Labyrinth •7•

75 18 3
                                    

***

Ku telan salivaku yang sudah bermuara di mulutku. Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang sedang kusaksikan saat ini. Aku melihat, orang yang pernah serumah denganku. Dia memberiku makan sup kimchi, aku juga melihat dia memakan makanan normal.

Tapi saat ini mataku hampir keluar, betapa brutalnya dia memotong bagian-bagian tubuh dari warga tadi menggunakan gigi tajamnya. Tidak! Dia bukan vampir. Jika ia vampir, dia tidak akan kuat dengan bau darahku yang berada di kamar sebelahnya. Jika dia vampir, dia juga tidak akan menelan sup kimchi yang lezat itu. Yang terakhir, jika dia vampir, dia akan meminum darahnya dan meninggalkan jasadnya.

Tapi dia tidak. Aku melihatnya memakan satu persatu anggota tubuh yang tercecer di jalanan. Aku juga tidak bisa berbalik tidak melihatnya melancarkan aksinya, karena aku dilarang untuk melihat belakang.

Apa larangan melihat belakang yang dimaksudkan agar aku melihat kejadian aneh untuk bisa kembali ke duniaku?

Aku juga tidak bisa memastikan, karena aku bukan pembaca angka seperti pemandu program televisi yang bernama, Roy siapa.. aku lupa.

Aku menatap laki-laki itu hingga ia menyelesaikan makanannya hingga akhir. Sedikit lama, namun juga mengerikan. Tangan dan mulutnya penuh darah, wajah tampannya tertutupi oleh kelakuan keji yang ia lakukan.

Tunggu! Tampan?
Boleh lah, memang kenyataannya begitu.

Dia menatapku yang tertangkap basah mencuri-curi pandang ke arahnya. Dia mengelap darah yang tersisa di sekitar area mulutnya. Mengeluarkan sejenis handuk kecil dari tas ransel besar miliknya. Mengelap tangan yang penuh darah, lalu memasukkan lagi ke tempatnya.

Dia melihatku, seolah mengisyaratkan bahwa aku harus mengikutinya di belakang. Dia berjalan memecah jalan penuh keheningan malam.

Aku sebenarnya ingin sekali bertanya kepadanya. Entah apa, mulutku serasa tidak mau terbuka mengucapkan beberapa butir pertanyaan. Namun, setelah hampir tengah malam. Mulutku gatal untuk bertanya, "Kamu makan manusia?"

Pertanyaan bodoh yang orang bodoh ucapkan setelah melihat kejadian tadi.

Dia sontak menatapku. Aku gelagapan dengan ekspresi wajah yang ia tampilkan, seperti ingin menyantap ku. Aku mengerjap beberapa kali, agar dia mengalihkan tatapan horornya ke arah lain.

"Iya."

Jawaban dia semakin membuatku takut dengan orang itu. Dia seolah tahu aku sedang takut dengan dirinya, langsung tersenyum.

Aku membalas senyumnya, "Tapi kamu kok nggak makan aku?"

Yerin! Apa yang kamu tanyakan baru saja? Bodoh!

Mungkin saja dia membuatku menjadi bekal makanan cadangan. Jika dia tidak menemukan warga desa yang bisa ia makan. Tapi bukankah ini lebih buruk daripada menghadapi ujian sebulan lagi, karena aku sudah terjebak dalam situasi aneh selama satu bulan.

"Nggak usah takut. Aku tidak akan memakanmu, karena.. entahlah aku merasa kamu orang sepertiku," jelasnya dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Aku semakin terbelalak. Dia mengucapkan, "Aku sepertinya!" Ya Tuhan, tolong kembalikan aku..
Aku sangat takut jika harus menghabisi nyawa seseorang. Aku melihat darah saja sudah ngeri, apalagi aku harus memakannya seperti yang orang ini lakukan.

"Ha?"

"Tidak, aku hanya bercanda," dia tertawa. Membuatku lupa dengan apa yang ia lakukan tadi, dia sangat tampan. Menampilkan lesung pipi yang membuat darahku berdesir lebih cepat. Biasanya, dia akan berbicara dengan ekspresi datar. Tapi saat ini dia tersenyum, surga dunia.

Dibalik itu, syukurlah dia hanya bercanda. Jika benar, aku akan menghabisi diriku sendiri saja. Daripada harus membunuh orang lain.

***

Labyrinth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang