Part 4 | Makan Siang

5.6K 460 13
                                    

Yang luar biasa akan kalah dengan yang selalu ada.

-- Metamorfosa --
___________________________

PUKUL delapan pagi adalah waktu keramat yang selalu diisi oleh perdebatan. Yang satu kekeh tidak ingin masuk kerja, sementara yang satunya lagi sibuk mengancam tidak akan mau tidur seranjang kalau Alka nekat bolos.

Rara bersedekap. Ia menyampirkan helaian rambutnya yang menutupi telinga, lalu menatap Alka dengan rengutan.

“Sana berangkat. Udah telat juga.”

“Bentar lagi, Yang. Di luar masih dingin. Pengin peluk kamu sebentar aja. Lima menit lagi, oke?”

Lima menit kali sepuluh! Suami rusuhnya ini ada-ada saja. Masa bulan madu yang diberikan oleh Ayah Adi hanya satu minggu. Itu juga sudah melalui perundingan yang panjang. Alka bukan anak sultan seperti Dion yang bebas keluar masuk kapan saja. Sekali Alka terlambat ya potong gaji. Sayang uangnya kalau begitu. Seharusnya bisa untuk membeli sabun cuci malah masuk lagi ke kantong perusahaan.

“Bolos sehari aja deh, Yang. Ya, ya, ya? Aku beneran enggak mood berangkat. Yang ada nanti kerjaanku berantakan. Percuma berangkat,” rajuk laki-laki itu untuk kesekian kali.

Rara menggeleng pelan. Maunya begitu. Memang itu kantor milik nenek moyang?

No! Cuti seminggu udah berakhir. Balik lagi ke kerjaan, jangan alesan!”

Pengalaman sudah cukup mengajari Rara untuk tak terpengaruh dengan segala bujuk rayu Alka. Meski-pun laki-laki itu memberi hadiah berlian sekalipun, Rara tidak akan goyah. Intinya, Alka harus berangkat kerja. Titik!

“Ya ampun, istri aku kok kejam amat. Dasar ratu tega!” gumam Alka dengan suara pelan, berharap Rara tidak akan mendengar apa yang ia ucapkan. Tujuannya bolos juga untuk kepentingan bersama. Ia tak tega meninggalkan Rara sendiri di rumah.

Alasan sih sebenarnya. Alasan utama Alka ingin bolos yakni supaya bisa berduaan lebih lama dengan Rara. Weekend depan masih lama soalnya.

Pelototan segera menjadi hadiah khusus untuk Alka sehingga cengirannya melebar.

Peace, love, and gaul, Yang.”

Dua tangannya terangkat membentuk tanda V. Berharap saja semoga istrinya itu akan luluh dan memperbolehkannya untuk membolos kerja.

“Ya udah deh.” Rara membuang napas, “nanti pas jam makan siang, Rara dateng ke kantor Mas Alka. Kita makan siang bareng di kantor.”

Tak ada rotan, akar pun jadi. Alka tersenyum semringah. Begini kan lebih baik daripada gagasan kerja nonstop tanpa melihat istri.

“Oke, makan siang bareng.” Alka maju untuk memeluk Rara. Ia menyurukkan wajahnya ke helaian rambut Rara lantas menghidu aromanya dalam-dalam. “Ya Tuhan, Yang. Kalau begini, aku makin berat buat ngantor.”

Ia menjauhkan kepalanya demi bisa menatap istrinya. Alka tersenyum mendengar gerutuan yang ke-luar dari sela bibir Rara. Gemas, ia mengarahkan bibirnya untuk mengecup bibir merah Rara, otomatis menghenti-kan gerutuannya.

Take care ya, Yang. See you in afternoon.”

***

Metamorfosa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang