Berantem

11 3 0
                                    

Upacara pagi senin telah usai. Nadin sekarang sedang bersama dengan Vanya di Kantin. Mereka berdua ingin melepas rasa lelah dan penat sehabis upacara dengan bersantai-santai sambil makan dan minum di kantin.

"Kamu tau nggak Nad. Aku itu lagi bahagiaaaaaa banget," kata Vanya, dengan wajah yang sumringah.

Nadin mengambil kertas dan pulpen yang ada di atas meja kantin. Kertas dan pulpen itu memang sudah tersedia di setiap meja agar siswa-siswi tidak merasa repot lagi teriak-teriak jika ingin memesan makanan ataupun minuman. Nadin menuliskan sesuatu di sana untuk Vanya.

Kenapa?

"Aku nggak bisa menjelaskan perasaan aku saat ini ke kamu Nad. Tapi aku benar-benar bahagia. Aku beruntung banget dapetin dia." Vanya tersenyum-senyum. Dia sangat menekankan kata orang yang dia maksud itu dengan dia.

Nadin menulis kembali.

Dia? Yang kemaren itu?

"Iya. Kamu inget nggak, Nad. Waktu kamu pulang sama Daffa kemaren itu?" Nadin mengangguk.

"Nah, aku kan nggak punya tebengan tuh untuk pulang. Terus dia samperin aku, dan aku diajakin pulang sama dia. Oh, ya ampun. Awalnya itu aku deg-degan banget Nad. Aku nggak nyangka gitu bisa pulang baru sama dia."

"Dan kemaren aku ketemu dia di taman kota tempat dulu kita biasanya jogging bareng Nad," tambah Vanya.

Terus pulang bareng lagi? tanya Nadin lewat kertasnya.

"Enggak sih, cuma ya... setelah pulang dari sana, komunikasi aku sama dia itu tambah bagus dari pada sebelum-sebelumnya."

Vanya membayangkan kembali saat-saat pertemuannya bersama seseorang yang membuatnya berbunga-bunga itu.

Vanya terlihat sangat bahagia sekali. Andaikan dia bisa teriak, mungkin Vanya akan teriak saking bahagianya. Tapi Vanya masih bisa menahan rasa bahagianya itu.

Nadin menuliskan sesuatu yang ada di benaknya untuk Vanya.

Terus sekarang gimana? Sudah jadian?

"Huuh...."

Vanya menghela napas berat. Wajahnya pun tiba-tiba berubah menjadi sedih seketika dan sedikit menunduk memainkan jari-jemarinya.

Melihat perubahan dari raut wajah Sang sahabat. Nadin bertanya kembali. Dia menuliskan sesuatu lagi di kertasnya. Lalu menyerahkan ke depan tangan Vanya.

Kenapa?

"Nggak kenapa-kenapa kok, Nad. Balik ke kelas sekarang, yuk, Nad."

Vanya sudah berdiri ingin melangkah. Namun, tangannya ditahan Nadin. Dan Nadin meminta Vanya untuk duduk kembali. Nadin melihat mata Vanya yang bergerak-gerak ke sana ke mari. Nadin pun menulis lagi.

Ada masalah? Kamu belum jadian sama dia? Kenapa?

Nadin mendorong kertasnya itu ke arah Vanya. Vanya membacanya.

Vanya mengembalikan kertas itu, dan menjawab. "Nggak ada masalah apa-apa kok, Nad."

Kamu nggak mau cerita sama aku, Van?

Vanya menggeleng pelan. "Aku bukan nggak ingin cerita ke kamu Nad. Tapi... gimana ya. Aku juga bingung, Nad."

Bingung kenapa?

"Aku bingung aja mau cerita ke kamu gimana. Tapi ya sudahlah Nad. Nggak pa-pa. Nggak penting juga."

Vanya berdiri. "Balik sekarang Nad?"

Nadin menatap Vanya sebentar, lalu menggeleng. Dia mengisyaratkan ke Vanya agar pergi duluan.

"Ya sudah, Nad. Aku duluan ya." Nadin mengangguk.

Cahaya AsyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang