5. Putus?

2.9K 82 0
                                    

Hanna sedang memilih sepatu yang nanti akan ia pakai di pernikahannya. Rosma ikut memberikan masukan seperti apa yang kira-kira cocok dengan pakaiannya. Pilihan Hanna jatuh pada wedges warna hitam dengan variasi batu-batuan berwarna seumpama berlian. Sederhana namun elegan. Lagipula Hanna tidak terlalu suka warna-warna yang mencolok.

Ia berjalan ke kasir. Langkahnya tiba-tiba berhenti ketika ia melihat seseorang yang ia kenal. Irwandi. Bukankah tadi ia bilang tidak dapat mengantar Hanna karena tak enak badan? Lalu kenapa ia ada disini? Ya sudahlah, Hanna tidak ingin berfikiran macam-macam. Mungkin saja Irwan berubah pikiran lalu menyusulnya kemari. Hanna mengantri untuk membayar sejumlah uang pada kasir. Setelah ini ia bermaksud untuk menemui Irwandi.

"Wan, eh, ternyata kamu menyusul kesini? Kenapa nggak bilang-bilang? Tahu begini Mak Tuo tidak usah mengantar Hanna tadi." Rosma menyapa Irwan.

Irwan terlonjak kaget. Air mukanya berubah.

"Eh, itu, mm, saya.."

Tiba-tiba seorang perempuan cantik, berpakaian sedikit terbuka dibagian atas menampilkan pemandangan seronok yang digilai lelaki jelalatan, menghampiri Irwan. Sekonyong-konyong perempuan itu memeluk Irwan dari belakang.

"Yang, aku udah selesai nih belanjanya. Aku juga beli beberapa pakaian bayi, tapi aku bingung pilihnya. Kan belum ketahuan cowok apa cewek nih." Gadis itu mengusap perutnya.

"Kita makan yuk. Laapeeer.. Eh, siapa yang?"

Perempuan itu mengerling Irwan, bermanja-manja. Rambut curly kemerahannya ia sibak ke bahu kiri. Bahasa tubuhnya menunjukkan kalau mereka terlihat sangat 'dekat'. Tangan kanannya ia lingkarkan keperut buncit Irwan. Sedang tangan kirinya menenteng belanjaan yang baru saja ia beli.

"Ng.. ini, ee.. kenalkan, ini, ini Mak Tuo Rosma.."

Irwan terlihat sangat gugup. Beberapa kali ia mengusap wajahnya.

"Erika.., pacarnya Irwan. Tapi sebentar lagi kita mau nikah, ya kan yang?"

Gadis itu mengulurkan tangannya pada Rosma. Alih-alih menyambut uluran tangannya, Rosma malah menampar wajah Irwandi.

Plaaak!!

***

Hanna baru saja selesai dari kasir. Ia melihat semuanya, meski tidak jelas mendengar. Langkahnya terhenti, bingung dan shock. Apa yang baru saja ia lihat? Rosma menampar Irwan? Dan, gadis ini siapa? Apakah.... Jangan-jangan...

Rosma menarik Hanna keluar meninggalkan pasangan itu menuju area parkiran. Langkahnya cepat. Hanna tergopoh-gopoh dibelakangnya.

"Mak Tuo, Mak Tuo tunggu!!"

Mereka segera masuk ke mobil. Tak lama mobil itu melaju keluar dari parkiran menuju jalan raya.

"Kurang ajar! Setan! Laki-laki macam apa anak itu kiranya. Pacarnya katanya! Biadab! Ingin rasanya Mak Tuo cincang si Irwan itu! Memalukan!!"

"Mak Tuo, ada apa ini.. apa maksud semua ini?"

Rosma tidak menjawab pertanyaan Hanna. Mobil ia tepikan ke restoran ayam goreng cepat saji.

"Kau lapar? Ah, aku yang lapar."

Rosma turun dari mobil. Hanna yang kebingungan mengikuti Rosma dari belakang. Ia hanya menebak-nebak apa yang sebenarnya telah terjadi barusan, dan berharap, semoga saja yang terjadi tidak sama dengan apa yang kini ia pikirkan.

Rosma mengambil tempat duduk di sudut. Kepalanya serasa mau pecah. Apa yang akan ia katakan pada Hanna dan keluarganya di kampung. Rosma merogoh tasnya, mengambil ponsel sementara Hanna memesan dua paket ayam goreng.
.
.
.
[Jangan kau hubungi anakku lagi. Semua sudah selesai. Tidak ada pernikahan.]

Tuut!

Wanita setengah baya itu menutup ponselnya, dan melemparkannya begitu saja ke meja.

Diseberang sana, Irwan termangu, tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Sombong sekali! Tunggu saja. Aku pastikan Hanna tidak akan jadi milik siapa-siapa. Huh!"

Hanna kembali ke meja dengan sebuah nampan berisi pesanannya. Mereka duduk berhadapan. Hanna menatap Mak Tuonya, menunggu penjelasan.

"Ah, sudahlah, Nak. Dia akan menyesal. Aku bersyukur semua terlihat saat ini. Akan datang seorang pria yang baik, yang akan mencintaimu dengan hatinya."

Rosma membesarkan hati Hanna. Tangannya menggenggam tangan Hanna erat. Sungguh, yang sebenarnya terjadi adalah ia sedang membesarkan hatinya sendiri. Air matanya mengalir. Tapi bibirnya tersenyum.

Sekarang jelaslah sudah. Hanna termangu. Ia bingung dengan perasaannya saat ini. Haruskah ia bersedih? Atau bahagia? Ia menyeruput minuman bersodanya. Cairan manis itu menggigit lidahnya. Sesaat mulutnya seperti mati rasa, seperti suasana hatinya saat ini. Mati rasa.

DIJODOHKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang