Gideon Lee memandang Vania dengan tatapan lurus. Ia bertemu dengan gadis ini sehabis pulang sekolah dan pada saat Vania hendak mengurung Gita kembali. Gideon segera menghempaskan lengan Vania dan menarik tangan wanita itu ke loteng atas sekolahnya, tempat gudang sekolah berada. Disana tidak ada orang, dan hanya mereka berdua saja. Nelson sudah menenangkan Gita dibawah sana.
"Kau gila, Vania!" Gideon menatap ngeri Vania yang saat itu mengangkat dagunya seakan-akan ia tidak takut dengan Gideon yang tubuhnya jauh lebih besar dari dirinya.
"Memang kenapa? Bukan urusan lo." Jawab Vania sinis. Ia melangkah maju ke dekat dengan dinding pendek pembatas gedung sekolah dengan gedung lainnya. Dirinya melompati dinding pendek itu, dan kini mereka berada saling berhadapan namun dipisahkan oleh pembatas gedung.
"Urusan aku kalau kau terus berbuat seperti ini." Gideon mengangkat alisnya, kemudian menggelengkan kepalanya. "Dari dulu kau memang aneh."
Vania tertawa mengejek. "Lo baru tau kalo gue aneh? Semua murid di sekolah ini juga udah tahu. Terus apa masalahnya?"
Gideo kembali menggelengkan kepalanya. "Stop berbuat seperti ini, Vania. Kau hanya membahaykan dirimu sendiri."
"Gue tahu apa yang membahayakan diri gue sendiri, gue tau apa yang terbaik buat gue."
Laki-laki itu terdiam, ia tahu sangat susah berbicara pada Vania yang terkenal sangat keras kepala.
"Jadi, lepasin Gita. Ia sudah meminta maaf padamu."
Vania tertawa masam, "Kenapa lo begitu peduli dengan Gita? Lo suka sama dia?"
Gideon tidak menjawab pertanyaan Vania. Bahkan ia pun tidak berani menatap lawan bicaranya. Tidak perlu menjawab, Vania pun sudah tau hal itu. Sudah lama Gideon menaruh perhatian pada Gita. Dan Vania tidak suka itu.
"Lo salah suka sama dia." Setelah berkata seperti itu, Vania berbalik badan dan menuju pintu di belakangya yang tidak terkunci. Gideon tidak mengerti kenapa Vania bisa tahu kalau pintu disana tidak dikunci, dan bagaimana pula ia bisa menjelaskan pada toko dibawah, kenapa bisa tiba-tiba ada manusia muncul dari loteng atas?
Tebak Gideon adalah, gadis itu sering kesini sendirian.
***
Gideon pulang ke rumahnya dengan lemas. Di rumahnya tidak ada siapa-siapa. Hanya ada makanan sisa tadi pagi yang dimasak oleh ibunya, kemudian satu butir telus asin dan sepiring kecil sambal terasi. Gideon menghela nafas, kelihatannya makan siang merangkup makan sore ini hanya bisa disajikan dengan sayur asin, sayur tauge dan telur dadar saja.
Ia tidak mengeluh, bisa makan saja ia bersyukur. Ia hanya tinggal berdua dengan ibunya yang berkerja sebagai admin di salah satu perusahaan kecil. Sejak pindah pulang dari Taiwan, ibunya sudah memulai usaha kecil-kecilan di bidang import tas dari China dan Korea. Seluruh modal usaha itu didapatkannya dari uang kompensasi perceraian dari ayahnya dan itu tidak sedikit. Tapi apa daya, ternyata uang itu dibawa kabur oleh rekan usahanya sendiri. Merkea bahkan tidak memiliki uang yang sisa. Gideon tidak tahu berapa uang yang didapatkan oleh ibunya dari ayahnya, namun yang pasti itu tidak sedikit. Gideon juga tahu kalau ayahnya juga rutin mengirimkan uang setiap bulan pada dirinya, namun itu semua habis untuk membiayai sekolah dan uang jajannya. Karena sekolah yang dimasukinya adalah sekolah favorit yang terkenal mahalnya.
Mulanya Gideon tidak ingin masuk ke SMP ini. Karena ini semua adalah tempat berkumpulnya para orang kaya. Namun ibunya bersikeras harus bersekolah disini karena ayahnya juga ingin dirinya mendapatkan pendidikan terbaik. Jadilah Gideon mengalah dan mulai belajar rajin supaya bisa mendapatkan beasiswa, sehingga uang sekolah yang dikirimkan oleh ayahnya bisa digunakan oleh ibunya untuk keperluan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANIA & GIDEON (Tjaya's Fam Series IV)
Roman d'amour#23 in Mandarin (12 May 2018) #877 in Love Story (16 May 2018) "Tiga hal yang perlu lo lakuin. Satu, putusin Gladys. Dua, besok anter jemput gue ke sekolah pake motor lo. Tiga, nggak usah lo bermimpi untuk jadi cowo gue, karena gue nggak suka cowo g...