II

297 32 0
                                    

"Argh...hah..."

Seokjin berusaha bangkit, dan sebisa mungkin meredam suaranya. Tapi rasa sakit di lengannya tak kunjung hilang.

Ia menyandarkan badannya di belakang sofa, berusaha menarik napas. Lalu diraih handphone-nya yang tadi terjatuh didekatnya. Buru-buru ia matikan flash dari kameranya dengan tangan kirinya yang sudah berdarah. Suasana gelap disana semakin mencekam. Ditambah lagi dalam kondisi seperti ini, dimana insting survive-mu diuji. Sebuah kalimat pun terlintas di benak Seokjin.

Ada penyusup. Ada pembunuh. Ada orang gila. Ya, dan orang itu masuk ke dorm ini!

Kita sebut saja psikopat. Psikopat itu pasti telah menyangka bahwa dirinya sudah mati tertembak. Tapi ia belum mati. Karena gelap, bidikan peluru tersebut meleset.

Seokjin harus buru-buru menyelamatkan Yoongi. Yoongi masih belum diketahui keberadaannya. Rasa khawatir, panik, dan takut bercampur jadi satu.

Kalau sudah begini, menelepon atau mengetik keyboard handphone untuk meminta bantuan pun menjadi sulit. Karena bila sampai ketahuan, bisa-bisa nyawanya yang akan...Seokjin tidak mau melanjutkan kalimat selanjutnya.

Seokjin bergerak perlahan-lahan. Yang pertama ia lakukan adalah mencari perban untuk menutup luka tembak ini. Ia mendatangi ruang dapur, untuk mencari kotak P3K. Yang bukan main sulitnya karena ia hanya bisa mengandalkan indera peraba.

'Kotak P3K, dimana kau?' katanya dalam hati, sambil mengangkat satu lengannya untuk terus mencari kotak P3K di salah satu lemari. Nasib beruntung langsung ketemu.

Buru-buru diambilnya kotak tersebut. 'Yoongi, kumohon bersembunyilah lebih dulu. Hyung pasti akan menyelamatkanmu...' dengan hati-hati, Seokjin menutup kembali lemari tersebut agar tidak menimbulkan suara.

Cklek. Terdengar bunyi pintu dari salah satu ruangan. Ada suara langkah kaki seseorang menuruni tangga. Orang tersebut pergi ke arah dapur.

Tap. Tap.

Orang itu melirik ke dalam dapur. Ternyata tidak ada siapa-siapa.

-o-

Seokjin menggigit salah satu ujung perban putih, agar tangan kirinya bisa leluasa melakukan gerakan memutar untuk menutup luka di lengan kanannya. Benar-benar sulit sekali melakukannya. Lengan kanannya terasa sakit sekali. Begitu mengencangkan ikatan pada lukanya, ia hampir saja mengerang kesakitan, jika tidak ditahan oleh kain yang masih digigitnya.

Akhirnya, selesai juga. Ia bernapas lega. Warna merah darah mulai mewarnai perban putih yang digunakannya.

Saat ini, Seokjin berada di dalam bathtub kosong kamar mandi lantai dasar. Jaraknya tidak jauh dari dapur. Begitu mendengar suara pintu terbuka di lantai atas, ia langsung bergegas pindah tempat. Lebih tepatnya, mencari tempat bersembunyi. Itu pasti si psikopat!

Mereka seperti bermain kucing-kucingan, hanya saja, kali ini nyawa taruhannya.

Seokjin segera mengetik pesan singkat kepada anggota yang lain. Jarinya gemetar hebat, namun ia berhasil menulis pesan yang berbunyi,

Tolong telpon polisi sekarang! Yoongi dan aku dalam bahaya! Aku terkena luka tembak, dorm dalam bahaya! AKU TIDAK BERCANDA!

Seokjin mau tidak mau memotret perban lukanya sendiri yang sudah ternodai darah, agar teman-temannya tidak menganggapnya lelucon. Dan memang ini bukan gurauan. Langsung di forward nya pesan beserta foto tersebut ke lima member lainnya. Ia berharap melalui chat personal, maka setidaknya mereka akan menganggap bahwa ini situasi serius.

Seokjin benar-benar takut sekali. Tiba-tiba saja, ia rindu teman-teman yang lain.

Kemana Namjoon? Hoseok? Bagaimana dengan Jimin? Lalu Taehyung? Bagaimana dengan Jungkook, member paling muda mereka jika mengetahui situasi ini?

Terus, apa yang terjadi dengan Yoongi? Padahal jarak mereka berdekatan, tapi rasanya seperti jauh sekali. Apakah jangan-jangan Yoongi sudah...

Seokjin hanya bisa terdiam dengan wajah pucat. Ingin menangis rasanya. Rasa takut, panik, dan khawatir selalu bersatu.

Kenapa? Kenapa situasi seperti ini harus terjadi padanya?

Lampu Padam | BTS FanfictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang