“Tinta telah mengering di kertas, sejarah tidak dapat diubah.”
•••
Chapter 01
Aku menyesap secangkir mocca seraya menatap keluar jendela. Orang-orang berlalu lalang, cuaca hari ini luar biasa panas menyebabkan beberapa diantara para pelajalan kaki bercucuran keringat. Aku menunduk menatap jam di pergelangan tanganku. Diriku telah menunggu setengah jam di kafe ini, namun tiada pula kulihat batang hidungnya. Dialah yang mengatakan ingin menemuiku, tetapi tidak juga muncul.
Kusapukan tatapanku menuju sekeliling, tiga orang perempuan tengah asik mengobrol. Banyak meja di café ini masih kosong. Wajar, sekarang bukanlah waktu istirahat kerja. Aku mengangkat cangkir kopiku yang berwarna putih dimana tak lagi panas. Kusesap sedikit lalu menatap ke ponselku, berpikiran menghubungi Will.
“Rob, maaf membuatmu menunggu!”
Baru saja menyentuh ponselku, suara nyaring Will mengagetkanku. Ia bergegas ke arah mejaku. Aku hanya dapat menggeleng melihat gaya berpakaiannya. Sama sekali tidak berubah. Will, teman semenjak sekolahku ini mengenakan kaos Supreme hitam dan celana jeans hitam panjang. Ia menggeser kursi di hadapanku, duduk melipat kakinya.
“Maaf ya Rob, ada beberapa urusan yang harus diselesaikan,” ujarnya seraya memesan minuman pada sang pelayan.
Aku menyesap lagi kopiku. “Benarkah?” tanyaku skeptis.
“Tentu saja. Aku tidak main-main Rob, ini menyangkut nyawa seorang anak kecil,” tungkas Will serius.
Tiada perubahan jenaka di wajahnya. Aku pun mengangguk memercayai. Ku tatap wajah putih lumayan membuat iri kaum lelaki miliknya. “Ku dengar kau baru saja berkeliling China, apa ada kisah menarik yang kau alami?”
Will tersenyum singkat. Lelaki itu melipat tangannya duduk bersandar bagaikan boss. “Saat aku berkunjung ke kedai makan mi bawang, seorang pak tua menceritakan kisah menarik padaku. Kurasa kau pasti akan tertarik juga.”
“Benarkah?” kuletakkan cangkir kopiku ke piring, “ceritakanlah.” Aku menatap temanku.
Demi memudahkan penuturan, cerita yang akan disampaikan temanku akan ku tulis dalam bentuk orang ketiga dan mengambil sudut pandang sang tokoh utama.
***
Tahun 1931 Shanghai, China.
Pintu kayu usang membuka memperlihatkan celah kecil yang semakin membesar. Yu Hong terbatuk-batuk menutup hidung dan bibirnya. Debu-debu bertebaran di sekelilingnya. Sudah berapa lama tempat ini tidak dihuni? Banyak sekali debu di dalam rumah ini. Sarang laba-laba dimana-mana. Meja makan pun dipenuhi debu.
Hong melangkah dengan hati-hati ke dalam rumah berbau masam tersebut. Lelaki itu menatap berkeliling. Teko air keramik terletak dengan tenang di atas meja, beberapa botol minuman keras tergeletak tak beraturan di berbagai tempat. Hong menemukan suatu ruangan bertirai biru. Sekali lagi lelaki itu menutup hidungnya dan menyibak tirai. Hong melangkah mundur beberapa langkah. Sepertinya ia harus membersihkan diri berkali-kali setelah pulang, terlalu banyak debu yang menempel di jas hitamnya.
Ruang itu kelihatannya merupakan kamar. Hong berbalik menuju tirai tertutup tepat bersebelahan dengan kamar sederhana yang hanya terdapat ranjang kayu tanpa perabotan apapun. Walau tak berkeinginan melakukannya, Hong tetap memaksakan diri menyibak tirai biru berdebu yang berbecak hitam tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
A DAY IN THE PAST [HAI BOOK-1]
Ficción históricaKisah masa lampau takkan pernah lekang oleh waktu. Gemanya mahsyur sampai ke telinga masa depan. Berbagai negara memiliki tintanya sendiri, menyebar dan tertuang ke dalam kertas kehidupan. Tertegun sang waktu saat menjadi saksi setiap kisah yang ber...