Well aku udah milih soundtrack buat cerita ini nih. Rollercoaster lovenya Jisun. Awalnya aku suka banget lagu ini, gara-gara family outing *variety shownya korea*. Terus tiap dengerin lagu ini, kayaknya ide nulis ngalir gitu aja. Dan sepertinya emang cocok buat dijadiin soundtrack cerita ini.
***
Dira POV
Aku terbangun dengan badan kepala yang berat. Efek tadi malam. Aku tidak akan minum lagi. Aku merogoh ponsel yang berada di saku celanaku. Ada pesan dari pak editor untuk ke kantor. Aneh, aku kan baru kemarin mengajukan satu chapter. Chapter yang kemarin pun belum aku edit. Ya sudahlah, mungkin mau membicarakan hal yang lain.
Aku berjalan lunglai ke dapur lalu membuka kulkas dan mengambil botol air minum. Aku membuka botol minum dan mulai meneguk perlahan. Ah, segar.
“Kamu punya handuk lebih nggak?” tanya seseorang. Aku berbalik ingin memastikan siapa yang bertanya padaku. Tapi pemandangan apa yang aku liat saat ini. Seorang pria yang bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk untuk menutup daerah bagian bawah pinggulnya. Badan dan rambutnya basah dan memancarkan aroma wangi yang bisa membuatmu terdiam untuk beberapa saat hingga kemudian kau akan tersadar bahwa pada adegan seperti ini, hal yang perlu kau lakukan adalah...
“Kyaaa!!!!!!!! Apa yang kau lakukan?” tanyaku dengan suara lantang lalu mengalihkan pandanganku ke kulkas. Jantungku berdegup kencang. Ini pertama kalinya aku melihat dada bidang seorang pria, dengan abs yang berbentuk dan otot bisep yang sangat maskulin. Ah, tidak Dira, ini bukan karaktermu. Ini menjijikkan.
“Mandi. Aku berkeringat terlalu banyak karena menggendongmu kemarin,” katanya sambil mencoba mengambil botol minum yang ada di tanganku. Aku langsung memberikannya dan berjalan ke arah kamarku.
“Pakai bajumu cepat, setelah itu tunggu aku di ruang makan,” kataku sesaat sebelum menutup pintu kamar.
***
Il Sung POV
Geez, aku tahu anak itu mencoba menutupi kekagumannya terhadapku.
Aku tersenyum lalu mengambil pakaianku di atas sofa. Aku segera mengganti pakaianku di kamar mandi lalu kembali ke dapur. Dira masih belum keluar dari kamarnya. Aku membuka pintu kulkas. Wah, bahan makanannya lengkap juga. Sepertinya aku akan pingsan kalau harus menunggu Dira terlalu lama. Aku mengambil telur dan sayuran. Omelet di pagi hari lumayan untuk mengganjal perut.
Dia keluar sambil membawa selembar kertas lalu duduk di meja makan. Ekspresi wajahnya yang datar selalu membuatku ingin tertawa. Dia sebenarnya imut kalau diam seperti itu. Hanya saja saat dia mulai berbicara sedikit menyeramkan. Sekarang, aku mulai menghindari tatapan mata dengannya. Yah, aku hanya khawatir kalau dia tiba-tiba bisa membaca pikiranku lagi.
“Omeletnya sebentar lagi jadi,” kataku lalu mulai menyajikan makanan. Dia hanya duduk diam menanti makanan seperti anak kecil.
“Kau pasti suka masak. Dilihat dari bahan makanan yang lengkap di kulkas,” kataku lalu menaruh satu piring omlet di depannya, dan satu piring lain di sisi meja yang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
After That Night
Genç KurguDira, seorang penulis buku best-seller terjebak pada seorang bartender yang tidak punya rumah dan mengemis tempat tinggal gara-gara kejadian satu malam yang ia tidak ingat sama sekali. Belum lagi dia harus menulis dan mengajukan berkas terakhir untu...