Chapter 3

10.3K 876 53
                                    

Unedited

Di bawah panasnya terik sinar matahari, sebuah mobil mewah berjenis SUV, keluaran inggris, range rover velar berwarna hitam keabu-abuan sedang terparkir indah di depan gedung bertingkat dua.

Siapa lagi pemiliknya jika bukan Brandon.

Di samping mobil Brandon, juga sudah terparkir beberapa atau banyak mobil yang tak kalah mewah dari range rover velar miliknya itu.

Pemandangan seperti ini sudah biasa terjadi di JIS (Jakarta internasional school).

Ya, sekolah Brayson adalah salah satu sekolah termahal dan ternama di Jakarta. Bisa di pastikan murid-murid di sekolah ini kebanyakan berasal dari kalangan keluarga orang kaya.

Di JIS selain sekolah dasar, mereka juga memiliki taman kanak-kanak, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Semuanya tergabung dalam satu naungan pendiri yang sama. Hanya tingkat pendidikannya saja yang berbeda.

Oh, dan tentunya gedung sekolah juga di buat terpisah.

Di tempat parkir, dari dalam mobil, Brandon mengetuk-ngetukan jari telunjuknya yang panjang di setir mobil sambil memandangi halaman sekolah Brayson.

Sesekali Brandon melirik jam tangan rolex kesayangannya yang melingkar sempurna di tangan kirinya.

Begitu Brandon melihat anak-anak kecil aka anak SD berhamburan keluar, dengan sigap Brandon turun dari mobilnya, berdiri di samping pintu mobil dengan kedua tangan di masukan ke kantung celana.

Tidak hanya Brandon saja yang keluar dari dalam mobil. Para orang tua murid yang menunggu di dalam mobil mereka sendiri, juga ikut keluar menyambut anak-anak mereka.

Mata hitam bagaikan tinta itu, dengan senyum halus menghiasi wajah tampannya, tidak lepas memperhatikan anak-anak kecil yang sedang berlari kecil maupun berjalan menghampiri orangtua mereka.

Berhubung hari ini Brandon sedang memiliki waktu luang alias tidak ada pekerjaan maupun tidak ada latihan, Brandon sebagai suami dan ayah yang baik, dengan senang hati menawarkan diri untuk menjemput Brayson.

Bukan menawarkan diri juga sih, sebenarnya hal seperti menjemput dan mengantarkan Brayson ke sekolah sudah merupakan tugasnya sebagai seorang ayah. Hanya saja, pekerjaan Brandon tidak memungkinkan Brandon untuk melakukan hal yang sudah biasa dilakukan para orangtua itu.

Brandon membuang nafas berat, memikirkannya membuat Brandon sedikit merasa bersalah pada Brayson.

"Daddy" teriakan Brayson seketika membuat wajah Brandon yang tadinya muram, bersinar.

"Bray" sahut Brandon balik, berjalan dengan cepat menghampiri Brayson.

"Brayson, tungguin aku"

Seorang gadis mungil dengan rambut di kepang dua ke samping, mengikuti Brayson dari belakang seraya berlari kecil.

"Kamu ngapain ikutin aku?" Brayson dengan wajah sedikit tidak suka bertanya.

"Kenapa? Gak boleh?" tantang gadis mungil itu mengacuhkan sorotan mata tidak senang Brayson.

"Jangan ikutin aku"

"Gak mau!"

"Oh" ujar Brandon pelan mengamati Brayson dan gadis mungil itu.

Brandon yang sudah berada di samping Brayson, tersenyum tipis ketika melihat interkasi mereka.

Ia merasa lucu karena sikap Brayson di rumah sangat berbeda dengan sikap yang di tunjukannya saat ini pada gadis mungil itu.

The Playboy's Wife  [TPB 2, The Playboy Wife] (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang