan terima kasih karena kau telah banyak membantuku. Tumpangan menginap, tumpangan motor dan bantuan hari ini. Maaf karena hanya bisa memberikanmu itu. Tapi semoga kau suka."

Aku terperangah. Menatap lipatan gaun sederhana berwarna peach di dalam paperbag dengan perasaan yang sudah tak karuan bentuknya.

"I-ini bagus. Pasti bagus. Tapi seharusnya tidak perlu, Taehyung. Aku tidak mengharapkan apa-apa karena sudah membantumu."

"Jangan menolak. Baju itu aku yang cari sendiri sepulang kerja. Makanya aku terlambat datang. Aku pernah melihat fotomu berdua dengan Irene. Dan kau menggunakan pakaian semacam itu. Jadi aku pikir aku bisa memberimu itu yang bisa kau gunakan besok ke acara ulang tahun adikku."

"Terima kasih banyak, Taehyung."

"Aku yang harusnya mengucapkan terima kasih. Kau sudah banyak membantuku. Tapi maaf jika bajunya kurang bagus, aku tak pernah membelikan baju untuk wanita. Tapi semoga kau suka."

Aku tak mampu menahan senyumku. Aku jadi merasa memiliki tempat dihatimu. Sesuatu yang tak pernah kau lakukan sebelumnya, kau lakukan untuk pertama kalinya itu padaku. Aku tak mampu lagi mendeskripsikan perasaanku sekarang.

"Tapi, tolong jangan beritahu Irene. Dia tak tahu soal ini. Dan tolong jangan salah paham. Ini benar-benar hanya ucapan terima kasih, bukan maksud untuk mengkhianati sahabatmu. Aku tidak ingin dia berpikir yang macam-macam."

Dan aku sadar kembali, bahwa aku akan selalu memiliki batasan dalam merasakan bahagia karenamu.[]

Klandestin [KTH] (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang