Empat

29 5 2
                                    

Menuju kostan Divka, jantung Adam bekerja satu setengah lebih cepat dari biasanya. Tapi tentu saja ia berusaha tetap tenang dan fokus menyetir “yang mana kostannya?”

Dengan tetap memainkan ponselnya dan tanpa menoleh, Myfta menjawab “itu yang warna krem, gerbang item.”

Adam melihat sisi kiri jalan, ia melihat bangunan krem bertingkat tiga dari dalam mobil, kemudian iya melambatkan laju mobil karena beberapa meter lagi sampai.

Masih memegang ponselnya Myfta berkata “bentar lagi Divka turun.”

Buru-buru Myfta mengetik pesan untuk Divka

Myfta Amiludin: buru, gue udah di depan

Divka Aprillia: dimana mobil lo?

Divka Aprillia: nggak ada mobil merah lo depan kost gue

Myfta Amiludin: jazz putih bosq

Divka Aprillia: hah? Mobil lo ganti?

Myfta Amiludin: bawel banget dah ni anak. Buru napa, telat nih

Setelah mengetikan balasan untuk Divka, Myfta buru-buru pindah ke kursi belakang lewat celah kursi depan.

Adam yang melihat “lah, ngapain lo pindah?”

“udah bro, manfaatin momen.” Canda Myfta sambil mengedipkan sebelah matanya.

“tai lu.”

Myfta tertawa.

Sementara itu, Divka berjalan menuju mobil Adam. Sebelah tangannya terangkat menutupi sinar matahari yang mengganggu pemandangannya. Kira-kira lima meter lagi ia sampai di mobil Adam.

Kini genap sudah kerja jantung Adam menjadi dua kali lebih cepat dari biasanya.

Pintu mobil terbuka “mobil siapa si…” belum selesai kalimatnya “eh. Kok elu?” Tanya Divka kaget yang melihat Adam di dalam mobil.

“tuh” dagu Adam menunjuk ke belakang.

Yang ditunjuk hanya cengar-cengir “sekalian Div, gue males bawa mobil.”

Divka menatap temannya curiga. Kemudian matanya pindah  menatap Adam. Dan menghela nafas.
Kemudian Adam buru-buru menstraster mobilnya. Jam pada mobil menunjukan pukul 12.50, yang artinya sebentar lagi mata kuliah akan di mulai. Dengan laju mobil yang cukup pelan, Adam melirik ke sebelah kiri, mendapati Divka yang sedang memainkan ponselnya. Entah sedang main apa. Rambut sisi kanan tidak diselipkan ke telinga, jadi Adam tidak bisa melihat wajahnya dengan leluasa.

Memasuki kawasan parkir yang lenggang, Adam langsung memarkirkan mobilnya dekat dengan pohon besar. Entah pohon apa namanya. Yang jelas bukan pohon beringin. Setelah mematikan mesin mobil, Adam dan kedua temannya keluar “agak cepet ya bentar lagi masuk nih.”

Myfta dan Divka berjalan menjajari Adam. Namun, tak lama Divka mengeluh “woy tungguin napa, langkah gue kecil nih.” Sungut Divka sebal karena dua laki-laki itu jalannya sangat cepat “dua langkah gue sama dengan satu langkah kalian ngerti gak sih.” Jelasnya.

Reflek keduanya berhenti menunggu Divka. Tak dirasa, Adam menarik kedua ujung bibirnya ke atas, tersenyum karena mendengar celoteh Divka.

“eh sorry, gue lupa ada bocil.” Myfta menimpali tanpa punya rasa bersalah.

Divka yang mendengar semakin kesal, kemudian menggerakan kakiknya lebih cepat dan lebar. Adam yang melihat tingakah Divka itu malah tertawa. Sampai di depan lift, mereka tak lama langsung memasuki lift bersama. Di dalam lift lumayan penuh, ada sekitar tujuh orang. Mereka bertiga ada di baris paling depan, kemudian Adam menekan tombol tiga, kemudian lift berdenting naik.

