Bagian I

41 1 0
                                    

Destinesia #Sungai ini berkaitan dengan bagian #Ombak ya.. kenapa harus dibuat dua buku? karena setiap tokohnya memiliki kehidupan masing-masing. jadi apakah konflik mereka sama? bisa jadi iya dan tidak. So, baca keduanya ya.. :))

**

Jadi sebenernya aku sendiri juga bingung kuliah tuh buat apa. Buktinya saja satu hari sebelum ujian tengah semester kami semua baru mendownlad materi kuliah selama tujuh minggu. Terdengar mustahil bukan, materi tujuh minggu diselesaikan dalam waktu semalam. Tapi.. meskipun begitu.. masih saja ada yang dapat nilai sembilan. Eh.. jangan-jangan mereka-mereka yang kepala delapan dan sembilan itu sudah belajar dari kapan tau.

"Woi kampret!! dari tadi masih sampai bab tiga. Udah jam sembilan noh bro" mukaku baru saja diraup teman kampretku, si jupret. Nama aslinya Jupri, tapi dipanggil Jupret karena luar biasa kampretnya. Lihat saja sekarang ia makin terlihat konyol karena bolpoin yang diselipkan ditelinganya itu.

Malam ini teman-teman dekatku berencana lembur semalaman untuk mengejar materi kuliah selama tujuh minggu. Maklum kami anak teknik jarang sekali diberi waktu belajar. Sekalinya kosong ada laporan yang menjerit karena tergencet deadline, atau ajakan rapat yang bilangnya sejam dua jam tapi suka molor jadi lima jam.

Tempat untuk lembur, dimana lagi jika bukan di kontrakanku. Tempat yang katanya paling mewah diantara kontrakan mereka yang lebih mirip lubang tikus. Itu kata mereka, bukan kataku. Aku sih tidak masalah belajar dimana saja, toh kami tidak akan tidur. Tapi si ceking Ziath tidak berpikir begitu. Dia bilang, kulitnya selalu gatal-gatal setiap pulang dari menginap di kontrakan Jupret. Hal yang kuyakin pasti benar adanya, namun dianggap bercanda oleh Jupret sehingga ia tak sakit hati. Padahal kalau saja si Jupret mau mengambil hati, ia akan termotivasi untuk membersihkan tumpukan sampah di pojok dapur kontrakannya itu.

Tuh kan aku jadi ngelantur. Sampai dimana aku tadi?

"Yan, yang ini gimana ngurangin beban energinya? Gue bingung." Arga, temanku yang asalnya dari Surabaya menghampiriku dan duduk disebelahku. Aku membaca sekilas dan mulai menuliskan beberapa prosedur menyelesaikan soal yang baru saja ia tanyakan.

Sebenarnya dibanding langsung membantu menyelesaikan soal itu, aku lebih suka memberi step by step buat mereka mengerjakan soalnya. Karena apa, ya, kalau kutunjukan dengan cara menyelesaikan soal itu, takutnya mereka hanya bisa soal itu-itu saja. Mending kalau soal itu yang muncul nanti, kalo bukan kan kasian mereka nanti, mana dosen penjaga killer parah. Seusai menyusun langkah-langkah pengerjaan dan menjelaskan bagaimana alurnya pada Arga, aku kembali fokus pada materi yang aku pelajari.

"Gila, gila.. nggak heran sih gue kalo separuh dari cewek-cewek kelas suka narik-narik lo ke perpus Yan.. begini toh rahasianya" Arga berdecak-decak kagum begitu ia bisa menyelesaikan dua soal berbekal catatanku.

"Edan!!" si Jupret melempar kertas yang dibentuknya jadi gulungan ke arah Arga. "Dia dikelilingi karena dia juga ganteng. Mau diajak nongkrong di perpus juga nggak akan kelihatan cupu. Emang elo, ganteng kaga, pinter kaga!!" gulungan kertas berikutnya menyusul.

"Asu!!" Arga misuh-misuh.

Sembari menertawakan mereka aku menyempatkan diri mengecek ponsel yang kuabaikan sejak sejam yang lalu saat Ziath menyerukan untuk kerja rodi semalaman untuk UTS besok.

Jangan begadang ya Yan..

Dadaku menghangat. Pesan itu baru dikirim lima menit yang lalu, jadi kupikir tidak ada salahnya membalas karena pasti ia masih memegang ponselnya.

Kamu juga ya...

Sent.

"Siapa Yan?" Ziath mendekatiku dan meletakan modulnya didekatku. Diantara kedua temanku yang lain, Ziath adalah teman sekontrakanku dan yang paling waras.

"Rosie" jawabku tak bisa menahan senyumku.

"Oh" katanya singkat lalu mulai membuka modulnya.

Melihatku tak beranjak dari ponselku, ia menepuk pundakku. "Belajar dulu Yan.." katanya.

Aku tersenyum malu dan mulai lanjut belajar.

Destinesia #SungaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang