Rombongan anak beranak itu sudah kembali ke Pekanbaru. Rosma tidak ikut bersama mereka. Ia ingin tinggal barang dua tiga hari di rumah Nurhayati. Sudah lebih setahun adik beradik itu tidak bertemu. Sejak berkeluarga, Rosma diboyong oleh suaminya ke Pekanbaru. Mereka pulang hanya saat lebaran tiba. Namun sejak suaminya meninggal tahun lalu, baru kali ini Rosma pulang.
Keluarga Irwandi telah lama dikenal Rosma. Mereka saudara jauh mendiang suami Rosma. Keluarga besar Irwandi diketahui oleh Rosma adalah orang-orang yang terpelajar dan terpandang didaerahnya. Sebab itulah ia ingin Hanna menjalin hubungan dengan Irwandi.
"Nur, tak usah kau risaukan biaya perkawinan Hanna, mereka orang berada, rasanya tak mungkin akan mengecewakan kita kelak."
"Bukan begitu Kak, hatiku risau melepas Hanna secepat itu. Bagaimana nanti ia memandang kami, seolah tak menghiraukan perasaannya."
"Irwandi itu baik. Kudengar, jabatannya akan dinaikkan tahun ini. Sedang direkomendasikan agaknya. Laki-laki Melayu sangat lembut pada perempuan."
"Baiklah Kak. Kami percaya pada pilihan akak."
"Nur, ada baiknya kuajak Hanna tinggal bersamaku di Pekanbaru menjelang pernikahan mereka. Biar mereka dapat saling mengenal."
"Baiklah Kak, petang nanti kita rundingkan bersama mamak-mamak Hanna."
***
Dua hari setelah perundingan itu. Hanna memasukkan sebuah travel bag ke bagasi mobil Mak Tuonya. Nurhayati, Tuan Sati, Zaid dan Hasan, melepas keberangkatan Hanna bersama Rosma ke Pekanbaru.
"Hati-hati Nak."
Nurhayati menyeka air matanya. Hanna memeluk mamanya, mencium tangan papanya, dan memeluk kedua adiknya.
Enam jam diperjalanan cukup melelahkan. Kini Hanna berbaring di kasur empuk di kamar yang telah dipersiapkan Rosma untuknya. Rasa kantuk membuatnya tertidur pulas.
***
Di sebuah ruangan, Hanna duduk di depan meja rias. Ia menggunakan gaun pengantin Melayu berwarna biru muda. Di sebelahnya seorang lelaki tampan, tersenyum pada Hanna. Dia bukan Irwandi. Hanna tersenyum bahagia. Tetapi siapakah dia? Bagaimana dengan Irwan? Hanna tersentak dan bangun dari tidurnya.
"Astaghfirullaahal'azhiim.. Hanya mimpi."
Terdengar suara adzan. Hanna meraih jam tangannya di meja. Waktu sholat subuh telah masuk. Segera ia mandi dan berwudhu. Ia kembali tenggelam dalam sujud panjangnya.
Sudah beberapa hari Hanna dirumah Mak Tuonya. Akhir pekan ini Irwan akan berkunjung. Ia berencana mengajak Hanna makan siang di sebuah mall. Sebenarnya Hanna tidak ingin pergi berdua saja dengan Irwan. Tapi ia merasa mungkin ini kesempatannya untuk lebih mengenal tunangannya itu.
***
Mobil Irwan melaju menuju salah satu pusat perbelanjaan modern di Pekanbaru. Disampingnya, Hanna duduk tanpa sepatah katapun. Menatap Irwan pun tidak. Kepalanya dipenuhi dengan lintasan-lintasan gambar lelaki yang berdiri disampingnya di dalam mimpi semalam. Hanna berusaha keras mengingat wajahnya. Namun tidak bisa.
Irwan mencuri-curi pandang padanya. Hanna menyadari itu. Lelaki tambun itu tersenyum saat keduanya beradu tatap. Senyuman yang menurut Hanna lebih mirip seringai pria hidung belang yang jelalatan. Hanna jengah. 'Tak bisakah mobil ini melaju lebih cepat?' batinnya.
Mobil memasuki area parkir. Irwan turun lalu membukakan pintu buat Hanna. Persis seperti pria gentle di film-film Hollywood.
Kini mereka duduk disebuah cafe ternama. Irwan memesan cappucino dingin, dua porsi nasi goreng spesial, dan ice cream vanilla.
"Ada lagi yang ingin kau pesan Han, ehm..sayang?"
Sayang? Panggilan itu membuat Hanna mual.
"Tidak, terimakasih."
"Sayang, kenapa kau dingin sekali. Bukankah kita sebentar lagi menikah?"
Irwan menggoda Hanna. Tangan gemuknya tiba-tiba saja menyentuh tangan Hanna. Hanna menarik tangannya dengan kasar.
"Maaf bang. Saya tidak suka seperti ini."
"Hahaha.. Gadis kampung memang pemalu. Saya suka itu."
Selama makan Irwan mengoceh tentang banyak hal. Pekerjaannya, jabatannya, gajinya. Lalu ia bertanya tentang pekerjaan Hanna, gajinya.
Hanna menjawab sekenanya.
"Saya ingin tau, apa alasan Abang ingin menikah dengan saya."
"Hanna, Hanna.. Tentu saja karena kau cantik. Ehemm..."
Irwan menggeser bangkunya lebih dekat dengan Hanna. Risih. Itulah yang Hanna rasakan.
Hanna melirik jam tangannya. Pukul 4 sore. Berarti sudah waktunya sholat Ashar. Hanna mengajak Irwan ke mushola.
"Kau saja Sayang. Abang tunggu disini."
'Jadi Irwan tidak sholat. Ya Allah, aku berharap memiliki seorang imam yang dapat membimbingku ke syurga-Mu. Tapi Irwan...?' Hanna membatin.
***
Musholla itu bersebelahan dengan sebuah toko buku. Hanna mampir untuk melihat-lihat. Irwan mengikuti dibelakangnya. Sore itu pengunjung tak terlalu ramai. Ada segerombolan siswa SMU dibarisan buku pelajaran sekolah. Seorang ibu muda dengan balitanya dibagian buku resep masakan. Hanna menuju barisan novel. Tiba-tiba Irwan menariknya, mendorongnya ke dinding. Irwan berusaha mencium Hanna. Sontak Hanna kaget. Tangannya refleks menampar pipi Irwan. Irwan melotot. Ia memegangi pipinya yang terasa panas. Wajahnya memerah. Malu bercampur amarah. Hanna berlalu meninggalkannya.
"Hanna, Hanna... Tunggu.."
Ia berusaha mengejar Hanna. Tetapi tubuh gemuknya terlalu berat untuk berlari mengikuti Hanna. Hanna menyetop taksi dan segera masuk.
Di dalam taksi tangisnya pecah. Belum pernah ia diperlakukan seperti itu. Ia merasa jijik dan muak. Lelaki seperti itukah tunangannya?
Dirogohnya tas selempang kulit itu. Hanna mengambil telepon selulernya dan menghubungi sebuah nomor. Mak Tuo.
.
.Rosma menunggunya di depan teras. Wajahnya pias. Beberapa kali ia mondar mandir tidak karuan. Taksi yang mengantar Hanna tiba. Hanna keluar dari taksi. Rosma memberikan selembar lima puluh ribuan pada supir taksi. Hanna memeluk Rosma. Isak tangisnya belum juga reda.
Di kamar Hanna menceritakan semuanya pada Rosma.
"Maafkan Mak Tuo, andai aku tau anak itu punya sikap yang buruk tak mungkin kubiarkan kau pergi dengannya.
Tenanglah. Basuh mukamu. Aku akan menyelesaikan ini.
***
Diruang tamu, Irwandi duduk berhadapan dengan Rosma.
"Aku tidak sengaja Mak Tuo, sungguh. Aku tidak bermaksud menyakiti Hanna. Aku pikir tak ada salahnya seorang tunangan ingin mencium tunangannya. Apa yang aneh..?"
"Seharusnya kau mengerti Irwan. Dia belum menjadi istrimu. Belum halal bagimu."
"Aku minta maaf, Mak Tuo. Aku berjanji ini tidak akan terjadi lagi. Sampaikan maafku pada Hanna. Aku, aku pamit."
Dari balik tirai Hanna melihat Irwan yang terburu-buru masuk ke mobilnya. Wajahnya terlihat kesal.
Hanna memegangi dahinya. Kepalanya serasa mau pecah. Ia mencari pegangan dipinggir kasur. Setelah itu ia tidak ingat apa-apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIJODOHKAN
Romance(Complete) Hanna, seorang gadis sederhana. Ia bekerja disebuah pabrik roti rumahan di luar kota. Tiba-tiba Hanna disuruh pulang kampung. Sebab keluarga Hanna menjodohkannya dengan seorang lelaki. Hanna tidak bisa menolak lamaran tersebut meskipun ia...