10. (Masih) Irwandi

3.5K 67 16
                                    

"Kau memang brengsek, Bang!"

Perempuan itu mendorongku. Nafasnya tersengal-sengal. Matanya semakin tajam menatap dengan amarah padaku. Aku melihat sendiri bulir air mata membasahi kedua pipinya yang dulu selalu kudamba. Tapi itu tidak menyurutkan niatku untuk memutuskan hubungan kami.

"Aku memang brengsek."

"Pembohong! Aku benci padamu, Bang! Kau ... Kau sangat menjijikkan!"

"Aku? Menjijikkan? Lalu kau perempuan apa?"

"Setan kau, Bang!"

"Terserah apa katamu! Semoga semua itu membuat hidupmu menjadi lebih baik."

Kulemparkan selembar cek dengan sejumlah angka kepadanya. Lalu berlalu meninggalkannya. Masih sempat kulihat, Erika, perempuan itu memungut lembaran cek itu dan memastikan berapa jumlah yang tertera disana. Dasar murahan!

Aku telah membungkam mulut Erika dengan segepok uang. Dan pernikahan yang kujanjikan itu tidak pernah ada. Lagipula dia telah keguguran. Tidak ada alasan apapun untuk bertahan disisi perempuan mata duitan itu. Kurasa keadaan sedang berpihak padaku.

Beberapa hari kuamati pengantin baru itu tak jauh dari rumah mereka. Aku sampai hafal pukul berapa lelaki itu kembali kerumah setelah bekerja. Aku hafal setiap kali lelaki itu datang, Hanna menyambutnya dengan senyuman, dan lelaki itu mencium keningnya. Dan setiap kali melihat mereka tertawa bersama, hatiku sakit. Aku benci dengan kemesraan mereka. Hanna selalu tersenyum setiap kali menatap lelaki itu. Sementara dulu, setiap kali aku melontarkan lelucon agar ia tersenyum seperti itu, tak pernah sekalipun ditanggapinya.

Siang ini aku kembali mengamati rumah itu dari jauh. Tekadku sudah bulat. Sudah cukup aku menyaksikan kebahagiaan mereka. Aku akan mengakhiri semuanya, hari ini juga.

Kubakar sebatang rokok dan kuhisap dalam-dalam. Asap rokok memenuhi mobilku. Kubuka sedikit kaca. Asap itu keluar, menghilang bersama udara panas siang ini. Lelaki itu membonceng Hanna, entah akan kemana. Cih! Lagi-lagi hatiku sakit saat Hanna mengeratkan pelukannya pada lelaki.

Kuikuti motor itu. Dan ketika kesempatan itu tiba kuinjak pedal gas pada mobilku.

BRAAAKK!!

Motor itu oleng. Dua sejoli itu jatuh dan terlempar beberapa meter dari motor mereka. Terdengar teriakan dan beberapa orang mengejarku. Aku melarikan diri dari tempat itu sesegara mungkin. Sembunyi, hanya itu yang kupikirkan untuk saat ini, entah untuk berapa lama.

End.

DIJODOHKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang