Chapter 7

4.5K 930 102
                                    


Lily

Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku memperbanyak tugasku sendiri.

Sebelumnya aku menolak untuk mengerjakan tugas orang lain, tapi di sinilah aku sekarang, duduk dengan laptop untuk menyusun skripsi orang lain. Padahal aku baru akan berurusan dengan hal seperti ini dua tahun depan.

Lagipula, ini tidak seburuk kelihatannya. Aku jadi punya hal baru untuk dipikirkan, hal yang baru yang membutuhkan fokus, dan menyempitkan ruang dalam otak untuk memikirkan hal lain.

Soal Hoseok, Hyoeun, dan juga...

Taehyung.

Rasanya agak aneh menjalani satu minggu tanpa komunikasi. Padahal kami harusnya mendapat tiga kelas yang sama dalam seminggu. Tapi dia tidak ada. Dia tidak hadir pada kelas yang kuhadiri.

Dia sama sekali tidak menghubungiku. Setelah pertengkaran itu, kami sama sekali tidak bicara. Aku sendiri mencoba mengasingkan diri, berkata pada Hoseok bahwa aku sedang sibuk dan sering mematikan ponselku. Dan nampaknya dia sendiri tidak terlalu peduli.

Aku membuka salah satu buku yang kuambil dari rak buku ‘Economy and Politics’, mencoba untu kembali fokus. Hanya saja beberapa orang tiba-tiba berlari ke arah tangga, anehnya semua mendadak heboh.

Begitu melihat Jungkook lewat, aku memanggilnya, membuat kepalanya menoleh.

“Ada sesuatu, Jeon? Kenapa kelihatan heboh begitu?” tanyaku sambil menghampiri Jungkook. Dia justru mengangkat bahu dan menggeleng kecil.

“Tidak tahu,” dia menjawab, “tapi katanya ada yang berkelahi di dekat tangga.”

“Berkelahi?”

Keningku mengerut ketika Jungkook tertawa, entah sisi mananya yang membuatnya berpikir sebuah perkelahian pantas untuk ditertawakan. Kurasa ini yang namanya logika pria.

Jungkook menarik tanganku tanpa aba-aba dan berjalan ke arah tangga menuju ke lantai bawah. Astaga, orangnya banyak sekali. Apa mereka hanya bisa menonton?

Jungkook menepuk salah satu mahasiswa kemudian bertanya, “Siapa yang berkelahi?”

Laki-laki yang ditanyai Jungkook mendesah gusar, dan aku mendapati diri menunggu jawaban—entah kenapa. Kepala laki-laki itu bergerak menunjuk ke kerumunan, seolah menyuruh kami menyelinap ke sana.

“Benar-benar parah,” katanya, dan ketika dia menyebut dua nama, aku seolah lupa cara mengembangkan paru-paru sesaat. “Taehyung dan Hoseok baku hantam di sana. Gila.”

*

Keadaan Hoseok lebih parah dari Taehyung. Dan sejujurnya aku tidak terlalu heran dengan itu. Dari kecil aku tahu Taehyung mengikuti kelas aikido, dan dia itu preman tulen dari SMA. Preman populer, kurasa?

Aku belum bisa mengunjungi Hoseok karena dia masih harus mendapat tindakan dari beberapa ahli. Sementara Taehyung hanya butuh ditangani oleh pihak medis kampus. Si preman lebih beruntung ternyata. Tadinya aku tidak ingin masuk, berpikir kalau Hyoeun mungkin menjaga Taehyung. Tapi aku salah. Hyoeun bahkan sama sekali tidak terlihat.

Atau dia pergi ke rumah sakit untuk melihat Hoseok? Wah.

Sebenarnya di sini siapa yang pacarnya siapa sih?

Aku masih berdiri di depan pintu yang tertutup, masih ragu apakah aku harus membuka pintu dan masuk. Aku bahkan hampir berbalik. Hampir saja kulakukan kalau suara Taehyung tidak terdengar.

“Lebih baik masuk saja daripada berdiri terus di situ, Lily.”

Tenggorakanku terasa tersumbat air liur sendiri. Dengan keraguan aku memberanikan diri membuka pintu, mendapati Taehyung berbaring di tempat tidur dengan plester di hidung, pelipis, tulang pipi, dan sudut bibir yang masih diwarnai sedikit darah.

Taehyung sama sekali tidak tersenyum, hanya memandangiku datar.

“Kok tahu aku yang berdiri di pintu?” tanyaku, berbalik untuk memandangi apakah kaca di pintu transparan. Nihil. Taehyung seharusnya tidak tahu. Hanya bayangan yang terlihat.

Sesaat Taehyng menatapku lalu berdecih. “Harusnya kau lebih pintar. Tidak akan ada orang yang berdiri di depan pintu selama dirimu, Nona Yoon.”

Barulah aku sadar. Itu kebiasaanku. Tiap kali ke kamar Taehyung, aku selalu diam di pintu dan menunggunya. Bukan hanya ke kamarnya, tapi ke rumahnya juga. Apakah aku harus tersanjung karena dia memperhatikan dan mengingat kebiasaanku?

Andai Hoseok yang melakukannya.

Kami masih diam. Aku membuang waktu dengan memperhatikannya dan luka yang ada pada dirinya. Benar-benar beruntung, pikirku. Lukanya terbilang kecil ketimbang luka Hoseok. Aku menarik kursi untuk duduk tepat di samping kanan tempat Taehyung berbaring.

“Kau tidak akan memarahiku?” Taehyung bicara namun dia berbalik memunggungiku. “Aku habis menghajar pacarmu loh.”

“Kau berharap dimarahi?” Aku balik bertanya, dan dia hanya diam, tak kunjung berbalik. Dia tak menjawab dan hanya diam.

“Kupikir kau akan menghajarku balik.” Kalimat berikutnya yang Taehyung ucapkan lebih mirip anak kecil yang tengah berbisik, seolah malu mengakui kesalahan.

“Kenapa kau berpikir begitu?”

“Terakhir kali kita bicara bahkan aku membuatmu marah.”

Sejenak aku terkesiap. Taehyung masih memikirkan itu. Bukan hanya aku rupanya.

“Kukira kau yang menghindariku,” sambarku, dan dia segera berbalik, berbaring sambil menghadap ke arahku. “Kau bahkan tidak masuk kelas. Membolos karena aku?”

Taehyung kelihatan tidak bisa menjawab. Kalau begini aku sudah bisa menarik kesimpulan. Dia mengalihkan perhatiannya dan tidak ingin melihatku. Kupikir seharusnya aku tidak masuk ke sini.

Aku hampir saja mau beranjak dari kursi kalau Taehyung tidak bersuara. Terlebih dulu dia mengangkat tubuhnya dan merubah posisinya untuk duduk, kemudian menoleh ke arahku.

“Mau tahu kenapa aku tidak masuk hampir seminggu?” tanyanya, namun rupanya dia belum selesai, “mau tahu juga kenapa aku menghajar Hoseok tadi?”

Bibirku masih tertutup rapat, namun aku ingin tahu. Aku butuh Taehyung menjelaskan ini semua. Dan ketika aku mengangguk, dia menghela napas, seakan dia baru saja memikul sesuatu yang berat sendirian.

“Hoseok itu... dia menipumu sejak awal, Lily,” ucap Taehyung.

“Huh?”

Merasa aku mungkin berniat menginterupsinya, Taehyung langsung menahanku. “Tenang dulu, dengarkan, oke?” Dan aku akhirnya mengangguk, mencoba menahan diri.

Taehyung menurunkan kakinya agar bisa memijak keramik sementara tubuhnya masih duduk di kasur. Kami saling berhadapan sekarang. “Hoseok itu memang gay. Dan perselingkuhannya dengan Hyoeun justru menjelaskan semuanya.”

Aku mengerutkan kening. “Kenapa?”

Raut wajah Taehyung mendadak berubah, terlihat lebih suram dari sebelumnya. Kembali kudengar embusan napas kasar dari bibirnya sebelum dia bicara. Dan aku tahu, bukan hanya aku yang kaget, tapi Taehyung juga begitu.

“Hyoeun itu transgender, Lily.”

*

Cataclysmic (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang