22 Ternyata Dia Pergi Adalah Lebih Baik

57 4 2
                                    

Author POV

Dan meremas surat yang telah selesai dibacanya. Dia segera mengambil ponselnya dan menekan nomor Tiva.

"Orang yang anda tuju gak mau terima panggilan anda!" sahut operator.

"Thor, jangan rese' ah, gue lagi serius nih, gue lagi telepon Tiva, lo malah ngeledek!" ujar Dan kesel.

"Sorry sorry." jawab Author.

Dan kembali menekan nomor Tiva.

"Nomor yang Anda tuju tidak dapat menerima panggilan!" sahut operator.

Dan mengulang kembali apa yang dilakukannya, hingga 10 menit berlalu. Dan terlihat putus asa karena tidak dapat menghubungi Tiva. WA Tiva pun centang satu. Dan mengacak-acak rambutnya yang mulai terlihat frustasi. "Ah..." Teriak Dan.

Seluruh karyawan melihat ke arah asal suara.

"Kenapa gak ada yang kasih tau gue sih?" tanya Dan ke semua orang yang ada di ruangan itu.

"Lo juga, Mae!" tunjuk Dan pada Mae. "Lo HRD manager, gue General Admin dan General Affair manager, kenapa lo gak kasih tau gue langsung? Biasanya lo langsung kasih tau gue, Mae. Kenapa, Mae?" tanya Dan kesal.

"So sorry, kak. Aku minta maaf, kak. Tiva sudah pesan agar kak Dan jangan sampai tau." jawab Mae ketakutan.

"Bang..." panggil seseorang sambil mengusap-usap punggung Dan dengan lembut.

Seketika Dan memejamkan matanya karena mengenali suara tersebut.

"Abang jangan marahin kak Mae dan yang lainnya ya. Tina juga minta ke mereka agar jangan kasih tau Abang. Abang kalau mau marah ke Tina aja ya, jangan marahin mereka." ujar suara tersebut yang ternyata adalah Tina.

Dan terduduk tak berdaya. Dia mengusap wajahnya karena kesal. "Abang gak mungkin marah sama Tina." jawab Dan pelan yang menandakan amarahnya mulai mereda.

"Coba lihat Tina."

Dan masih menundukkan kepalanya.

"Bang, katanya gak marah sama Tina? Coba Abang lihat Tina." pinta Tina pada Dan dengan lembut.

Dan mulai mengangkat wajahnya, menatap wajah Tina dengan sendu.

Direngkuhnya kepala Dan oleh Tina ke dalam pelukannya. Dan membenamkan wajahnya di dada Tina. Tina mengusap kepala Dan dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Bang, pergi adalah pilihan Tiva."

"Abang tau, Tin, Abang tau. Tapi dia juga nyalahin Abang, Tin. Dia nyalahin Abang!"

"Itu keputusan dia untuk ikut saran Abang, itu bukan keputusan Abang. Jadi itu bukan salah Abang. Abang gak salah, Abang juga bilang ikutin kata hati, bukan kata Abang." ujar Tina lembut.

"Tapi, Tin.."

"I know you better than her, Bang." potong Tina sambil menatap wajah Dan sambil tersenyum.

Dan mulai tersenyum kembali.

"Nah gitu dong senyum, kan gantengnya muncul lagi." puji Tina pada Dan. "Sekarang Abang minta maaf ke yang lain ya, terutama kak Mae." pinta Tina pada Dan.

Dan menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Guys, gue minta maaf ya karena tadi marahin kalian. Mae, gue minta maaf karena tadi marahin lo." ujar Dan pada teman-temannya dan Mae.

"Iya, kak Dan. Kita juga minta maaf karena gak kasih tau." jawab mereka serempak.

"Mbak Ayi, minumannya mana?" tanya Tina pada Ayi yang sedari tadi melihat interaksi mereka.

TIVA (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang