Masa awal pernikahan adalah masa paling hangat yang dialami oleh pasangan. Padahal sebenarnya itu baru permulaan untuk menghadapi ombak di depan sana yang siap mengombang-ambing kapal dan nahkoda.
-- Metamorfosa --
____________________________“HAPPY wedding for both of you. Gila ya, jodoh memang enggak ke mana. Dari semester empat bisa tahan sampai Rara tamat strata satu!”
Dion tertawa sembari memberi tepukan ringan pada bahu sosok laki-laki berpiyama putih di hadapan-nya. Rasanya tidak menyangka hubungan adiknya bisa bertahan seawet itu dengan sahabat karibnya. Gilanya lagi, Dion yang bertindak sebagai matchmaker dilangkahi tanpa permisi. Si kacrut mempersiapkan pernikahannya tanpa meminta pendapat darinya sedikit pun. Alkavio berengsek Zavier!
“Makasih, Mas Dion. Ini juga berkat Mas. Kalau dulu Mas Dion enggak kenalin Rara ke Mas Alka, pasti sekarang yang ada di sini perempuan lain.”
Rara tersenyum secerah mentari. Wajahnya berseri-seri dengan rona kebahagiaan yang tergambar di bibirnya. Menyalami dua ribu tamu undangan kemarin bahkan tidak meninggalkan jejak kelelahan yang berarti. Perempuan itu masih seceria hari-hari biasanya.
Alka berdeham memecah reuni sepasang kakak beradik yang pasti tidak kenal waktu jika sudah mengobrol. Ujungnya pasti ia disingkirkan atau Alka yang menyingkir sendiri karena sadar diri.
“Basa-basinya udah kelar belum, Yon? Sana balik!”
Pagi-pagi sudah mengganggu pengantin baru saja. Apa tidak ada kerjaan berfaedah yang bisa dilakukan oleh Dion selain merecoki harinya?
Dion merengut. Sudah jadi adik iparnya saja kesongongan makhluk di depannya tidak menunjukkan tanda-tanda minggat ke alam baka.
“Kayaknya gue lagi mabok pas kasih restu ke lo, Ka,” rutuknya.
Seringai usil tersungging di bibir Alka sebagai balasan.
“Terus gue harus tepuk tangan sambil nari hula-hula karena lo nyesel, gitu?”Adik ipar sialan!
“Seenggaknya lo kasih minum dulu kek dan perlakuin gue sebagai tamu. Udah dibela-belain terbang dari Singapura buat ngasih ucapan selamat langsung, eh malah diusir. Durhaka lo, Ka!”
Tugas kantor menahan Dion menghadiri acara pernikahan adik perempuannya. Salahkan saja ayahnya yang seenaknya menghibahkan semua tugas padanya. Apa-apa Dion, apa-apa Dion! Selamat sentausa hingga Jakarta adalah anugerah tak terkira.
“Telapak kaki lo bau. Enggak ada surga di sana, Yon,” sahut Alka sekenanya.
Dion mendelik. “Eh, sompret! Lo mau gue depak ke Uranus? Seenaknya aja ngomong kaki gue bau. Sabun gue aja lebih mahal daripada lo.”
Dosa apa dirinya sampai memiliki teman senyinyir Alka? Dion mengelus dada. Sudah bermulut pedas, tukang tindas, songong pula. Ia heran bagaimana dirinya berteman dengan Alka selama ini tanpa napsu mem-bunuh. Tahu begini, tadi sebelum sampai di rumah baru mereka, Dion menyewa godam member The Avengers untuk memukul kepala Alka sampai peyot.
“Percuma sabun mahal, tapi kebanyakan diabisin buat lain-lain, Yon,” ejek Alka sekaligus mengingatkan. Dion itu terkenal mandinya lama. Tidak tahu apa saja yang dilakukannya di dalam kamar mandi. Intinya jika laki-laki itu keluar, pasti ukuran sabunnya dipastikan sudah lebih kecil dari semula.
Rara mendengkus. Percakapan antar lelaki memang tidak pernah bisa dicerna dengan baik.
“Kalian ngobrol apa sih? Enggak jelas banget.”
Alka memamerkan cengiran lebar sementara satu tangannya mengibas-ngibas di depan wajah Dion. “Pergi sana, Yon. Gue mau sayang-sayangan sama Rara.”
Pengantin baru yang semena-mena mengusir tamu. “Serius nih ngusir gue?”Seperti biasa, rengutan Dion sama sekali tidak mempan untuk Alka. Mereka memang berasal dari kaum yang sama, akan tetapi kadar kepekaan si kacrut jauh dari ambang normal. Mau Dion jungkir balik gaya kangkang, Alka tidak akan peduli.
“Kapan gue pernah enggak serius sama lo, Yon? Sana pergi. Udah ngebet banget tahu!”
Dion menurut. Ia bangkit dengan raut masam dan bibir mendumal pelan. Awas saja akan ia adukan kelakuan kurang ajar Alka ke Yang Mulia Paduka Adicandra alias ayahnya.
Pintu rumah dibanting sekuat tenaga hingga menggetarkan dinding di sekitarnya. Alka berteriak, “Kalau sampe pintu gue rusak, gue sumpahin lo jomlo sampe kepala lima, Dion!”
Biar sekalian modyar tanpa pasangan dan tidak punya kesempatan punya pintu rumah yang dibangun dengan kerja keras. Bangun rumah itu mahal. Harga semen dan pasirnya saja sudah mencekik, terlebih harga perabot tambahan seperti pintu dan jendela. Itu baru perabot, belum lagi bayar tukang.
“Jahat banget sumpahnya, Mas,” timpal Rara prihatin. Ia melepaskan diri dari belitan lengan kokoh Alka. Sofa yang barusan diduduki oleh kakaknya menjadi pilihan untuk memasrahkan beban tubuhnya.
Alka menjulurkan lidahnya. “Biarin. Suruh siapa main gedor rumah orang pagi-pagi.”
Pagi adalah waktu yang berharga bagi pengantin baru. Masih pengin sayang-sayangan dan berguling-guling di kasur sampai matahari meninggi, Dion malah dengan tidak tahu diri merusak acara mereka.
Sofa sedikit melesak ketika ia merangkul Rara sementara tangannya mengotak-atik remote televisi.“Mas, ini kok enggak enak, ya?”
Alka bergumam tanpa menoleh dari layar televisi dua puluh sembilan inci. “Apanya?”
“Permen yang dikasih Mas Dion.”
Matanya beralih menatap sang istri yang tengah meringis sembari memegang benda berwarna ungu. Sekilas benda itu memang terlihat seperti permen warna-warni yang biasa mereka temui di pasar malam. Tapi jika ditilik lagi... bukan. Tadi Rara bilang apa? Ma--the hell--kan?
“Rara ngunyah ini, tapi kok malah kayak karet?”
Alka terhenyak. Mengunyah? Maksudnya... Rara baru saja mengunyah... itu?
Serangan rasa panik langsung menyergapnya. Ia buru-buru merebut benda di tangan Rara lantas memekik keras. “Itu kondom, Ra! Ngapain dikunyah-kunyah? Astaga, Dion blegug!”
Jika saja ada alternatif lain yang lebih baik dari mendepak Dion dari lantai lima gedung kantornya, Alka pastikan ia akan memilih itu. Awas saja Dion. Kepala laki-laki itu tidak akan selamat dari marabahaya yang akan diciptakan olehnya!
“Oh, kondom?” Mata bulat Rara mengerjap polos. “Rara baru tahu bentuknya begini. Kirain permen.”
Ya Tuhan, terkutuklah Dion yang memberi kado ini sebagai hadiah pernikahan!
Alka mengerang frustrasi. “Yang, masukkin ipar sendiri ke kolam piranha, halal enggak sih?”
_._._._._
To Be Continue
Vote kalau suka.
Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorfosa [TAMAT]
Aktuelle LiteraturSayang, seberapa dalam pengetahuanmu akan cinta dan teka-tekinya? Mungkinkah cukup untuk menghindarkanmu dari luka yang sedemikian hebatnya? Sayang, seberapa paham dirimu akan manusia bertopeng seribu satu? Mungkinkah cukup untuk menghindarkanmu dar...