After That Night

4.4K 28 11
                                    

Gadis itu berlari sekuat tenaga. Nafasnya berburu, bahkan mungkin oksigen yang dia hirup hanya sampai sebatas tenggorokan lalu ia hembuskan lagi. Sesekali ia menengok kebelakang, namun ia masih bisa mendapatkan bayangan orang yang memburunya dari tadi. Air matanya pun mulai keluar dan mengalir membasahi pipinya. Badanya yang gemetar tidak membuatnya berhenti berlari. Ia harus berlari sekuat tenaga agar nyawanya tidak melayang malam itu. Sekali lagi ia menoleh memastikan bahwa tidak ada seinci bayangan pun yang mengikutinya. Setelah ia memastikan tidak ada yang mengikutinya lagi, dia berhenti sejenak untuk membiarkan paru-parunya merasakan oksigen yang tak sempat masuk ke dalam paru-paru.

Tiba-tiba saja dari belakang seseorang menutup mulutnya dengan tangan. Tubuh yeoja itu kembali bergetar karena ketakutan. Nafasnya kembali berburu. Keringat dingin membasahi wajahnya. Pikiran-pikiran tentang tidak bisanya ia melihat matahari esok hari memenuhi otaknya. Tiba-tiba saja ia merasakan benda dingin menyentuh lehernya. Sebuah pisau dapur yang sempat ia gunakan beberapa saat lalu untuk memotong daging sapi kini tepat berada di lehernya.

“Lama tak berjumpa, Yuri,” kata pria itu. Suaranya berat menambah horor suasana malam itu. Gadis itu memejamkan matanya mencoba menahan imajinasi-imajinasi buruk yang dari tadi berkeliaran diotaknya.

“Kau bahkan tidak menyapaku dan langsung belari menjauhiku. Apakah aku terlihat begitu menakutkan? Aku kan hanya membunuh teman-temanmu.” Ucapannya membuat air mata Yuri mengalir makin deras.

“Tapi maaf Yuri-ah. Kita tidak bisa bicara lama, sampai jumpa,” kata lelaki itu lalu menggores leher Yuri dengan pisau dapur. Hal ini membuat tubuhnya semakin dipenuhi darah korban-korbannya. Ia berjalan keluar dengan senyuman bangga.

***

Dira POV

Brak! Editor sialan itu lagi-lagi membanting naskahku di depan mataku. Sudah ku bilang membuat sebuah ending itu bukan keahlianku. Aku bukan seorang anak yang selalu didongengkan di tiap penghujung hari. Bagaimana bisa aku tahu cara membuat akhir mereka hidup bahagia selamanya. Atau apa perlu aku tulis di cerita itu, pembunuh Dira hidup bahagia selamanya.

“Aku bingung harus mengatakan apalagi padamu,” katanya.

Sesungguhnya dia tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. Aku bisa menebak apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Ia akan mengambil botol minum dimejanya lalu berjalan bolak-balik dibelakangku. Lalu akan berkata..

“Kau benar-benar payah,” katanya tepat seperti yang kuduga.

Selanjutnya dia akan membuka botol minumnya lalu meminum beberapa teguk dan menyuruhku keluar ruangannya dan menugasiku untuk membuat cerita dengan ending yang lebih menakjubkan.

“kau hanya berhasil menerbitkan satu buku. Dan kebetulan saja itu berhasil,” katanya lalu meminum minumannya dan menaruh botol itu di atas meja. Hal yang sedikit mengejutkan, karena ini bukanlah hal yang biasa ia lakukan.

“Akan aku berikan satu kesempatan terakhir. Jangan paksakan dirimu membuat tipe cerita yang berat kalau kau susah mengakhiri ceritanya. Kau terlalu memaksa dirimu karena tulisan pertamamu langsung menjadi unggulan,” katanya. Ia duduk di meja sambil menatap ke arahku tajam.

“Mungkin kau perlu memiliki dunia baru sehingga kau tau bagaimana membuat akhir cerita yang menakjubkan.”

Aku masih menunduk. Aku malas melihat muka editor ini. Dia terlalu sok tau untuk beberapa kondisi. Untuk apa aku harus mencoba dunia yang baru kalau aku sudah cukup bahagia dengan duniaku yang saat ini.

“Pulanglah,” katanya.

Aku berdiri lalu membungkukkan badanku. Lalu berjalan meninggalkan ruangan yang bagaikan neraka bagiku. Aku berjalan lunglai menuju halte bus. Sepertinya hari terdingin di musim ini merupakan hari tersial bagiku. Yah, cukup dibilang sial sehingga editor mengubah gaya bicaranya. Sepertinya aku benar-benar hanya punya satu kesempatan terakhir.

After That NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang