Part 3

7.6K 302 7
                                    

--- Vote Please ---

Sudah dua minggu Dave menjalankan peran di G-hotel. Kegiatannya hanya berkutat antara hotel dan rumah. Ya, rumah tempat istirahat saat malam hari. Tak banyak waktu ia habiskan di rumah itu karena dia sungguh memforsir kemampuannya untuk bekerja.

Kebanyakan pegawai G-hotel sudah hafal bahkan beberapa mencoba akrab dengan Dave karena memang fisik Dave mudah mempengaruhi mereka.

Masih dengan sifat dingin namun cerdas, dia menanggapi orang di sekeliling dengan satu kata yaitu seperlunya. Namun, sikap itu justru menimbulkan rasa penasaran berbagai pihak, tak terkecuali koneksi kerja Arslan.

Pagi ini, dia berjalan dari ruangannya menuju lobby. Dia melihat bagaimana penyambutan tamu yang dirasa mulai crowded karena akhir pekan.

"........maaf Tuan, kalau anda belum bisa memastikan, mungkin anda bisa mengambil waktu untuk melihat profil kami terlebih dahulu."

"Tunggu...saya hanya masih bingung."

"Baik, Tuan. Silahkan duduk di kursi tunggu lobby, staff kami akan membimbing pilihan anda, sementara kami bisa melayani antrian selanjutnya."

"Hey, saya datang duluan daripada mereka."

"Iya, tapi ............."

Dave menyela perdebatan itu dengan sedikit terkejut namun tetap tersenyum.

"Mr. Hutomo.", Dave menyapa tamu tersebut.

Lelaki paruh baya itu beralih memandang Dave dengan kerutan di dahi.

"Ya, saya.", jawabnya sedikit ragu. Dia telisik kembali wajah di depannya. coba mengingat satu dan lainnya.

"Ohh, kami beruntung anda disini. Suatu kebanggaan tentunya.", ucap Dave.

"Dan sepertinya saya belum mendapat apa yang saya inginkan.", keluh Mr. Hutomo untuk sebuah sapaan.

"Oh... kami akan memastikan anda puas berada di Bali, Sir."

Melihat senyum Dave, Mr. Hutomo berhasil mengingat sesuatu.

"Kau, David? Apa aku salah?"

Dave semakin melebarkan senyum indahnya.

"Tidak. Saya benar David."

Akhirnya, tak ada wajah kaku dari Mr. Hutomo. Dia ikut tersenyum.

"Owh, sudah lama sejak pertemuan kita di New York. Jadi sekarang Indonesia? Keputusanmu."

Mr. Hutomo memegang pundak Dave.

"Mencari peruntungan baru. Belum secemerlang Mr. Hutomo tentunya."

"Ahh...kau selalu begitu. Jangan menyanjungku."

"Anda luar biasa, Sir. Hmm maaf sebentar...."

Dave mendekat ke pegawainya.

"Andini, keep satu VIP suite untuk Mr. Hutomo dan booking satu mobil untuk tiga hari kedepan. Gratiskan layanan gym dan spa untuk beliau juga."

"Baik. Saya catat."

"Good, thanks."

Dave kembali kepada Mr. Hutomo.

"Mari ke ruangan saya, Sir. Kita bisa bertukar pengalaman disana."

"Tapi aku belum selesai reservasi."

"Sudah teratasi."

"Benarkah? Bagus kalau begitu."

Akhirnya mereka berdua beranjak ke ruangan Dave. Tahun lalu, Mr. Hutomo menjadi tamu khusus untuk Dave saat di New York.

Kala itu, mereka bukan seperti tamu dan pegawai namun lebih seperti teman karena Dave kehilangan sosok Ayah.

But It's You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang