Song : It's Okay Even If It Hurts by Seohyun SNSD
Dua pekan kita tak bertemu. Lebih tepatnya, aku yang menghindar darimu dan kekasihmu. Sejak hari itu, aku selalu beralasan pada Irene bahwa aku sibuk. Tidak menunjukan diri adalah cara terbaik yang bisa aku lakukan untuk menyadarkan diri.
Mengapa raut wajahmu seperti itu, Taehyung? Aku tahu itu tak hanya sekedar terkejut. Apakah dengan aku mencintaimu, itu melukaimu? Apa aku sudah menyakitimu, Taehyung?
Tae, maaf. Tapi sungguh, aku merindukanmu. Seandainya saja aku memiliki waktu untuk menjelaskan segalanya padamu. Tapi kendati waktu itu aku miliki, keberanian tak ada disana untuk menguatkanku berhadapan denganmu.
Hari ini acara wisudaku dan kekasihmu. Aku harus mengalah pada ego, membiarkan mataku melihatmu disana, menggenggam erat jemari Irene seakan ingin menunjukan padaku bahwa kau adalah miliknya, bahwa aku bukanlah siapa-siapa.
Singkat saja. Aku juga tak banyak bicara. Aku tidak tahu harus menjelaskan apa padamu. Kau tak mengindahkanku yang berada disekitarmu.
Sakit sebenarnya, Taehyung. Tapi aku tahu, memang disinilah tempatku. Memang tidak sewajarnya aku menyimpan rasa ini lebih lama. Tapi tenang saja, Taehyung. Ini tak akan lama lagi.
"Akhirnya kita selesai juga!" Begitu antusiasnya kekasihmu. Dia yang aku tahu akan melanjutkan kuliahnya sembari menunggu hari dimana kau akan menikahi Irene.
Iya, aku sudah tahu, Taehyung. Tenang saja. Aku baik-baik saja. Ah, apa kau peduli itu? Aku rasa tidak. Tapi sungguh, aku tak apa. Dengan alasan itu juga aku menyembunyikan diri selama dua pekan ini, dan aku sudah membuat keputusan.
Aku akan pergi, Taehyung. Pergi jauh, meninggalkan Daegu dan semua isinya. Meninggalkanmu dan kekasihmu. Tidak lama. Hanya sampai rasa ini benar hilang. Ya, aku harap tak lama.
Hari sudah sore. Aku kembali ke apartementku dengan rasa kosong dalam hati. Harusnya ini adalah salah satu hari bahagiaku. Lulus dengan nilai terbaik, hasil kerja kerasku selama beberapa tahun ini. Namun rasanya semua hampa dengan melihatmu disana. Sebab rasa sakit mendominasi hati.
Aku harus berkemas. Hari ini adalah hari terakhirku menginjakan kaki di Daegu, mungkin. Karena aku akan bekerja di Seoul, Taehyung. Pilihan yang baik, bukan? Jadi kita tak perlu bertemu. Aku tak perlu lagi merasakan kesakitan ini. Untuk rindu, aku harap aku bisa mengatasinya.
Seharusnya aku pergi pekan depan, tapi aku mempercepat kepergian ini karena kejadian hari itu. Seandainya kau tidak mengetahui perasaan yang kusimpan selama ini, mungkin aku akan menunda keberangkatanku dan mencoba mencari momen terakhir dan terbaik denganmu sebelum aku pergi. Tapi ternyata takdir berkata lain.
Pintu apartement terketuk lembut, bel berbunyi beberapa kali. Aku tahu itu Irene yang siap mengantarkanku ke bandara. Kekasihmu itu, dia sempat marah, Taehyung. Marah karena aku membuat keputusan mendadak. Dua pekan menghilang kemudian memberi kabar bahwa aku akan pergi ke Seoul di malam wisuda. Dia benar-benar marah. Tapi itu tak lama setelah aku meminta maaf dan berjanji akan datang ke pernikahan kalian jika waktu itu datang.
Saat pintu terbuka, Irene tak sendiri. Kau disana. Kenapa, Taehyung? Kenapa kau datang? Kenapa kau muncul saat kau sudah mengetahui perasaanku padamu?
"Masuklah." Suaraku melemah. Mungkin terdengar sedikit parau. Gadismu masih mengomel karena keputusan mendadakku. Tapi aku diam. Apapun itu, aku rasa keputusanku sudah bulat. Tak ada lagi yang bisa membuatku bertahan disini. Karena aku, sudah lelah, Taehyung.
Berkemas dengan cepat, akhirnya kau membawa mobil Irene menjauh dari apartemenku menuju bandara. Kau sesekali melirikku dari kaca spion depan. Aku tak tahu kenapa kau melakukan itu. Tapi kau tahu, Taehyung? Itu menyakitkan.
Kenyataan kau mengetahui perasaanku terasa jauh lebih sakit ketimbang saat aku menyimpannya sendiri.
Kenapa patah hati itu terasa menyakitkan? Karena perasaan itu sudah diketahui. Terang saja akan terasa menyakitkan jika gagal. Lain halnya jika perasaan itu masih tersimpan dalam hati, 'bom waktunya' belum diaktifkan. Masih tersembunyi didalam. [Tere Liye Quote]
Dan saat kau mendengar perbincangan itu, disanalah bom waktu itu meledak. Rasanya benar-benar menyakitkan saat kau mengetahui itu. Aku harus menyimpan rasa maluku.
Daegu International Airport. Kau membawa koperku. Irene yang terus berpesan agar aku menjaga diriku baik-baik selama di Seoul. Harus memberi kabar padanya tentang apapun yang terjadi padaku. Sampai akhirnya kita berhenti di depan toilet wanita. Irene masuk, meninggalkan kita dengan rasa canggung yang luar biasa mendominasi.
Kau diam. Aku pun sama. Apa yang harus dibicarakan? Rasanya apa pun yang diucapkan akan menjadi kesalahan. Tapi rasa canggung ini benar-benar tak nyaman.
"Aku titip Irene, ya. Jaga dan bahagiakan dia. Aku tahu kau mampu, Taehyung." Aku berucap tanpa sedikit pun melihatmu. Menunduk menahan malu. Tapi aku tahu kau menatapku disana.
"Sejak kapan?"
Kenapa harus pertanyaan itu, Taehyung? Aku bukan gadis bodoh yang tidak paham akan maksud pertanyaanmu. Tapi bisakah kau tidak menanyakan hal itu?
"Apa?"
"Kau tahu maksudku." Aku tahu. Sangat tahu, Taehyung. Tapi dengan kau mengetahui kenyataan itu, apakah bisa merubah segalanya?
Aku mendongak, menatap langsung iris gelapmu yang menatapku penuh tanda tanya. "Untuk apa? Karena rasa penasaranmu?"
Kau diam. Tapi kau menunggu jawabanku. "Sekali pun kau tahu, tidak akan ada yang berubah, Taehyung."
"Jawab saja! Sejak kapan?!" Nada bicaramu meninggi. Aku terkesiap. Meneguk salivaku kasar. Kau marah? Kenapa?
"Sejak di apotek." Gumamku yang masih mampu kau dengar.
Dan Irene datang, membuat kalimatku sebagai kalimat terakhir yang aku ucapkan padamu, dan membuat nada bicaramu yang meninggi itu sebagai kalimat terakhirmu untukku.
Selamat tinggal, Taehyung. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin [KTH] (✔)
FanfictionMencintai dia dalam kebisuan adalah caraku untuk mempertahankan apa yang sudah ku miliki sebelumnya ; sahabat. Tidak etis rasanya, ketika kau mengucapkan secara gamblang kepada sahabatmu dan kekasihnya jika kau mencintai kekasih sahabatmu kelewat da...