Di dalam lift tidak ada yang berbicara. Divka memndapatkan notif pesan, Myfta juga. Berarti dagi grup. Adam yang posisinya paling pinggir menoleh ke Myfta, hanya memastikan “kok mereka bisa dapet notif diwaktu yang bersamaan?” tanyanya dalam batin.

Rudi Ciptadi: tipsen dong

Rudi Ciptadi: please

Divka Aprillia: napa lo?

Myfta Amiludin: tar malem lo yang bayar okay?

Rudi Ciptadi: pusing banget gue baru bangun tidur

Rudi Ciptadi: 🙃

Sebelum mereka sempat mengetikan balasan untuk Rudi, pintu lift terbuka. Ponsel yang tadinya tergenggam buru-buru dimasukan ke dalam saku. Mereka bertiga keluar lift dan bergegas berjalan ke kelas. Divka yang memimpin jalan terdepan, ya mungkin dua makhluk laki-laki itu sudah sadar kalau langkah Divka benar-benar kecil jadi membiarkannya di depan, atau mereka sengaja membiarkan Divka di depan agar ia masuk kelas duluan, takut-takut sudah ada dosen jadi mereka berdua bisa aman berada di belakang.

Pintu kelas masih terbuka, dan masih ada suara anak-anak, tapi tidak terlalu ramai. Divka buru-buru masuk “eh udah ada dosen ternyata.” gumamnya.

Melangkah menuju kursi belakang yang masih kosong. Adam dan Myfta mengikuti di belakang.

Power point belum di tayangkan, ibu dosen masih sibuk dengan laptopnya, sedang mencari file mungkin.

“eh ini kuliah belum di mulai kan?” Tanya Divka kepada anak perempuan berbaju maroon di sampingnya, enatah siapa namanya, ia belum tahu. Nanti ditanya deh kalo sempet.

acan” jawabnya.

“oh orang sunda.” Gumam Divka dengan suara yang sangat kecil.

Tiba-tiba Adam berbesik “namanya Tia, satu SMA sama gue.”

Divka yang tidak tahu kalau ternyata Adam duduk di sebalahnya agak kaget  kemudian ber-oh “kenapa dia yang di sebelah gue deh?” tanyanya dalam hati.

Kemudian Divka mengambil binder bersampul hijau muda dan mengeluarkan tempat pensil kemudian focus ke depan karena ibu dosen sudah menampilkan power point.

Perkuliahan sudah berelangsung enam puluh menit, yang artinya sisa empat puluh menit lagi mata kuliah akan selesai. Adam yang dari tadi tidak fokus dengan apa yang dosen terangkan, hanya memainkan pulpennya. Matanya sebentar-bentar melirik Divka, memperhatikan tangan kanannya yang menulis: “tulisannya rapih.” batinnya.

Divka yang dari tadi meresa diperhatikan, menoleh, kedua pasang mata itu bertemu. Hanya beberapa detik tapi itu sudah sukses membuat jantung Divka sedikit bekerja tidak normal “lo gak nulis?” tanyanya.

“nggak.”

Divka menyerngitkan dahi, kemudian mencoba kembali fokus memperhatikan dosen di depan. Tiga puluh menit berlalu tapi gagal. Kini Adam malah dengan terang-terangan memandangi Divka sampai dosen mengakhiri perkuliahan.

“ih lo kenapa si perasaan ngliatin gue mulu dari tadi.”

Setelah menggendong tas navynya “salah lo kenapa jadi cewek cantik banget.” Adam mengacak-acak rambut Divka lalu berlalu melewati kursi Myfta.

Divka hanya diam ditempat. Meratapi apa yang baru saja dilakukan Adam. Maksudnya, jantungnya sudah berpacu dalam melodi gitu loh.

“eh bocil mau balik kagak lo?” Myfta menyadarkan Divka dari lamunan.

Divka langsung buru-buru menyambar tas gendongnya kemudian menyusul temanya keluar kelas.

AMORFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang