Part 6 | Guncangan

4.6K 415 26
                                    

Itu bukan cinta ketika kebahagiaan tidak lagi ada. Itu bukan cinta ketika luka tertoreh menggantikan tawa.

-- Metamorfosa --
___________________________

JULUKAN Dion sebagai raja nyeleneh belum juga hilang meski usianya bisa dikatakan dewasa. Baru saja Rara sampai dan meluruskan punggung di sofa, Dion datang dengan teriakan khasnya.

Rara sungguh malu mengakui Dion sebagai kakaknya. Apa kata tetangga sebelah jika mendengar teriakan Dion? Dikira nanti rumahnya mendadak jadi sarang gorila karena tingkah ababil kakaknya.

Happy ten days. Yihaaa....”

Bunyi terompet turut meramaikan suasana. Rara hanya mampu menyembunyikan wajahnya di bantal sofa. Astaga, apa benar dia Dion atau makhluk jadi-jadian yang sedang menjajal tubuhnya? Absurd!

“Mas Alka, tolong jangan akuin Mas Dion sebagai ipar. Rara malu sama kelakuannya.”

Alka berbisik di telinganya. “Ho-oh. Beneran orang gila, Yang. Apa perlu aku telepon petugas RSJ buat amanin dia?”

Kikikkan geli datang dari Rara. Nah, penilaian Alka tidak jauh berbeda darinya. Tentu saja apa yang Alka katakan lebih konkret ditinjau umur persahabatannya dengan Dion. Pasti dia tahu kapan Dion waras dan kapan Dion kumat. Tapi....

Rara merengut. Dion kan laki-laki. Mana boleh ia sehisteria itu? Nanti perempuan yang dekat dengannya kabur semua. Biar kata wajahnya tampan bak dewa Yunani, kalau kelakuan macam gorila kehabisan pisang ya pasti ujungnya ilfeel.

Topengnya cool, kelakuannya fool. Mau bagaimana nasib jodohnya nanti?

“Lo kesambet apa sih, Yon?” tanya Alka. Laki-laki yang ditanyainya langsung berhenti melakukan hip-hip hura dengan terompet. Ia langsung duduk di seberang sofa.

“Ini kan hari ke-10 nikahan lo, Ka. Masa lupa sih?” Atensi Dion beralih padanya. “Ra, mana makanannya? Syukuran gitu?” tanyanya tanpa tahu malu. Mabuk dokumen kerjaan sepertinya membawa dampak serius pada neuron di otak Dion.

Rara melongo. Ia menjauhkan kepalanya dari bantal, menatap Dion takjub.
Kakaknya itu menghitungnya? Astaga, ia yang menikah saja tidak menghitung. Setahu Rara, anniversary itu dirayakan setiap setahun sekali, bukan setiap sepuluh hari sekali. Dion benar-benar sinting!

Belum sempat ia mengajukan protes, Alka lebih dulu menyela niatannya. “Syukuran apaan? Lo udah minum obat belum sih, Yon? Pasti belum. Sana balik ke rumah terus minum obat. Jangan lupa ditelen tanpa air biar kerasa dan sadar langsung.”

Giliran Dion yang melongo. “Obat apaan? Gue tahunya contrexin yang manis itu.”

Sebuah bantal melayang sebagai ganjaran atas kegilaan Dion. Alka menggeram. “Obat waras, dodol! Ketahuan mangkir kan lo. Pantesan aneh!”

Tanpa dikomando sebelumnya, Dion merangsek maju melewati meja kaca yang menjadi pembatas antar sofa. Rara buru-buru menyingkir sembari bergidik ngeri. Heu… sedikit pun dirinya tak berminat ikut campur dalam gulat antar lelaki.

Tolong jangan bayangkan gulat mereka adalah saling pukul, tinju, dan sebagainya. Gulat yang Rara saksikan adalah di mana Dion berusaha mati-matian untuk mencium pipi Alka, sementara laki-laki di bawah-nya sibuk berteriak layaknya korban pelecehan seksual.

Metamorfosa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang