SMP Katolik Kudus Permata
Menteng, Jakarta Pusat
Febuari 2014
Sekolah itu adalah sekolah tertua di daerah Menteng. Sekolah yang berdiri di samping gereja, yang juga merupakan gereja tertua di Jakarta. Memiliki beribu-ribu umat, dan setiap tahun pasti dilakukan renovasi guna merawat dan mempercantik bangunan suci itu.
Hari biasa ramai karena murid-murid sekolah, lalu hari Minggu ramai karena para umat yang ingin mengikuti kebaktian yang diadakan di gereja itu. Sekolahnya sendiri terkenal akan susahnya mendapatkan kursi bagi murid baru. Alias sekolah favorit di daerah Jakarta.
Vania Tjandraya melangkah keluar dari gerbang sekolah dengan terburu-buru. Gadis cantik berambut panjang itu menyipitkan matanya, memandang seberang sekolahnya, memastikan apakah mobil yang biasa menjemputnya sudah menunggunya.
Yap, disana sudah ada Pak Orman yang menungguinya. Laki-laki tua itu memasang wajah was-was, karena tidak hari ini, besok, ataupun selamanya, ia tidak ingin dimarahi lagi hanya kerena masalah sepele. Membiarkan anak majikannya ini menunggu dua menit. Lebih baik ia yang menunggu dua jam daripada Vania yang menunggu selama dua menit.
Pak Orman membungkuk sedikit, lalu membukakan pintu kepada Vania untuk masuk. Tanpa mengucapakan rasa terima kasih, gadis itu masuk saja dengan santai. Pak Orman menghela nafas pendek, sudah terbiasa dengan sifat buruk Vania.
Mesin mobil pun menyala dan melaju pelan meninggalkan parkiran mobil disana.
Mata Gideon dan Nelson memantau kepergian mobil mewah hitam itu dari dalam sekolah. Setelah memastikan sang ratu galak pulang, mereka berdua beranjak dari tempat persembunyian, lalu berlari menuju toilet perempuan yang berada di paling sudut kanan sekolah dekat dengan gudang yang sudah lama tidak terpakai. Gideon berusaha membuka pintu rusak itu dengan obeng yang ia bawa, namun tidak berhasil. Nelson yang berdiri di sampingnya hanya mendengus.
"Kita dobrak saja." Nelson mengusulkan. Gideon menoleh pada Nelson, menimbang-nimbang sebentar, lalu mengangguk.
"Gita! Kau dengar dari dalam? Ini aku dan Gideon. Kita berdua bakal dobrak pintu ini, kau mundur, ya!"
"Nelson?" Suara kecil terdengar dari balik pintu kayu itu.
Gideon memberi aba-aba. "Satu.. dua.. tig—"
Brakk!
Gita berlari keluar dari dalam toilet itu dan menangis. Ia memeluk mereka berdua secara spontan, bahu nya turun naik karena ia kesusahan bernafas.
"Kau nggak apa-apa?" tanya Nelson sambil menyeka wajah Gita yang merah karena keringat dan air mata.
Gita menggelengkan kepalanya. Ia terus menangis tanpa berhenti.
"Ini nggak bisa dibiarkan." Gideon membuka suara. "Memangnya kau melakukan apa lagi yang membuat Vania mengurungmu kembali?"
Gita menggelekan kepalanya kembali. "Tolong jangan lapor ke guru, apa lagi ke kepala sekolah. Aku mohon."
Gideon dan Nelson hanya menatap iba pada gadis bertubuh kecil itu. Mereka tidak tahu harus berbuat apa, karena mereka tahu akibat dari melaporkan masalah ini pada guru. Sebaiknya mereka tidak membiarkan masalah ini terdengar di kalangan guru.
"Aku akan menocba berbicara pada Vania besok." Gideon memutuskan akhirnya. Ia mengambil tas hitamnya yang terletak di lantai, beranjak pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANIA & GIDEON (Tjaya's Fam Series IV)
Romance#23 in Mandarin (12 May 2018) #877 in Love Story (16 May 2018) "Tiga hal yang perlu lo lakuin. Satu, putusin Gladys. Dua, besok anter jemput gue ke sekolah pake motor lo. Tiga, nggak usah lo bermimpi untuk jadi cowo gue, karena gue nggak suka cowo g...