Proyek khusus pasutri baru: momongan.
-- Metamorfosa --
____________________________SALAH satu kebiasaan Rara yang berubah drastis setelah menikah adalah memasak. Bila sebelumnya sewaktu di rumah Ayah Adi ia terbiasa menjadi penikmat makanan, setelah menikah statusnya berganti menjadi koki rumahan. Cukup sulit untuk beradaptasi karena yang dihadapinya adalah tuan suami dengan ekstrak rawit dalam mulutnya. Yang lebih menyulitkan lagi, lidah Rara harus menyesuaikan dengan lidah Alka.
Laki-laki itu tidak suka dengan makanan yang terlalu pedas, lebih suka asin daripada manis, benci bau bawang yang terlalu menyengat, benci sayur, dan hater seledri. Benar-benar berbeda dengan Rara yang pemakan segala.
“Yang, irisan dagingnya tipisnya kayak gini?”
Rara memperhatikan hasil keterampilan olah pisau Alka. “Iya.”
Alka menepuk dadanya dengan bangga. Apa dia bilang? Sekali dicontohkan, ia langsung bisa praktik. Otaknya benar-benar fast learn.
“Aku kayaknya punya bakat jadi koki, Yang. Mungkin abis resign dari kantor, kita buka resto aja yuk.”
“Bangkrut kalau kokinya kamu, Mas,” seloroh Rara asal. Selain wajah tampannya yang bisa dieksploitasi, apa lagi hal bagus dari Alka yang bisa dimanfaatkan? Laki-laki itu hanya gemar memerintah, tapi cenderung tidak mau susah.
“Ih, gitu amat ngomongnya. Ya enggak bangkrut-lah kalau promosinya bener.” Alka menggeser tubuhnya dari depan kompor saat Rara ingin menaruh wajan di atasnya. “Aku tuh mantan sales andal sebelum jadi karyawan manajemen, Yang. Ilmu promosiku bukan level kaleng-kaleng lagi. Itu sebabnya aku cepet dipromosiin jadi karyawan, bukan pontang-panting di lapangan. Syukur-syukur abis nikah nih, aku dipromosiin lagi jadi manajer, Yang.”
Hormon narsis Alka seringkali merajalela tanpa diduga-duga. Bola matanya berotasi. Memang benar jika Alka memulai kariernya dari bawah sekali, tidak seperti Dion yang baru lahir sudah makan pakai sendok emas, lalu lulus kuliah langsung jadi bos.
“Iya, berbakat. Tapi, jangan kelewat narsis juga. Yang denger beneran langsung ilfeel, Mas.”
Alka tertawa. Direngkuhnya pinggang Rara dari samping. “Kan cuma kamu yang tahu soal ini, Yang. Aku mana bisa narsis di depan orang. Alka is coolest human in the Earth.”
Rara tergelak. Ia berusaha menghindari ciuman-ciuman Alka di pipinya. “Iya, udah. Aku mau masak dulu, Mas. Nanti keburu laper tapi belum jadi.”
“Kalau belum jadi ya sarapan yang lain, Yang.”
“Sarapan di luar? Males ah, Mas.”
Seringai Alka terkembang. “Bukan di luar, Yang. Tetep di rumah aja kok. Di atas kasur pula.”
Terdiam. Memangnya ada ya sarapan di atas kasur?
“Maksudnya makan di atas kasur? Kan enggak boleh, Mas. Nanti seprainya kotor.”
Sifat lugu Rara tidak pernah lekang oleh waktu. Melihatnya yang seperti ini, Alka jadi semakin semangat untuk menggodanya.
“Yang,” panggil Alka ambigu. Tangannya mengelus-elus punggung Rara dengan gerakan seduktif. Naik turun sembari membuat pola-pola abstrak. Kepalanya sekonyong-konyong menyuruk di leher sang istri. “Kelonan yuk abis ini. Kangen.”
Gerakan Rara membalik omelet di atas penggorengan terhenti. Ia mencerna apa yang baru saja Alka ucapkan. Kelonan?
“Mesum, ih!” Astaga, baru Subuh tadi mereka mandi wajib, Alka sudah ingin ‘itu’ lagi. Dasar laki-laki!
Alka tergelak. Ia memundurkan kakinya karena sibuk tertawa terbahak-bahak. “Kan udah sah, Yang. Enggak perlu nahan-nahan lagi. Mau ya, ya, ya?”
Sah sih sah, tapi ya diberi jeda sedikit. Masa mainnya di kamar melulu. Apa enaknya? Dapat pegallah iya!
_._._._._
To Be Continue
Vote kalau suka.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorfosa [TAMAT]
Narrativa generaleSayang, seberapa dalam pengetahuanmu akan cinta dan teka-tekinya? Mungkinkah cukup untuk menghindarkanmu dari luka yang sedemikian hebatnya? Sayang, seberapa paham dirimu akan manusia bertopeng seribu satu? Mungkinkah cukup untuk menghindarkanmu dar...